Share

Akal Jahil Regan

Hari pernikahan Rendi akan berlangsung besok. Semua persiapan yang sudah dilakukan Fanya sempurna. Tempat impiannya dulu pun sudah ia dapat dengan keberuntungan. 

Menyiapkan pernikahan mantan pacar, bukan hal mudah bagi Fanya. Tapi entahlah. Apa Rendi juga merasakan hal yang sama? 

Malam ini, Fanya belum juga keluar dari gedung itu. Mengawasi semua persiapan dekorasi sampai mengecek konsumsi. 

Mengarahkan semua karyawan, agar sesuai dengan apa yang diharapkan klien. Kelambu putih, yang digantungkan sampai menyambung membentuk sebuah altar. 

"Udah, Nya! Kamu gak capek, dari tadi mondar-mandir mulu?"

"Kamu pulang aja, Mira! Udah tinggal dikit lagi, kok." 

"Mana tega aku ninggalin kamu. Emang kamu pulang mau jalan kaki? Ini udah jam sembilan loh." 

"Aku bisa pakek ojek ntar." 

"Enggak. Ntar aku yang anterin sampai ke rumah. Sini Nya, duduk sini!" seru Mira dengan menarik tangan Fanya. "Jaga kesehatan, kerjaan kamu masih banyak, besok." 

"Ini dulu tempat impian aku buat nikah sama Rendi. Semua dekorasinya persis seperti ini. Dan sekarang, aku harus mempersiapkan ini untuk dia dan orang lain." 

Fanya sudah tidak tahan lagi. Dia mengatakan semuanya pada Mira. Termasuk pernikahan paksanya dengan Regan. 

"Kamu masih mencintai dia?"

"Tentu saja. Aku sudah menjalin hubungan cukup lama dengan dia. Tidak mungkin aku bisa melupakannya begitu saja." 

"Nona," panggil Kai tiba-tiba yang entah sejak kapan dia sudah berdiri di belakang mereka. 

Tubuh mereka menegak seketika. Sampai Mira hampir saja mendaratkan tangan ke arah pria itu. 

"Kamu kenapa, sih, suka muncul tiba-tiba gitu? Kamu tidak bisa, muncul dengan baik-baik?"

"Saya tidak melihat pintu di sini." 

"Isshh," ujarnya dengan berdecak kesal. "Kenapa ke sini? Aku sudah bilang, kalau aku akan pulang terlambat nanti."

"Ini sudah di luar batas keterlambatan anda. Tuan Muda menyuruh anda pulang sekarang." 

Gadis itu menekuk kedua tangan ke dada. Mendekat ke arah Kaisar dengan santai. "Apa kamu tidak melihat, aku belum selesai." 

"Saya tidak peduli. Tugas saya hanya membawa anda pulang."

"Hei!" bentak Fanya. Menyeret tangan Kaisar agar pria itu sedikit menjauh dari Mira. "Begini ya, aku tidak pernah meminta sepeser pun pada Regan. Aku bekerja sendiri, dan sekarang pekerjaanku belum selesai. Jadi, kamu tidak bisa seenaknya saja menyuruhku pulang." 

"Silakan mengurus itu dengan Tuan Muda. Tugas saya hanya membawa anda pulang. Mari Nona!"

"Enggak. Aku pulang kalo udah selesai. Jangan berdebat denganku. Kamu tidak lihat, mereka masih bekerja." Fanya mencebik, berbalik meninggalkan Kaisar. 

'Bumi ini sudah tercemar gara-gara makhluk menyebalkan seperti Kaisar. Pantas saja sejak tadi aku sudah merinding.'

Baru juga beberapa langkah, tubuh Fanya diangkat begitu saja oleh Kaisar. Membawanya seperti karung beras. Tidak peduli gadis itu yang meronta meminta diturunkan dengan memukuli punggung Kaisar.

"Kai, turunin Kai! Kamu tidak bisa seenaknya seperti ini! Kai!"

Kaisar menulikan telinga. Berjalan ke arah Mira seolah mengangkat tubuh Fanya yang tanpa beban.

"Anda bisa menyelesaikan ini, 'kan? Saya pergi."

"Tung-" 

Belum juga Mira menyelesaikan perkataannya, Kaisar sudah terlebih dulu meninggalkan dia sendiri. Membawa Fanya yang masih memberontak. 

"Ahh ... sial! Jadi aku harus urus ini semua sendiri? Kenapa dia menyebalkan sekali, sih?!" umpat Mira dengan menghentakkan kaki kesal. 

Sementara Kaisar sudah membawa Fanya keluar dari gedung. Memasukkan gadis itu ke dalam mobil dengan paksa. 

"Diam Nona! Atau saya akan berbuat lebih kasar lagi." 

"Kamu memang sudah tidak waras."  

Dan paling menyebalkan, Kaisar justru tersenyum tanpa dosa menanggapi perkataan Fanya. Jika ada batu bata di sekitar gadis itu, pastilah sudah melayang ke arah Kaisar saat itu juga. 

"Hei, aku mau tanya sama kamu."

"Silakan Nona," ujar Kaisar dengan memasang seatbelt. 

"Ibu kamu dulu ngidam apa? Malang sekali melahirkan anak yang menyebalkan sepertimu."

"Mungkin mangga muda, jeruk asam, belimbing wuluh."

"Pantas saja lahir makhluk yang menyebalkan sepertimu," ujar Fanya lirih seolah berbisik. Padahal jelas-jelas Kaisar mendengar itu. Hanya saja dia memasang wajah datar dan biasa saja. Memfokuskan pandangannya ke arah jalan raya. 

"Hmmm tidur dia," ujar Kaisar lirih setelah ia melirik dari pantulan kaca spion. 

'Pantas saja telingaku tidak terasa berdengung lagi.'

Tidak ada pergerakan dari belakang sana. Jika dilihat, wajah Fanya sudah kelelahan sekarang. Dia begitu pulas dengan sesekali tertunduk-tunduk sampai kepalanya menatap kaca mobil berkali-kali. 

Dan itu membuat Kaisar tertawa cekikikan dengan menggeleng-gelengkan kepala. Sampai mobil Kaisar berhenti pun, Fanya belum terbangun juga. 

"Kenapa tidak turun Kai?" tanya Akbar yang menyambut mereka di depan pintu. 

"Tuh," ujarnya dengan menunjuk Fanya dengan dagu. 

"Jangan dibangunin, kasian juga Nona Muda. Lagi pula, bisa begadang lagi aku kalau dia sampai terbangun." 

"Tanya ke Tuan Muda sana, mau diapain dia? Ditinggal di mobil juga gak pa-pa. Aku bisa menginap di sini malam ini."

"Ih, tega bener kamu, Kai. Tunggu aku naik dulu."

Akbar sedikit berlarian sekarang. Takut-takut Kaisar terlebih dulu menyiram Fanya seperti yang dilakukan pria itu setiap harinya. 

Tok tok tok 

"Hmmm."

"Nona Fanya sudah pulang, Tuan. Dia tertidur di dalam mobil. Kalau anda izinkan, saya akan membawanya naik. Dia terlihat lelah sekali." 

Regan terdiam sesaat, sebelum akhirnya ia berkata, "Aku sendiri yang akan membawanya." 

"Baik, Tuan." 

Meskipun dengan ogah-ogahan, tetap saja Regan turun untuk membawanya. 

"Dia selalu saja menyusahkan." 

Benar Akbar bilang. Fanya terlihat begitu lelap tanpa pergerakan. Tangan kanan Regan, menyahut leher Fanya dengan tangan kirinya yang sudah berada di bawah paha Fanya.

Membawa gadis itu begitu tenang, seperti selembar triplek yang bisa ia remukkan dengan sekali remas. 

Entah sadar atau tidak, Regan tersenyum geli saat melihat Fanya yang menggesek-gesekkan kepala ke dadanya. Seperti anak kucing, yang bersembunyi di ketiak induknya.  

Bukan hanya menggesek, tapi Fanya juga bergeliat di dada Regan. Mencari tempat ternyaman. 

Memasukkannya ke dalam kamar, setelah Kaisar membantu membukanya. 

"Apa yang dia lakukan sampai semalam ini, Kai?"

"Nona Muda mengurus pernikahan untuk mantan pacarnya sendiri."

Selesai melepas sepatu Fanya, Regan menarik selimut tinggi-tinggi hingga gadis yang bertubuh mungil itu seperti termakan selimut. 

"Oh, jadi dia punya pacar?"

"Iya, Tuan. Dan dia mengatakan kalau dia masih mencintai pria itu."

"Baiklah, baiklah. Aku akan membuat kejutan untuk dia besok."

"Apa yang akan anda rencanakan, Tuan?"

"Aku akan menunjukkan suami dia di depan pria itu. Pangkas jadwal kerjaku. Aku akan datang ke resepsi pernikahan besok." 

"Saya akan mengaturnya."

"Sekarang aku harus berbagi ranjang dengannya. Ah, menyusahkan. Kalau saja dia tidak tertidur, aku tidak akan mengizinkan dia menempati itu."

"Saya bisa memindahkannya."

"Aku tidak setega itu," protes Regan. 

"Lantas kenapa anda membiarkannya di sofa selama ini?"

"Hentikan! Kamu sedang memancingku, 'kan ?!"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status