Share

Kekasih Regan

"Selamat Siang, Pak." Fanya tersenyun lebar dengan membungkukkan badan. 

"Anda ini ... oh, saya ingat. Anda pemilik wedding organizer yang bulan kemarin ke sini, 'kan? Mau menyewa tempat ini untuk pernikahan anda sendiri, 'kan? Wah ... saya tidak menyangka anda akan datang lebih cepat."

'Dih. Belum ngomong apa-apa, udah nyerocos duluan.'

"Saya memang mau menyewa tempat ini, Pak. Tapi untuk orang lain."

"Oh ... saya pikir anda akan menikah. Boleh, boleh, untuk tanggal berapa?"

"Dua minggu lagi."

"Hahahaha jangan bercanda atuh, Neng, mana bisa secepat itu? Anda tau sendiri, kan, minimal satu bulan sebelum hari H, setidaknya anda sudah ke sini untuk reservasi."

"Ayolah, Pak, aku butuh banget, nih." Wajah Fanya memelas dengan menaik turunkan alisnya. 

"Saya bisa saja ngasih ini, kalau masih kosong. Tapi masalahnya, sudah ada orang yang menyewa ini di hari yang sama," ujar pria itu dengan wajah kecewa. 

"Cancel saja dong Pak," rayu Fanya dengan menggoyang lengan pria itu.  

"Mana bisa seperti itu, Neng, ini soal kepercayaan, 'kan, dan anda pasti juga sudah memahami tentang itu." 

Ya, Fanya paham betul tentang itu. Ini juga tidak adil untuk mereka yang akan ia rugikan. Dan sekarang, ia harus berpikir keras untuk menemukan tempat yang cocok sebagai gantinya.  

"Maaf ya, Neng, tapi saya berjanji, jika mereka membatalkannya, saya akan langsung menghubungi anda." 

"Saya mengerti, Pak. Tidak apa-apa, saya hanya bisa berharap mereka membatalkannya." Fanya mengeluarkan kartu nama ke arah Pria itu. 

Langkahnya lesu, keluar dari gedung. Duduk di atas kursi mamanjang, di bawah pohon. Laptop yang sudah seperti kelasih gelapnya itu, mulai ia buka. Mencari reverensi tempat yang bisa ia sewa untuk pernikahan out door.

Sudah ada tiga tempat yang ia kantongi. Kembali, ia harus menyeret kaki meskipun perutnya sudah meronta.

Susahnya tidak ada mobil, membuatnya repot dua kali lipat. Kembali, ia harus berpanas-panasan dengan menaiki ojek dari aplikasi online.

Satu jam lebih dia sudah membuang waktunya hanya di jalan raya. Mendapati hasil yang juga mengecewakan. Bukan hanya tempat pertama, tiga tempat yang menjadi tujuannya pun semuanya nihil. 

"Gila, udah malem aja." Fanya mengusap kening, yang sudah basah dengan keringat. Bukan masalah tidak dapat tempat, tapi ia sudah sangat terlambat untuk menyambut kedatangan Regan tadi. 

***

Hari yang sama setiap harinya, Erland Enterprises akan selalu sibuk. Ribuan karyawan akan dengan senang hati memeras keringat dan juga pikiran mereka sebagai wujud dedikasi untuk perusahaan terbesar di negara ini. 

Sudah menjadi bagian dari perusahaan ini pun, merupakan kebanggaan tersendiri bagi mereka. Bukan hanya gaji yang dua kali lipat, bahkan sampai tiga kalinya, tapi perusahaan itu sudah membawa nama mereka. 

Dan di sinilah, Regan bersemayam. Lantai tertinggi, dengan ruangan Kaisar di depannya. 

Tok tok tok 

"Permisi, Pak." Staff Sekretaris itu masuk dengan membungkukkan badan. "Ada Nona Amanda di luar." 

"Suruh masuk saja," jawab Kai tanpa menoleh ke arah Sekretarisnya. 

"Siang Kai," sapa Manda dengan senyum lebarnya. 

"Siang Nona, silakan saja, Tuan Muda ada di dalam."

Profesi sebagai model profesional, sudah membuat Manda akan selalu berjalan melenggak-lenggok seolah selalu di atas catwalk. 

"Siang, sayang," sapa Manda dengan langsung merangkul pundak pria itu. Cium pipi kiri, pipi kanan, dan duduk tepat pinggiran kursi Regan. 

"Kamu free hari ini?"

"Aku izin sebentar tadi. Bagaimana malam pertamamu, kamu tidak menyentuh dia, 'kan?" 

"Bagaimana aku menyentuh dia, kalau aku hanya tertarik denganmu." Regan menutup laptop dan hanya fokus menatap Manda.

"Re, apa aku boleh meminta sesuatu," tanyanya dengan merangkul pundak Regan. 

"Apa pun untukmu, 'kan."

"Aku akan pergi ke Paris untuk memperagakan fashion week di sana, mungkin aku akan di sana selama satu bulan. Boleh ya," pintanya manja. 

"Manda, aku sudah menuruti permintaan kamu untuk menikahi wanita lain sebelum menikahimu, dan sekarang, kamu masih mau meninggalkan aku?"

"Hanya satu bulan sayang, ayolah, ini untuk karirku. Aku butuh dukunganmu, aku sudah berusaha keras untuk sampai ke sini. Aku janji, setelah ini, aku akan menjadi istrimu sepenuhnya."

"Kamu sudah mengecewakan aku, Manda."

"Aku minta maaf, tapi aku harus pergi Re, aku ingin mengejar impianku dulu, agar aku pantas berdiri di sampingmu." 

"Hanya satu bulan." 

"Terima kasih," ujarnya dengan memeluk Regan erat. 

"Makan malamlah di rumah nanti."

Kalau saja bukan karena wasiat itu, Regan juga tidak mungkin menikahi Fanya dalam waktu singkat. Dengan persyaratan Regan sudah menikah untuk mendapat semua warisan kakeknya. 

Sedangkan Amanda, justru tidak ingin terikat dengan hubungan itu. Baginya, menjadi model merupakan prioritas utama. Dan di sini, Fanya yang menjadi korban.

Menjadi istri sementara, sampai Manda siap untuk menikah dengan Regan. 

Dan sesuai janji, Pria itu datang ke rumah neneknya untuk menemui Sarah. Rumah yang baru dua hari berduka atas kepergian kakek Regan itu masih sunyi. Ditambah luasnya rumah itu, membuat suasana semakin mistis. 

"Silakan Tuan," ujar Kai dengan membukakan pintu mobil untuk Regan.

Sarah sudah menunggu kedatangan mereka. Berdiri di depan foto seorang pria di mana makamnya masih basah. 

"Sore, Ma."

"Kakek kamu orang yang luar biasa, Re."

"Ada apa Mama memanggilku ke sini?"

"Tentu saja untuk memarahimu. Bagaimana kamu bisa memungut gadis seperti itu? Kamu ini pemimpin perusahaan besar, Re! Setidaknya carilah wanita yang berpendidikan," protes Sarah dengan nada kesal.

"Aku tidak berubah, Ma. Aku akan menikahi Manda nanti. Dia hanya untuk sementara sebagai syarat warisan Kakek." 

"Baguslah, Mama senang mendengar itu. Biar bagaimana pun, wanita itu tidak akan pernah pantas untuk berada di tengah-tengah kita."

"Aku memang hanya memanfaatkan dia, tapi aku tidak suka kalau Mama sudah membicarakan status sosial. Bagiku, itu tidak penting sama sekli."

"Jangan bilang ke Mama kalau kamu sudah mencintainya."

"Sudah aku bilang, kan, Ma, aku hanya mencintai Manda. Tapi aku tidak setuju kalau Mama membicarakan status sosial."

"Sudahlah, terserah kamu. Yang jelas, Mama tidak akan tinggal diam kalau kamu tidak segera menceraiakan wanita itu."

"Hanya aku yang akan menentukan itu. Lagi pula, Papa juga tidak pernah mempermasalahkannya, 'kan?"

Sarah duduk dengan menekuk kedua tangannya kesal. "Papa kamu mana mau mengurusi hal seperti ini, Re, dia hanya tau perusahaannya saja yang di sana. Oh ya, suruh dia pakai pengaman, Mama khawatir kalau sampai ada janin di dalam perutnya."

"Aku tidak tertarik dengannya."

"Jangan mengatakan itu, kamu laki-laki normal, yang bisa tertarik dengan wanita dan tergoda kapan pun."

"Mustahil."

"Re, Re!" 

Regan menulikan telinganya saat ini. Dia keluar begitu saja, tanpa menoleh ke belakang lagi.

Regan, Regan, kalau sampai ucapan Mama benar, kamu akan menyesalinya nanti.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status