Selesai bercinta di dalam kamar mandi, keduanya melanjutkan peraduan peluh itu di atas ranjang berukuran king size.
Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, ketika suara desahan dan lenguh memenuhi ruang sunyi dengan pencahayaan temaram itu. Anugrah melakukan tugasnya dengan baik, memberi kenikmatan tak tertahankan pada Bella yang berada di di atas tubuhnya. Beberapa kali mereka mengulang dengan berbagai gaya, hingga permainan panas itu tetap dimenangkan oleh sang Direktur yang tersenyum puas sambil mengatur napas terengah. "Kamu luar biasa, Honey," puji Anugrah, menghargai kerja keras Bella untuk membuatnya puas setiap saat. Bella turun dan duduk di samping kekasihnya sambil menarik selimut, kemudian berbaring. "Aku gak ada apa-apanya dibandingkan kamu, Mas." Ia memiringkan posisi tidur, menatap sang kekasih lekat. "Kamu luar biasa. Makasih ya." Sang Direktur menenggelamkan Bella dalam pelukan hangat, mengecup mesra puncak kepala kekasihnya dengan lembut dan penuh kasih. "Aku tidak ada apa-apanya dengan laki-laki yang usianya di bawahku. Aku hanya laki-laki tua yang beruntung bisa mendapatkan cinta dari daun muda" Bella memicingkan mata dengan kedua alis yang saling bertautan. "Mulai deh membandingkan diri kamu sama laki-laki lain. Nanti ujung-ujungnya kamu cemburu sendiri, gak jelas banget," dengkusnya. Anugrah tersenyum kecil, menganggukkan kepala pelan. Mengakui kalau dia memang sering cemburu, apalagi kalau melihat Dokter laki-laki di rumah sakit yang masih muda dan tampan. Sementara dia hanya laki-laki berumur yang beruntung mendapatkan Bella, karena usia mereka terpaut cukup jauh. "Aku merasa beruntung memiliki kamu, Honey," ucap Anugrah mengecup kening Bella lembut, penuh kasih. "Aku juga beruntung dapat laki-laki yang baik seperti kamu Mas. Yang memiliki pemikiran dewasa, dan mau menyayangi aku dengan tulus." Bella membenamkan wajahnya di dada bidang Anugrah. "Baru kali ini aku merasa sangat dicintai." "Kalau aku boleh tahu, kenapa kamu mau menerimaku? Bukannya banyak laki-laki yang mau menjadi kekasihmu? Kamu wanita yang nyaris sempurna. Semua yang diinginkan oleh wanita di luar sana, ada padamu, tapi kenapa kamu mau menerima aku yang hanya duda anak satu?" "Karena kamu ngejar aku terus," jawab Bella jujur. Anugrah nyaris tertawa mendengar jawaban yang lolos begitu saja dari mulut kekasihnya. "Begitu?" Bella mengangguk yakin. "Iya, andai kamu gak ngejar aku terus. Gak berjuang segitunya buat dapatin aku, gak mungkin aku luluh. Kebanyakan dari laki-laki itu gengsi. Kalau aku udah nolak, mereka gak akan ngejar. Beda sama kamu." Anugrah terdiam. Lagi-lagi dia harus mengakui kegilaannya. Ya, sudah beberapa kali Bella menolak dan menjauh, tetapi dengan kepercayaan diri tingkat Dewa, dia tetap mengejar Bella, hingga akhirnya semua usaha itu berbuah manis. "Yang penting sekarang aku berhasil mendapatkan kamu," kekeh Anugrah, mengecup helaian rambut hitam Bella yang wangi dan lembut. "Iya, mangkanya jangan bilang ... aku ketuaan buat kamu. Kamu pantasnya sama ini-itu." Bella menirukan gaya bicara Anugrah yang diimprovisasi agak menyebalkan. Anugrah terkekeh pelan. "Kadang jiwa insecure itu muncul tiba-tiba Honey. Entah mengapa. Mungkin faktor usia." "Iya tahu usia kamu udah gak muda lagi, tapi kalau dilihat dari wajah dan bentuk badan, kamu masih kelihatan seperti usia tiga puluh tahun kok," kata Bella, sedikit memuji. "Masa sih?" Anugrah mengerutkan kening. Bella berdecak. Melepas pelukan hangat itu sesaat untuk memastikan ucapannya benar. Ia menatap wajah tampan kekasihnya lekat. "Iya Mas, kamu kelihatan seperti usia tiga puluh tahun. Jadi gak usah insecure atau apapun. Ya." Anugrah mengangguk pelan. "Terima kasih untuk pujiannya." Ia mengecup kening sang kekasih lembut, memejamkan mata. "Aku akan secepatnya menikahimu." Deg! Ucapan yang keluar dari mulut Anugrah, sukses membuat hati Bella berbunga-bunga. "Bener Mas?" Anugrah mengangguk yakin. "Iya, aku akan menikahimu. Secepatnya." Bella tersenyum simpul, kembali membenamkan wajahnya di dalam pelukan sang Direktur. "Aku tunggu lamaran kamu, Mas." "Secepatnya, Honey." Pelukan Anugrah semakin erat, hangat. Ia merapatkan tubuh Bella di dalam dekapan, hingga wanita cantik itu dapat mendengar detak jantung sang kekasih. Dug! Dug! Dug! Suara jantung Anugrah terdengar merdu di telinga Bella, seperti alunan musik yang mengantarnya ke alam mimpi. *** Setelah malam panas berakhir, Anugrah berpamitan pulang ke rumah. Bahkan di saat Bella belum selesai memasak sarapan untuk mereka berdua. Anugrah berpamitan dengan alasan begitu banyak pekerjaan yang menumpuk di ruang kerja. Padahal hari ini adalah hari libur mereka. Bella yakin ada alasan lain, entah apa. Namun, tak banyak yang bisa dilakukan olehnya, meski dia ingin menahan kepergian laki-laki itu. "Aku harus pergi, Honey." Anugrah berpamitan di ruang makan sambil menatap jam tangan dengan gerakan tergesa-gesa. Bella mengantarnya sampai ke pintu. Berdiri dan menerima kecupan mesra sang kekasih untuk kesekian kali. Dan juga mendengar kata i love you. "Aku pulang, jangan ngambek, hmm," ucap Anugrah lembut. Bella mengangguk pasrah. Wajahnya terlihat kecewa, karena baru saja dia ingin menunjukan skill memasaknya pada Anugrah. Meski laki-laki itu sudah tahu dia wanita paket komplit. "Hati-hati Mas," ucap Bella dengan tatapan manja. Anugrah tersenyum, kembali mendaratkan kecupan di kening, hidung dan turun ke bibir. "Jangan ngambek. Aku pasti datang lagi. Hari ini 'kan hari libur, nanti malam aku datang lagi, hm." Bella menghela napas lesu. "Itu kamu tahu hari ini hari libur, kenapa kamu pulang? Emang kerjaannya gak bisa dikerjain malam aja?" "Justru kalau malam, aku ingin berduaan denganmu. Aku tidak ingin ada sesuatu yang mengganjal pikiran. Nanti malam aku ke sini lagi, ya." Dengan berat hati, Bella mengangguk pelan. Namun tetap berat ditinggalkan oleh kekasihnya. Entah karena apa, ia merasa ingin berada di sisi Anugrah sepanjang hari libur. "Aku pulang," kata Anugrah, melepas kedua tangan Bella yang melingkar di pinggang. Bella menghela napas lesu. "Janji ya, malam ini kamu datang." Ia tatap Anugrah dalam. "Iya, Honey," senyum pria tampan itu, ia melangkah mendekati mobil sambil melambaikan tangan dan masuk. Bella menatap mobil hitam mewah itu tanpa berkedip, berharap kekasihnya turun dan kembali memeluk erat. Membawanya masuk ke kamar dan mengunci pintu. Seharian berada di kamar pun dia mau. "Bye, Mas!" seru Bella saat mobil itu benar-benar pergi dari garasi rumah. "Aku pasti datang lagi, Honey," ucap Anugrah dari kaca jendela mobil. "Tunggu nanti malam." Bella mengangguk lesu. Perlahan memutar tubuh setelah mobil sang kekasih menghilang dari pandangan. "Aku tunggu, Mas!" Ia kembali masuk ke rumah dan menutup pintu. Namun, baru beberapa langkah menjauh dari ruang tamu, ia mendengar suara deruman motor dari luar. Brak! Bella terhenyak kaget saat mendengar suara seseorang seperti merobohkan pintu pagar. Dengan cepat dia berlari mendekati jendela, membuka tirai dan melihat sekelompok anak muda merusak pintu pagar rumahnya. "Hey! Kalian siapa?" teriak Bella, memutar gagang pintu lalu membukanya. Tak! Sebuah pisau tajam melayang, nyaris mengenai kepala wanita cantik itu. Ia terhenyak kaget, buru-buru menutup pintu dan berlari masuk ke dalam rumah.Bella semakin gelisah saat melihat mobil yang ditumpangi tidak kunjung sampai ke tempat tujuan.Berulang kali ia bertanya, tetapi jawaban supir tetap sama. Pria itu hanya memotong jalan agar lebih cepat sampai. Namun, Bella semakin ragu, karena jalanan yang dilewati benar-benar tidak ia kenal. "Tolong berhenti di sini saja Pak, saya mau pesan taksi lain." Bella melepas sabuk pengaman di pinggang lalu merogoh tasnya, mencari ponsel. Sang supir melirik, bukannya menghentikan laju kendaraan roda empat itu, ia justru membanting stir ke kanan, hingga guncangan keras pun terjadi. Tubuh Bella terhentak, ponsel di tangan terlepas dan jatuh ke kolong jok mobil. Bella meringis kesakitan sambil memegang kepalanya yang terbentur atap. "Apa yang Anda lakukan Pak? Anda kenapa?" Bella menatap wajah supir yang terlihat dingin. Matanya memerah dengan tatapan tajam ke arah Bella. Akhirnya Bella tahu ada yang tidak beres. Sepertinya ia dijebak. "Hentikan mobil ini!" teriaknya, memegang sandaran jo
"Aku temani kamu ke kantor Polisi, ya.""Ngga usah Mas, aku bisa sendiri."Anugrah hanya menganggukkan kepala sedikit mendengar penolakan Bella. Siang ini dokter cantik itu akan mendatangi kantor polisi untuk memberikan kesaksian atas tuduhan malpraktek.Beberapa kali tawaran Anugrah ditolak oleh sang dokter. Ia merasa bisa pergi seorang diri, apalagi sudah ada dua pengacara yang disewa oleh kekasihnya.Bella memasukan beberapa barang yang tergeletak di atas meja ke dalam tasnya. Sesekali ia menarik napas panjang untuk meredakan perasaan gugup dan takut.Sebentar lagi dia akan berhadapan langsung dengan polisi yang menginterogasinya. Beberapa bukti tentang proses dan produser rumah sakit sudah disiapkan.Meskipun dia yakin akan menang, namun tidak dapat dipungkiri perasaan takut itu tetap ada."Aku sudah menyewa pengacara terbaik untuk mendampingimu di kantor polisi nanti," ucap Anugrah, yang sejak tadi berada di ruangan sang kekasih."Makasih, Mas. Kamu udah banyak bantu aku." Bella
"Bagaimana? Apa Bella pasti akan datang ke kantor Polisi?" "Dia tidak memiliki pilihan lain, Bos. Dia pasti akan datang ke kantor Polisi. Kemungkinan dia akan menyewa pengacara hebat untuk mendampinginya nanti.""Kalau begitu, kita ubah rencana.""Maksudnya?""Lenyapkan Bella. Buat seolah kematiannya karena kecelakaan. Setelah dia benar-benar sudah meninggal, aku akan kembali ke Indonesia dan mendekati Mas Anugrah lagi."Di dalam ruangan dengan udara apek yang menusuk hidung, dua orang anak buah Yuliana sedang berbicara dengan bos mereka di telepon.Salah satu anak buah Yuliana terdiam. Sedikit syok mendengar perintah bosnya yang berbeda dari rencana."Kalian bisa melakukannya kan? Atau perlu aku sewa pembunuh bayaran untuk melakukan tugas itu?" tanya Yuliana."Jangan Bos, kami bisa melakukannya. Bos tenang saja, kami akan melakukan semua yang Bos perintahkan." Lelaki yang memiliki tato di sekitar wajah, ketak
Dengan langkah kaki teratur, Bella menghampiri tiga pria berpakaian coklat di depannya. Sebisa mungkin ia menunjukkan wajah tenang, tak memperlihatkan ketakutan sama sekali."Selamat pagi, Bu Bella." Seorang polisi menghampiri Bella, mengulurkan tangannya ke depan wanita cantik itu. "Selamat pagi, Pak. Boleh kita bicara di sana saja." Bella menunjuk koridor di sebelah kanan, tempatnya sepi, dia akan terhindar dari perhatian orang-orang di rumah sakit.Ketiga polisi saling melempar pandang, kemudian menganggukkan kepala dan mengikuti langkah kaki Bella. Mereka berdiri di dekat pintu ruang kerja dokter cantik itu.Setelah merasa aman dari tatapan orang-orang, Bella mulai berbicara lagi dengan polisi di depannya, "Ada keperluan apa Anda datang ke sini Pak? Seingat saya, saya tidak pernah melakukan kejahatan."Seorang polisi mengeluarkan selembar kertas dari saku kemeja coklatnya. "Kedatangan kami ke sini untuk memberikan surat panggilan kepolisian pada Anda. Anda dilaporkan oleh saudar
Setelah malam panas terlewati. Paginya Bella merasa seluruh tubuh segar. Ia siap melewati semua masalah dengan kepercayaan diri yang penuh. Apapun yang terjadi, Anugrah akan selalu ada untuknya. Begitu kata-kata yang terus terngiang di telinga. Janji lelaki tampan itu bukan hanya menjadi penyemangat, tapi juga menjadi kekuatan besar untuknya. Bella memusatkan perhatian pada Anugrah, yang saat ini sedang menyiapkan sarapan di atas meja. Lelaki itu sangat tampan, meski usianya sudah tidak muda lagi. Tak ada celah sedikit pun untuk menyudahi kekagumannya pada Anugrah. Bella melangkah mendekati meja bundar lalu duduk. Melihat begitu cantik tataan makanan yang disiapkan oleh Anugrah sejak ia belum membuka mata. "Makasih, Mas," ucap Bella. Hanya itu yang bisa dia katakan, meskipun ia tahu semua tak sebanding dengan usaha sang kekasih untuk membahagiakannya. Anugrah tersenyum. Senyum yang begitu manis tersemat di bibir merah alaminya. "Bagaimana kwalitas tidurmu semalam?" Bella terdi
"Tidak usah dipikirkan, semua masalah pasti akan selesai." Anugrah berbisik lembut. Napasnya yang harum, menyapu bulu-bulu halus di sekitar tengkuk Bella. Wanita cantik itu memejamkan mata, menikmati hangatnya hembusan napas Anugrah. "Aku hanya takut masalahnya berlarut," gumam Bella pelan. Masih memejamkan kedua matanya. Anugrah mengeratkan pelukan. Memberi kehangatan untuk wanitanya. Tubuh kekar Anugrah, menjadi tempat sandaran ternyaman yang membuatnya tenang. Kemesraan di dalam kamar hotel itu sedikit terusik saat bunyi ketukan pintu terdengar. Anugrah berdiri, mendekati pintu dan membukanya. Seorang laki-laki mengantarkan makan malam pesanan Anugrah. "Terima kasih." Anugrah kembali mendekati ranjang dan menyiapkan makanan untuk wanitanya. Dengan malas, Bella mendekati meja dan menyantap makan malamnya. "Makan yang banyak, kamu membutuhkan tenaga untuk bekerja di rumah sakit," senyum Anugrah. Bella mengangguk pelan, kurang bersemangat. Seakan ia tahu kariernya akan hancur