Bella semakin gelisah saat melihat mobil yang ditumpangi tidak kunjung sampai ke tempat tujuan.Berulang kali ia bertanya, tetapi jawaban supir tetap sama. Pria itu hanya memotong jalan agar lebih cepat sampai. Namun, Bella semakin ragu, karena jalanan yang dilewati benar-benar tidak ia kenal. "Tolong berhenti di sini saja Pak, saya mau pesan taksi lain." Bella melepas sabuk pengaman di pinggang lalu merogoh tasnya, mencari ponsel. Sang supir melirik, bukannya menghentikan laju kendaraan roda empat itu, ia justru membanting stir ke kanan, hingga guncangan keras pun terjadi. Tubuh Bella terhentak, ponsel di tangan terlepas dan jatuh ke kolong jok mobil. Bella meringis kesakitan sambil memegang kepalanya yang terbentur atap. "Apa yang Anda lakukan Pak? Anda kenapa?" Bella menatap wajah supir yang terlihat dingin. Matanya memerah dengan tatapan tajam ke arah Bella. Akhirnya Bella tahu ada yang tidak beres. Sepertinya ia dijebak. "Hentikan mobil ini!" teriaknya, memegang sandaran jo
"Aku temani kamu ke kantor Polisi, ya.""Ngga usah Mas, aku bisa sendiri."Anugrah hanya menganggukkan kepala sedikit mendengar penolakan Bella. Siang ini dokter cantik itu akan mendatangi kantor polisi untuk memberikan kesaksian atas tuduhan malpraktek.Beberapa kali tawaran Anugrah ditolak oleh sang dokter. Ia merasa bisa pergi seorang diri, apalagi sudah ada dua pengacara yang disewa oleh kekasihnya.Bella memasukan beberapa barang yang tergeletak di atas meja ke dalam tasnya. Sesekali ia menarik napas panjang untuk meredakan perasaan gugup dan takut.Sebentar lagi dia akan berhadapan langsung dengan polisi yang menginterogasinya. Beberapa bukti tentang proses dan produser rumah sakit sudah disiapkan.Meskipun dia yakin akan menang, namun tidak dapat dipungkiri perasaan takut itu tetap ada."Aku sudah menyewa pengacara terbaik untuk mendampingimu di kantor polisi nanti," ucap Anugrah, yang sejak tadi berada di ruangan sang kekasih."Makasih, Mas. Kamu udah banyak bantu aku." Bella
"Bagaimana? Apa Bella pasti akan datang ke kantor Polisi?" "Dia tidak memiliki pilihan lain, Bos. Dia pasti akan datang ke kantor Polisi. Kemungkinan dia akan menyewa pengacara hebat untuk mendampinginya nanti.""Kalau begitu, kita ubah rencana.""Maksudnya?""Lenyapkan Bella. Buat seolah kematiannya karena kecelakaan. Setelah dia benar-benar sudah meninggal, aku akan kembali ke Indonesia dan mendekati Mas Anugrah lagi."Di dalam ruangan dengan udara apek yang menusuk hidung, dua orang anak buah Yuliana sedang berbicara dengan bos mereka di telepon.Salah satu anak buah Yuliana terdiam. Sedikit syok mendengar perintah bosnya yang berbeda dari rencana."Kalian bisa melakukannya kan? Atau perlu aku sewa pembunuh bayaran untuk melakukan tugas itu?" tanya Yuliana."Jangan Bos, kami bisa melakukannya. Bos tenang saja, kami akan melakukan semua yang Bos perintahkan." Lelaki yang memiliki tato di sekitar wajah, ketak
Dengan langkah kaki teratur, Bella menghampiri tiga pria berpakaian coklat di depannya. Sebisa mungkin ia menunjukkan wajah tenang, tak memperlihatkan ketakutan sama sekali."Selamat pagi, Bu Bella." Seorang polisi menghampiri Bella, mengulurkan tangannya ke depan wanita cantik itu. "Selamat pagi, Pak. Boleh kita bicara di sana saja." Bella menunjuk koridor di sebelah kanan, tempatnya sepi, dia akan terhindar dari perhatian orang-orang di rumah sakit.Ketiga polisi saling melempar pandang, kemudian menganggukkan kepala dan mengikuti langkah kaki Bella. Mereka berdiri di dekat pintu ruang kerja dokter cantik itu.Setelah merasa aman dari tatapan orang-orang, Bella mulai berbicara lagi dengan polisi di depannya, "Ada keperluan apa Anda datang ke sini Pak? Seingat saya, saya tidak pernah melakukan kejahatan."Seorang polisi mengeluarkan selembar kertas dari saku kemeja coklatnya. "Kedatangan kami ke sini untuk memberikan surat panggilan kepolisian pada Anda. Anda dilaporkan oleh saudar
Setelah malam panas terlewati. Paginya Bella merasa seluruh tubuh segar. Ia siap melewati semua masalah dengan kepercayaan diri yang penuh. Apapun yang terjadi, Anugrah akan selalu ada untuknya. Begitu kata-kata yang terus terngiang di telinga. Janji lelaki tampan itu bukan hanya menjadi penyemangat, tapi juga menjadi kekuatan besar untuknya. Bella memusatkan perhatian pada Anugrah, yang saat ini sedang menyiapkan sarapan di atas meja. Lelaki itu sangat tampan, meski usianya sudah tidak muda lagi. Tak ada celah sedikit pun untuk menyudahi kekagumannya pada Anugrah. Bella melangkah mendekati meja bundar lalu duduk. Melihat begitu cantik tataan makanan yang disiapkan oleh Anugrah sejak ia belum membuka mata. "Makasih, Mas," ucap Bella. Hanya itu yang bisa dia katakan, meskipun ia tahu semua tak sebanding dengan usaha sang kekasih untuk membahagiakannya. Anugrah tersenyum. Senyum yang begitu manis tersemat di bibir merah alaminya. "Bagaimana kwalitas tidurmu semalam?" Bella terdi
"Tidak usah dipikirkan, semua masalah pasti akan selesai." Anugrah berbisik lembut. Napasnya yang harum, menyapu bulu-bulu halus di sekitar tengkuk Bella. Wanita cantik itu memejamkan mata, menikmati hangatnya hembusan napas Anugrah. "Aku hanya takut masalahnya berlarut," gumam Bella pelan. Masih memejamkan kedua matanya. Anugrah mengeratkan pelukan. Memberi kehangatan untuk wanitanya. Tubuh kekar Anugrah, menjadi tempat sandaran ternyaman yang membuatnya tenang. Kemesraan di dalam kamar hotel itu sedikit terusik saat bunyi ketukan pintu terdengar. Anugrah berdiri, mendekati pintu dan membukanya. Seorang laki-laki mengantarkan makan malam pesanan Anugrah. "Terima kasih." Anugrah kembali mendekati ranjang dan menyiapkan makanan untuk wanitanya. Dengan malas, Bella mendekati meja dan menyantap makan malamnya. "Makan yang banyak, kamu membutuhkan tenaga untuk bekerja di rumah sakit," senyum Anugrah. Bella mengangguk pelan, kurang bersemangat. Seakan ia tahu kariernya akan hancur