MasukNapas terengah Anugrah terdengar. Hembusannya menyapu kulit mulus Bella yang tengah berada di bawah kungkungan sang Direktur.
Bella menatapnya lekat. Bibirnya terkunci, tak bisa mengatakan sepatah katapun, atau menolak. Ajakan bercinta itu membuat desir darah Bella mengalir deras, mengantarkan hangat ke seluruh tubuh. Kecupan nakal bibir Anugrah menjelajahi setiap inci jenjang leher Bella yang wangi dan bersih. Puas menikmati harum lembut kulit leher, kecupan Anugrah turun ke bagian dada, membuat tubuh Bella menggeliat liar. Ia tahu semua yang dilakukan salah! Namun sialnya, hasrat di dalam tubuh seolah menerima dan menginginkan lebih dari sekedar ciuman panas. "Emh!" desah tak tertahan lolos dari mulut Bella saat Anugrah melumat bulatan ranum buah dada yang tegang. "Mas!" racaunya pelan. Mencoba untuk diam, namun suara lenguh itu keluar begitu saja. Yang dilakukan Anugrah sukses membuat Bella kehilangan akal sehat. Ingin terus merasakan sentuhan lebih liar lagi. Pria itu menyadari wanitanya sudah mulai bergairah. Tangannya pun mulai beraksi, menyentuh bagian paling sensitif wanita itu. "Ehm!" Bella mengigit bibir saat jari Anugrah masuk ke dalam liang kenikmatan. "Mas!" Tubuhnya bergerak tak terkendali. Anugrah tersenyum, menuruni kecupan panas ke bawah perut. Melebarkan kedua kaki Bella lalu mendekatkan bibirnya ke bawah sana. Ujung lidah menyentuh bagian menonjol di dalam sana. Bergerak turun naik hingga membuat Bella meremas rambut hitamnya kuat-kuat. "Mas! Ah!" racau Bella tak kuasa menahan kenikmatan yang baru pertama kali dirasakan. Anugrah tersenyum lembut, memasukan lidah semakin dalam, menjilat turun-naik. "Mas, aku ... aku mau ... ah! Mas!" Tubuh Bella bergelinjang. Wajahnya memerah saat merasakan ada yang menyembur dari bawah sana. Basah! Anugrah menjilat bibir yang basah terkena cairan kental itu. Kemudian ia kembali mengungkung tubuh sintal sang kekasih sambil berbisik mesra, "Bagaimana rasanya?" Bella terdiam dengan wajah memerah malu-malu. "Enak?" lanjut Anugrah. Bella menggeleng dengan kedua pipi berubah warna menjadi pink. "Aku malu Mas." "Why? Hanya ada aku di sini. Lagipula kita sudah sama-sama dewasa. Kenapa harus malu, hm?" Bella kembali menggeleng, "Ini baru pertama kali untukku Mas." "Aku tahu." Anugrah kembali mengecup bibir manis Bella. "Kita mulai ya." "Iya," angguk Bella, membuka kedua kaki lebar. Anugrah mengarahkan pusakanya ke dalam liang kenikmatan sang kekasih, menekan pelan-pelan untuk menghindari rasa sakit dan perih. Namun tetap saja, dia mendengar suara rintihan Bella. "Sakit Mas." Anugrah tersenyum lembut. Akhirnya dia percaya kalau Bella masih perawan. Sungguh di luar dugaan. "Tahan sedikit, hmm." "Iya Mas," angguk Bella pelan, menahan rasa sakit dan perih sambil mengigit jari telunjuknya. "Ehm! Sakit." Kecupan kembali mendarat di bibir, Anugrah melumat habis daging tanpa tulang itu dengan rakus. Di bawah sana, satu tangan berusaha mendorong pusakanya agar bisa masuk dengan sempurna. Ruang kamar dengan pendingin dari AC yang menyala itu mendadak panas. Keringat membasahi kening dan tubuh polos Anugrah yang baru pertama kali merasakan sulit menebus lapisan dara perawan. "Sulit, ternyata susah masuk. Aku baru tahu kalau akan sesulit ini," ucap Anugrah seraya mengusap keringat yang membasahi wajah. Bella menatap kaget, mulutnya terbuka seolah ingin berbicara, tapi kemudian ditutupnya. "Ah!" Anugrah mengusap keringat kasar, wajah pria dewasa itu terlihat panik karena sudah hampir setengah jam dia belum bisa menembus bagian di bawah sana. "Susah Mas?" tanya Bella yang sejak tadi sudah merasakan sakit dan perih. "Iya, tunggu sebentar ya. Aku yakin aku bisa. Aku belum terlalu tua." Bella mengulum senyum. Sadar kekasihnya pasti malu karena usia yang tidak muda lagi. "Semangat Mas. Kamu pasti bisa," ucap Bella memberi dukungan. Anugrah mengangguk pelan, kembali mengarahkan pusakanya ke bagian di bawah sana dengan tekanan lebih kencang. "Tahan, mungkin agak sedikit sakit." "Iya Mas," jawab Bella, menahan agar tidak merintih seperti tadi. Kemungkinan suara rintihan itu membuat Anugrah ragu untuk menekan lebih kuat di bagian sana. Anugrah menghela napas panjang, masih percaya dia perkasa. Meskipun ada sedikit kepanikan menggelayuti hati. "Tahan Honey." Satu tangan sang Direktur menekan bagian bawah sana, membuat Bella memejamkan mata, menahan sakit. "Aahhh!" desahan panjang menjadi akhir perjuangan Anugrah menembus celah kenikmatan yang masih tersegel rapat. "Akhirnya!" Ia tersenyum haru, tak sanggup mengungkapkan dengan kata-kata. Bella tersenyum lega, "Akhirnya gol juga Mas." "Iya," angguk Anugrah, memulai pergulatan panas di atas ranjang empuk bersama sang kekasih. Hampir satu jam menembus perawan Bella, Anugrah tak menyiakan kesempatan malam indah itu. Peraduan peluh di dalam kamar itu berlangsung cukup panas. Suara desahan dan lenguhan keduanya menguasai kamar yang menjadi saksi bisu pergelutan di atas ranjang berukuran king size tersebut. "Kamu bilang ini pertama kali kamu melakukan ini dengan perawan. Apa itu artinya mantan istrimu sudah ...." Bella menatap lekat. "Iya," angguk Anugrah, mengakui Yuli sudah tidak perawan. *** Kenangan indah yang melintas dalam pikiran itu, berakhir saat mobil Anugrah tiba di depan rumah mini malis Bella, tempat yang menyimpan banyak kenangan indah waktu pertama kali mereka memadu kasih. "Honey, sudah sampai." Anugrah berbisik mesra, membangunkan kekasihnya yang terlelap sepanjang perjalanan tadi. Bella membuka mata yang terasa sepet, melihat ke sekitar. "Kita udah sampai Mas?" Anugrah mengangguk, "Iya, kita sudah sampai." Ia membuka sabuk pengaman di pinggang. "Masih mau tidur? Biar aku gendong kamu ke dalam." "Gak usah Mas." Bella menggeleng. "Aku bisa turun sendiri." Anugrah turun lebih dulu dari mobil lalu berlari memutar dan membukakan pintu untuk kekasihnya. Satu tangan menghalangi kepala Bella agar tidak terbentur. "Aku nginap di sini ya," kata Anugrah tiba-tiba. Mata Bella membulat, "Kamu gak pulang? Kenapa?" Anugrah tersenyum lembut, "Kenapa? Tidak boleh?" "Bukan Mas, tapi ini 'kan belum malam. Kamu 'kan masih bisa pulang." "Aku mau menemani kamu di rumah. Kamu pasti kesepian sendiri di sini." "Aku udah biasa sendirian." Bella melangkah mendekati pintu pagar besi lalu masuk. Disusul Anugrah yang membuka pintu pagar lebar untuk memasukkan mobil ke dalam garasi. Selesai dengan mobilnya, Anugrah memasuki rumah Bella, menuju kamar. "Aku mandi dulu Mas," kata Bella masuk ke dalam kamar mandi. Anugrah meletakkan ponsel ke atas meja kecil di samping tempat tidur. Melepas jam tangan dan mengeluarkan dompet dari saku lalu melangkah menuju kamar mandi. "Mas!" protes Bella saat melihat kekasihnya masuk sambil membuka kancing kemeja satu per satu. "Kita mandi berdua," ucap Anugrah menatap tubuh polos Bella dengan senyuman mesum. Ia mendekat, memeluk dari belakang dan berbisik, "Kita lakukan yang tadi tertunda, hmm." Bella mengangguk pasrah. Mendapat lampu hijau, Anugrah mempercepat gerakan menanggalkan pakaiannya dari atas sampai bawah. Ia merapatkan tubuh Bella ke dinding, mengarahkan pusakanya ke bawah sana. Jleb! "Ah! Honey." Anugrah mendesah kencang. Suaranya mengalahkan kucuran air yang jatuh ke atas lantai.Ardi dilarikan ke rumah sakit terdekat setelah mengalami sakit perut ekstrem. Di rumah sakit itu, Ardi belum mendapatkan penanganan oleh Dokter.Melihat suaminya tidak ditangani oleh Dokter dan perawat, Bella naik pitam. Ia menghentakkan kaki dengan kasar, menghampiri para petugas rumah sakit. "Suami saya sedang sakit, kenapa kalian diam saja? Mana Dokter? Tolong tangani suami saya!" Bella marah-marah, tetapi para perawat di depannya hanya diam.Sementara para perawat lain terlihat fokus pada laptop dan obrolan mereka. Bahkan salah satu perawat hanya diam sambil bermain ponsel. Bella semakin emosi melihat kelakuan oknum-oknum di rumah sakit itu. "Kalian semua makan gaji buta ya? Kalian sama sekali nggak melayani pasien dengan baik!"Salah satu perawat menatap Bella dengan tajam, "Maaf Bu, saya tadi sudah memeriksa suami Ibu tapi dia hanya mengalami sakit perut biasa. Sebaiknya Ibu bawa suami Ibu pulang ke rumah dan rawat sendiri. Rumah sakit ini penuh, nggak ada kamar di sini."Mata
Bulan-bulan berlalu. Setiap harinya sikap Anugrah berubah dingin pada Yuliana. Pria itu sering marah tanpa sebab, dan membuat Yuliana kesal. Dengan penuh amarah. Wajahnya memerah dengan mata berkaca-kaca, ia menemui Dokter keluarga yang dulu memberikan obat pada Anugrah. Namun sayangnya Dokter itu sudah lama tidak bertugas di rumah sakit Swasta tersebut. "Anda yakin dia sudah tidak bertugas di rumah sakit ini? Lalu, kemana dia?" tanya Yuliana tak percaya. Matanya bergerak, mengitari ruangan Dokter yang kini sudah berganti. Dokter di hadapanya adalah Dokter wanita bernama Ayunani. "Yakin Bu. Kalau Anda tidak percaya silakan konfirmasikan pada Direktur di rumah sakit ini," jawab Dokter tersebut. "Saya tidak bisa menerangkan lebih jelas tentang alasan dia berhenti bertugas di rumah sakit ini dan kemana dia sekarang." Yuliana menarik napas panjang. "Ya sudah kalau begitu." Ia memutar tubuhnya dan berjalan keluar dari ruangan itu. Dengan wajah kecewa ia kembali ke mobil dan dudu
Prank!Suara gaduh terdengar dari dapur. Secangkir kopi panas tumpah membasahi lantai. Pecahan cangkir itu berserakan di sekitar dapur.Kepanikan pun tercipta, mengundang perhatian Yuliana yang tengah duduk bersantai di sofa ruang keluarga. Wanita itu berlari menuju dapur dan melihat Anugrah sedang berjongkok, merapikan pecahan cangkir yang pecah itu. "Mas, ada apa?" tanya Yuliana dengan mata membulat sempurna. "Kamu nggak apa-apa 'kan Mas?" Ia berjongkok langsung memegang lengan suaminya. Anugrah hanya menggeleng pelan. Matanya tertuju pada pecahan cangkir itu dengan pandangan kosong."Mas?" Yuliana mengayunkan tangannya ke depan wajah Anugrah. "Kamu kenapa? Sakit? Kamu nggak apa-apa 'kan? Ada yang luka nggak?" Anugrah kembali menggeleng. Masih diam dengan tatapan kosong seperti memikirkan sesuatu. Melihat suaminya diam seperti orang linglung. Yuliana mendengus kesal. Penasaran dengan apa yang ada di pikiran Anugrah saat ini. Seingatnya obat yang biasa diberikan setiap hari su
"Aduh Mas, sakit banget." Bella meringis sambil memegang perutnya yang terasa melilit. Dengan cepat Ardi memapah tubuh Bella menuju taksi di depan. "Pak, tolong buka pintunya.""Baik Pak." Supir taksi membuka pintu mobil dan membantu memasukan Bella. "Ar, Ibu sama Bastian nanti nyusul kalian ya." Bu Ika berdiri di ambang pintu rumah sambil menggendong Bastian. "Iya Bu." Ardi masuk ke dalam taksi. "Jalan Pak, ke rumah sakit terdekat.""Di sini ada Bidan Pak, nggak terlalu jauh dari sini. Istri saya kemarin melahirkan di sana," kata supir. "Kalau ke rumah sakit, kemungkinan jalanan jam segini macet parah Pak." Ardi menoleh, menatap Bella. "Gimana Sayang?""Terserah Mas. Mana yang cepet aja. Aku udah nggak tahan, sakit banget," ucap Bella, meringis kesakitan. "Ya udah Pak, ke Bidan aja. Istri saya udah mau melahirkan. Cepet Pak!""Baik Pak." Mobil melaju melewati jalan satu arah.Hanya lima menit mobil tersebut berhenti di depan tempat praktek Bidan Dinda. Setelah sampai, Ardi diba
Satu tahun berlalu dengan cepat.Dalam waktu satu tahun itu tak pernah terdengar kabar apapun tentang William.Setelah bayi perempuan yang dikandung Anggun lahir ke dunia, Ibu satu anak itu memutuskan kembali kuliah ke luar negeri. Sementara bayi mungilnya dirawat oleh kedua orang tuanya ... Yuliana dan Anugrah.Anggun sudah benar-benar melupakan kenangan bersama William__suaminya yang hilang entah kemana.Sudah dua bulan Anggun terbang ke luar negeri untuk melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda."Kabar kamu bagaimana Sayang? Baik 'kan?" tanya Yuliana di dalam telepon. "Baik Ma, kalau Mama sama Papa gimana? Baik nggak?""Baik Sayang.""Syukurlah," ucap Anggun. "Sudah dulu ya Ma. Aku masih ada jam kuliah.""Tunggu Nak .... ""Ada apa Ma?" "Mama mau ngomong sesuatu sama kamu. Ini tentang seseorang yang katanya mau kuliah ke luar negeri. Dia masih muda, dan tampan. Apa kamu tertarik mengenalnya? Kebetulan dia itu anak teman lama Papa kamu. Namanya Dirga.""Dia baru mau kuliah? Mas
Malam pengantin yang ditunggu akhirnya tiba. Saat Ardi memasuki kamarnya, ia melihat Bella baru saja keluar dari kamar mandi. Wanita cantik itu hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di tubuh. Saat melihat kedatangan Ardi, wajah Bella seketika memerah, malu. Ia lantas menutupi bagian tubuh yang terbuka menggunakan selimut. Ardi menutup pintu. Senyuman manis terukir di wajahnya yang tampan. Ia melangkah mendekati wanita yang telah sah menjadi istrinya. Oh Tuhan, wanita di depan matanya sangat cantik. Entah berapa banyak waktu yang ia butuhkan untuk mempercayai keajaiban malam ini. Malam dimana ia akan melakukan hubungan suami-istri dengan wanita secantik Bella. "Mas! Jangan ngeliatin aku begitu. Aku mau pakai baju, cepat keluar dari kamar!" Ardi tersenyum lembut. Langkah kakinya berhenti di depan Bella. "Nggak usah pakai baju ... bukannya kita mau melakukannya malam ini?" Deg! Bella memalingkan wajahnya. Diam seribu bahasa. Ia baru ingat kalau malam ini malam spesi







