Arsen dan anak buahnya berjalan keluar ruangan meninggalkan para tawanan, Nyonya Andreas menggandeng putrinya yang masih terlihat syok. Rosalind bahkan tidak menyangka sang ibu yang terlihat berwibawa dengan sikapnya yang tenang itu. Mampu membunuh sang suami dengan tangannya sendiri, sungguh diluar dugaan. Nyonya Andreas menatap kesal putrinya, mengingat kembali masa lalu, dia pandai memanipulasi seseorang dan mengarahkan, menyetir perilaku seseorang atau sekelompok orang dengan menggunakan kekuatan hipnotik bahasa atau lebih dikenal dengan naman social engineering. Entah bagaimana pada awalnya namun Nyonya Andreas berhasil menggunakan teknik human engineering untuk menyetir Rosalind, hingga putrinya tersebut menjadi tersangka pembunuhan ibu kandung Stela dan orang kepercayaan Zayn. Kekecewaan seorang wanita, Nyonya Andreas, wanita elegan itu seperti malaikat maut bagi target yang dia inginkan. Tanpa mengotori tangan sendiri dengan darah, dia membunuh siapa
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar ya guys, terima kasih
Malam semakin terasa mencekam, suara binatang-binatang nokturnal melolong, bersuara sahut-menyahut. Di pinggir sebuah pantai, masuk lagi sedikit ke dalam hutan, ada sebuah pondok kayu beratap rumbia berdiri kokoh. Bangunan yang cukup luas, dan panjang. Di sebuah kamar nan sempit, di mana lampu menyala temaram, ada seorang pemuda duduk di sudut ranjang. Sedangkan seorang wanita tua, duduk dengan elegan menyilangkan kaki di kursi kayu berhadapan sang pemuda. Perbincangan mereka sangat serius, hingga di bagian pintu depan dijaga baik-baik oleh dua orang pengawal. “Apa aku juga harus menghabisi Stela?” tanya pemuda tadi. “Kenapa, kau ragu, Arsen?” tanya wanita tua yang merupakan neneknya tersebut. “Berhentilah lemah, jika kau tidak bisa mendapatkan aset Zayn, maka wanita itu pantas mati. Untuk apa kau memikirkan orang yang tidak pernah menyayangimu, dia mene
Joy lebih dahulu terbangun, derap langkah kaki terdengar nyaring di luar sana, pemuda tersebut segera membangunkan Roland. Roland mengerjab-ngerjabkan mata menatap ke arah Joy, dia langsung beringsut duduk. Rungunya menajam, mendengar bising di luar sana, dia bangkit mengintip dari lubang kancing. Suara nyaring terdengar. “Bagaimana bisa?” tanya seorang lelaki yang Roland tidak tahu siapa. “Nyonya Rosalind ditemukan tewas di dalam kamar,” lanjut yang lain. Degh! Roland terkejut langsung berbalik arah beringsut di dekat Joy. Dia menelan salivanya, menggigit bibir bagian bawah dengan jari tangan kanan memijat kening. Joy menatap heran pada sahabatnya tersebut. Melihat Roland tampak begitu kacau, entah lantaran baru bangun tidur atau karena hal lain, begitu pikir Joy dalam benak. “Bangunkan Stela!” ujar Ro
Joy melihat raut wajah Roland memerah menahan amarah, dia menghela napas lalu menahan sahabatnya itu dengan tangan kanannya. Roland menoleh ke arah Joy yang menggelengkan kepala, dia menggumamkan kata untuk menahan. Roland menghela napas panjang berulang kali, kemudian kembali berjalan keluar ruangan. Mereka ikut masuk ke dalam sebuah mobil yang tengah menanti. Sebelumnya tangan ketiga sandera dari Arsen itu diikat ke belakang juga kakinya, sebelum mereka didorong masuk mobil box. “Aw! Sakit” pekik Stela yang tersungkur ke lantai mobil. “Sial, tidak bisakah kalian lembut pada wanita?” pekik Joy. “Kurang ajar!” cebik Roland yang ikut terjerembab di antara kedua orang yang lebih dahulu masuk. Wajah garang orang-orang suruhan Arsen itu terlihat tidak punya penyesalan. Mereka malah menatap Stela dengan tatapan mesum, t
Puluhan orang masih berkerumun di tengah hutan tersebut, Joy dan Roland saling pandang. Mereka menggunakan kode dengan lirikan mata, Joy menelengkan kepala agar sementara mereka mengikuti ke mana mereka membawa pergi, masuk ke dalam hutan semakin ke dalam menjauh dari arah jalanan terjal itu. Terbersit rasa khawatir menggelayut mengingat Stela tengah berada dalam bahaya. Pergerakan mereka cukup kesusahan mengingat tangan masih terikat ke belakang. Namun, mereka masih memiliki kaki untuk menendang. “Sepertinya kalian berharap akan memukuli kami hingga menjadi perkedel,” cibir Roland. Tawa mereka menggelegar, “Minta ampun pada kami,” cibir salah seorang di antara mereka. Joy menatap ke arah Roland, lalu saling mengangguk, Heh! Desis Joy, dia dan juga Roland kompak mundur ke belakang. Joy mendorong dengan kencang tubuh salah orang yang memegan
Stela baru saja keluar dari kamar mandi, beberapa saat yang lalu dia baru memasuki sebuah villa dengan diseret Arsen lebih tepatnya. Dengan kasar Arsen membawa menaiki tangga, lelaki tersebut menendang pintu sebuah ruangan. Stela benar-benar terkejut melihat perubahan pada diri Arsen. Lelaki sopan dan lembut kini perangainya beringas mirip setan. Dengan kasar dia mendorong tubuh Stela hingga terjerembab ke lantai. “Aw! Sakit!” pekik Stela beringsut duduk, dia menoleh ke arah Arsen dengan mata melebar. “Gegas mandi, setelah itu kita sarapan!” perintah Arsen. Pemuda tersebut kemudian berjalan meninggalkan tempat itu. Brak! Suara pintu ditutup dengan kencang, Stela menutup mata kemudian menghela napas dengan pelan. Dia mengelus bagian dadanya, mencoba menenangkan diri. Wanita tersebut melepas seluruh pakaian, lalu membasuh tubuh lengket bercampur keringat tersebut. tidak butuh wakt
Mereka mengendap-endap masuk ke dalam ruangan seperti anak sekolah terlambat masuk, mereka melompati dinding pagar. Namun, ketika hendak melangkahkan kaki, sebuah pistol mengarah ke bagian kepala Joy yang baru saja berbalik badan. Terkejut, sudah pasti. Mereka seperti masuk ke dalam kandang macan tanpa persiapan. Gerakan cepat, menendang dengan memutar badan, membuat pistol di tangan lawan terpental. Sayangnya, mereka kalah jumlah ketika melawan dengan adu jotos maupun tendang, tembakan diarahkan ke udara oleh seseorang. Mereka semua berhenti, dengan kompak menoleh ke arah asal tembakan. Nyonya Andreas terlihat menatap mereka dengan tatapan yang, entahlah. Antara gahar, tajam, menguliti bercampur membentuk aura iblis. “Astaga, aku tidak mengira kalian akan nekat, dasar bodoh, bawa mereka ke ruang bawah tanah. Biarkan mereka dimakan anjing-anjing liar. Dasar Zayn bodoh mengirim orang tidak berguna semacam kalian,” desis Nyonya Andre
Hari masih pagi ketika Axelle tersadar pasca penanganan pada luka tembak yang mengenai pundak bagian kanan. Entah bagaimana dia bisa sampai di rumah sakit, dengan selamat. Bersyukur, sudah pasti. Lelaki itu beringsut duduk di brankar. Axelle menarik selang infus yang terpasang di tangannya. Suster yang berjaga di sana melotot menatap Axelle. Wanita bertubuh gempal dengan seragam warna putih bersih itu berjalan ke arahnya. “Astaga, apa yang Anda lakukan, Pak, kondisi Anda masih lemah,” ujar wanita itu, menatap lebih lama wajah pucat Axelle, ‘ya ampun wajah yang sangat tampan,’ bisiknya dalam benak. “Kau berisik sekali, kepalaku pusing,” keluh Axelle memegangi kening. Dia menatap tubuhnya, pakaian telah berganti menjadi pakaian khusus pasien. “Dimana pakaianku?” tanya Axelle. “Pakaian Anda terkoyak, d
Bruak! Suara pintu ditendang keras, oleh salah satu anak buah Zayn. Nampak nyonya Andreas tengah duduk di kursi singgasananya. Olivia mencari kesempatan yang pas untuk menyerang nyonya Andreas. Sebelum masuk ke dalam ruangan wanita gila tersebut, mereka lebih dahulu melumpuhkan para kroco-kroconya. Entah anggota keamanan mereka yang kurang atau bagaimana, Olivia masuk tanpa kendala. Dia, wanita bertubuh gempal tersebut langsung berjalan cepat ke arah nyonya Andreas duduk. Terkejut, sudah pasti nyonya Andreas terkejut, wanita tersebut berteriak memanggil anak buahnya. Olivia tersenyum smirk, tatapan tajam menusuk, mengintimidasi. “Hei, penjaga,” teriak nyonya Andreas. “Sial ke mana mereka semua?” gerutu wanita tersebut. “Teriaklah lagi yang lantang,” kelakar Olivia, “tidak akan ada yang datang menyelamatkan dirimu, bodoh!” cibir Olivia melangkah sampai depan me