Waktu pun berlalu, di kediaman rumah keluarga Aritama. Terlihat keluarga nan harmoni tengah makan malam bersama dengan hikmad.Namun ada yang berbeda dari sang putri, Maya yang terlihat tak begitu berselera makan. Insting sang ibu Marwah melihat ada yang berbeda dari sang putri."May, di makan dong itu saladnya"Maya sedikit terkaget."Ah, ya mah" sahut sang putri dengan menarik sendok garpu dan mulai mengaduk mangkuk salad sayurnya.Namun Marwah melihat jika sang putri tak begitu antusias ketika melahap salad sayur seperti biasanya.Marwah melirik sang suami yang hampir menyelesaikan makannya."Mas?""Hm?"Marwah memberi mimik dengan menunjuk sekilas pada sang putri.Erwin menoleh mengikuti arah tunjuk sang istri, lalu kembali menatap wajah sang istri dengan heran."Kenapa?" tanya sang istri dengan berbisik.Erwin sang Papa malah dengan santai mengangkat bahunya. Lalu kembali fokus pada sendok terakhir.
Waktu pun berlalu, kabar lamaran Dimas Anggara dari Star Tomo pun kian santer terdengar di dua perusahaan besar itu.Papa Erwin terlihat sangat-sangat antusias sehingga ia dengan cepat mutuskan untuk menggelar acara pernikahan putrinya itu dalam waktu dekat.Namun berbeda dengan mama Marwah yang masih ragu akan calon mantunya tersebut.***Disatu pagi yang cerah, Maya terlihat menyibukkan diri dengan alat membuat kue. Hal itu menjadikan sang mama ikut merasa aneh.Rasanya putrinya tak pernah begitu menyukai keribetan dalam masak memasak apa lagi membuat kue kering yang memerlukan keuletan."Maya??"seru mama Marwah yang baru saja masuk ke showroom dapurnya yang biasa ia gunakan untuk menciptakan membuat kue baru.Maya yang baru saja hendak menimbang tepung seketika terkaget."Eh, mama??""Kamu? ngapain??" tanya sang mama dengan wajah terheran dan perlahan mendekat pada sang putri.Maya hanya tersenyum simpul, dengan wajah be
Setelah cake yang Maya buat selesai di panggang, Maya pun bersegera membawanya kekantor Star Tomo tanpa memberi kabar sang calon tunangan yang kabarnya akan ada meeting siang.Maya sengaja mengerjakan semua ini demi memberi kejutan pada Dimas yang sudah hampir 3 minggu berada di luar negeri.Maya benar-benar tak sabar bertemu dengan sang pujaan hati.Langkah kaki ya terlihat santai namun sejatinya jantungnya berdebar dengan sangat senang. Ia bahkan sudah membayangkan jika nanti Dimas akan senang dan akan memberikan kecupan karena kejutan ini.Namun kian langkah Maya tiba di lantai ruang kerja Dimas. Terlihat luar ruangan itu sepi, bahkan tak terlihat dua sekertaris Dimas yang selalu setia di meja kerjanya.Wajah Maya hanya melihat kesekeliling dengan sekilas dan berpikir mungkin saja kedua sekertaris itu tengah keluar di jam istirahat siang.Tanpa curiga langkah kaki Maya kian mendekat pada pintu ruangan Direktur Utama yang
Di satu ruangan rapat, terlihat Marcel dengan menerima tamu sang penting. Ia terlihat sangat serius mendengar penjelasan demi penjelasan ketika ada satu perusahaan menengah yang ingin memasukkan inovasi terbaru untuk perusahaan.Namun di tengah ke seriusan rapat tersebut tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka dengan sangat kasar.BRAK!!Sontak para anggota rapat memalingkan muka dan menatap dengan wajah tak nyaman pada saat itu.Dan kening Marcel terlihat berkerut ketika melihat sosok saudara kembarnya, Maya datang dengan wajah sembab."Maya??"Langkah wanita muda itu terlihat marah dan menuju kursi depan. Namun Marcel dengan cepat mendekat dan menahan lengan Maya."Papa??"tanya Maya dengan wajah frustasi menatap wajah kembaran ya."Ada apa?" seru Marcel yang terkaget melihat wajah frustasi Maya."Aku tanya Papa dimana!!" pekik Maya marah pada Marcel yang masih saja lamban.Marcel terkaget lalu ia pun terlihat kesal denga
Di satu rumah sakit keluarga Sandres. Terlihat keluarga dr. Safa dan dr. Daniel memeriksa tubuh Erwin dengan sesama.Keduanya tak bisa menyimpulkan dengan pasti gejala yang terjadi pada ipar mereka. Sehingga dr. Safa dengan cepat memanggil tim dokter spesialis untuk menangani Direktur utama Aritama itu.Mama Marwah yang baru saja tiba di rumah sakti di sambut dengan sang putri yang terlihat gelisah dan wajah sembab."Mama??" seru Maya dengan cepat berlari kecil dan memeluk sang mama.Wajah gusar Marwah terlihat jelas, ia syok ketika mendengar sang suami jatuh pingsan di kantor dan kini berada di rumah sakit Petramedika."Apa yang terjadi??" tanya mama Marwah dengan perasaan gundah.Wajah penyesalan Maya terlihat di sana, hingga dengan berat hati ia menceritakan kronologis peristiwa-peristiwa yang akhirnya membuat sang Papa jatuh pingsan."APA??" seru Marwah tak percaya."Maaf mah?? semua salah Maya, mah" ucap Maya dengan penuh penyesal
Di tempat berbeda, di sebuah dermaga kapal besar. Terlihat seorang pria yang baru saja hendak menyelesaikan misinya.Namun hal itu ia urungkan ketika mendapat telfon genting yang membuatnya harus mengikuti perintah sang pemberi telfon.Kedua mata hitam nan tajam memandang sosok pria gondrong yang telah bersimbah darah di sudut gudang pabrik es dengan wajah ketakutan."Mas-master..to-long..beri saya waktu" ucap pria gondrong itu dengan menahan sakit untuk memelas.Ia mendekat dengan sebuah senyum mematikan."Kau beruntung!! aku masih beri waktu untuk berpikirlah sebelum masalah jauh lebih runyam" ujar pria dingin itu dengan sedikit berjongkok di hadapan lawannya yang baru saja ia beri pelajaran.Lalu tak berapa lama, jemari Master pun memberi kode pada anak buahnya yang berjumlah 4 orang."Awasi!! dan tahan semua asetnya jika ia masih belum menandatangani surat pengadilan 1x24 jam!!" perintah Master dengan beranjak pergi meninggal
Derap langkah kaki seorang pria terlihat mendekat dengan jelas.Johan melihat dengan wajah kesal. Dan ketika langkah kaki pria itu berhenti tepat di hadapannya pun wajah kesalnya kian terlihat jelas."Kemana saja? sudah 1 jam setengah dan kau baru muncul!!" cecar pada putranya yang terlihat diam dan berekspresi datar.Chandra melihat sosok pria muda itu dengan seksama."Putramu??"Johan mengangguk dengan memperkenalkan putranya."Ya, Ferdian Bastian.. pengacara"Ferdian dengan sopan memberi tangan untuk menjabat tangan teman orang tuanya itu.Chandra melihat dengan wajah kagum."Buah jatuh tak jauh dari pohonnya" ucap Chandra.Johan mendengus pelan."Tidak semua" selanya cepat."Paman Erwin, terserang stoker" jelas Johan pada Ferdian yang hanya mendengar tanpa menjawab."Dan ini akan jadi masalah baru" timpal Chandra menyambung ucapan Johan.Ferdian hanya mengangguk pelan.Namu
Malam harinya Maya berdiri di balkon kamarnya dengan tatapan nanar. Ucapan Paman Johan sudah membuat gelisah."Seharusnya, kamu berpikir sebelum memutuskan semua ini, karena pada akhirnya New-A akan jatuh jika kamu tidak berpikir matang.. dan Erwin, pasti akan sangat sedih jika mendengar hal buruk terjadi pada New-A" ucap Paman Johan dengan serius."Apa yang harus aku lakukan??" gumam Maya bertanya pada diri sendiri.Ia pun mulai mengingat-ingat teman-teman yang bisa ia minta tolong."Reno Barack?? atau Aldi Bakri??" gumamnya lagi dengan mengingat-ingat, namun nyatanya tak satu pun bisa ia pegang."Atau?? Sausan Holmen?" sebutnya lagi."Ck?" decak Maya yang kian pusing, ia merasa jika pikiran kini buntu."Mereka pasti tidak mau, ah.. New-A.. New-A?? apa yang harus kita lakukan??" rutu Maya dengan memijit-mijit kepalanya yang seakan ia rasa berdenyut sakit.Tak lama terdengar suara deringan telfon masuk. Maya pun bergerak untuk