Share

Love and beautiful life
Love and beautiful life
Author: HadasaSjtk

Bab I Nalbi

“Mari kita mengambil jalan masing masing,” ucapku kepadanya dengan nada serius.

“Aku sudah muak dengan semua alasanmu yang tidak masuk akal. Kau terus menerus hanya memikirkan dirimu sendiri kau tidak pernah sedikitpun memikirkan keadaanku, semua alasan yang kau ucapkan hanya untuk kepentingan mu! Sudahlah mari mengakhiri percakapan ini aku sudah lelah.

“Bukan begitu hanya saja...”

“Aku udah enggak peduli, yang terbaik adalah kita berpisah dan menentukan jalan kita masing-masing,” ucapku dengan cepat memandangnya dengan sinis lalu pergi.

Dia Jene Simanjuntak salah satu teman seangkatanku yang beberapa kali melakukan pelayanan bersamaku, selama pelayanan bersama memang dia benar-benar sangat menguji kesabaranku dia itu orangnya tidak pernah tepat waktu, kekanakkanakan, selalu mengeluh dan yang paling membuatku stress adalah sifatnyai yang selalu mementingkan dirinya sendiri.

 Dan mengapa aku tetap mau melakukan pelayanan denganya? Maka jawabanya adalah rasa kasihan, itulah jawaban yang dapat kuberikan. Teman-teman seangkatan merasa bahwa dia tidak tertolong karena sifatnya yang benar-benar menyebalkan mereka menyerahkanya padaku karena mereka menganggap aku adalah orang yang tepat yang dapat mengajarinya ke arah yang lebih baik dan juga dengan alasan bahwa rumah kami berdekatan.

Tapi untuk masalah kali ini aku sunguh-sungguh angkat tangan dengan sifatnya itu bagaimana tidak, awalnya kami akan bersama melakukan praktek lapangan 1 di Samosir akan tetapi disana tidak lagi menerima Mahasiswa praktek karena suda ada mahasiswa lain yang menghubungi tempat tersebut.

Lalu Jene yang tidak mau ambil pusing menyerahkan semua urusan mengenai tempat kepadaku katanya.

“Nanti yang mencari tempat kamu aja yah, aku ada urusan kalau memang udah dapat. Aku gak bakalan protes mengenai tempat, yang penting kita dapat tempat dulu.”

Aku lansung mengiyakan pernyataanya tersebut. Kemudian setelah menghubungi beberapa kenalan, salah satu Gereja yang aku hubungi yakni gereja di Sipahutar mengkonfirmasi bahwasanya mereka sudah setuju kalau kami akan praktek lapangan disana. Dengan perasaaan senang karena sudah mendapatkan tempat aku menghubungi Jene dan memberitakunya mengenai berita bagus tersebut.

“Jene di Sipahutar menerima mahasiswa praktekyah, Pendeta Ressortnya juga udah konfirmasi hal itu dan mereka minta minggu depan kita udah bisa datang kesana dan lihat-lihat situasi terlebih dahulu.”

“oh yah, Sipahutar dimana sih?” jawabnya dengan santai.

“Aku juga gak tau aku belum pernah kesana,” Ucapku dengan jujur.

“ok, aku diskusi dulu sama orangtuaku mengenai hal ini.”

Jene mematikan teleponya dan satu jam kemudian dia datang kerumahku sambil sedikit berteriak dia memulai percakapan.

“Daisy, Sipahutar itu jauh tau! aku itu enggak bisa ketempat yang jauh-jauh aku mual-mual kalau perjalanan jauh, dan karena itu jauh dari rumah entar kalau aku sakit gimana siapa donk yang bakalan ngurusin aku, iih.”

“Lansung ke intinya saja, enggak usah bertele-tele apa maksudmu,” jawabku lagi kepadanya

“Intinya aku enggak mau ketempat itu. Lagian kata mama papah aku itu tempat masih sangat perkampungan, nanti gimana kita hidup disana.”

“Kamu lagi bicara apasih Jene? Kamu yang menyerahkan kepadaku mengenai mencari tempat dan kamu bilangg bahwa apapun keputusanya maka kamu bakalan ok ok aja. Dan kamu tau kan bahwasanya mereka juga udah ok dan sekarang kamu bilang apa? engggak mau ? Sumpah becandamu itu enggak lucu Jene!” Jawabku dengan menekankan setiap kata.

“Aku gak lagi becanda Daisy, aku ini lagi bicara serius sama kamu. Aku benar-benar gak mau kesana aku udah cari informasi tentang situasi disana dan aku udah bulat memutuskan gak mau kesana.”

  “Kita cari tempat lain aja kan kamu tingga menghubungi kesana lagi dan bilang kalau kita gak jadi praktek disana,” timpal jene dengan nada santai tanpa merasa bersalah.

  Tanpa kusadari air mataku udah enggak bisa di bendung lagi aku kesal, aku marah aku kecewa dengan semua ucapanya. Bagaimana mungkin dengan gampangnya aku membatalkan ke Sipahutar padahal satu jam yang lalu aku sudah mengiyakan bahwasanya akan praktek disana. Bagaimana mungkin aku membatalkan padahal mereka udah dengan tangan terbuka menerima kami.

Pada akhirnya aku yang sebenarnya belum siap untuk pelayanan sendiri memutuskan untuk pisah jalan. Aku akan tetap berangkat ke Sipahutar dan untuk Jene aku tidak peduli dia mau kemana yang aku tau aku tidak lagi punya urusan dengan dia.

Tempat ini sangat indah di kelilingi oleh bukit-bukit yang menjulang cukup tinggi, hamparan sawah dan juga kebun nenas, sehingga masih sangat asri dan sangat sesuai untuk menjadi tempat menikmati keindahan alam.

Itulah bagaimana aku menggambarkan Sipahutar yang pada akhirnya menjadi tempat pilihanku untuk melaksanakan praktek lapangan 1 atau sekarang sering disebut dengan KKN.

Sipahutar merupakan sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Tapanauli Utara, Provinsi Sumatera Utara Indonesia. Aku sendiri Daisy Aritonang salah satu Mahasiswa Theologia di kampus yang cukup terkenal di Pematangsiantar, mahasiswa tingkat 3 semester 6.

 Seperti ceritaku sebelumnya bahwasanya rencana awal aku akan praktek bersama temanku yang juga seangkatan denganku akan tetapi setelah perdebatan panjang kami memutuskan mengambil jalan masing-masing. Dan disinilah aku berakhir setelah perjalanan selama 20 Jam dari rumahku aku sampai di Sipahutar.

Aku menelpon Pendeta Ressort yang merupakan Pendeta yang menerimaku selama praktek mengatakan bahwa aku sudah sampai dan Beliau menyuruhku untuk menungggu. Seperti orang bodoh aku terus merasa gelisah karena ini merupakan tempat yang jauh dari rumahku dan aku belum pernah kesini aku terus melihat ke kanan dan kekiri karena merasa terancam apakah akan ada yang datang atau tidak, dan satu hal lagi tempat ini sangat-sangat dingin berbanding terbalik dengan Pekanbaru yang cuacanya panas.

Setelah menunggu selama 30 menit akhirnya sebuah mobil Toyota Rush putih datang, seseorang dari dalam mobil menurunkan setengah kaca sebelah kiri dan berkata

“Daisy kan... masuk aja.”

Hah, sangat arogan itulah kesan pertamaku terhadapnya. Bagaimana tidak dia tidak lansung mati jika dia turun dan membantuku mengangkat barang-barangku tapi apa yang barusan dikatakanya? Masuk saja benar-benar menyebalkan. Dengan susah payah aku memasukan barang-barangku dan kemudian akupun masuk ke dalam mobil.

Aku terus melirik kearahnya dengan perasaan kesal sepanjang perjalanan tidak ada percakapan diantara kami. Aku melihat keluar jendela cuaca cukup cerah akan tetapi hujan ringan tiba tiba turun

“Nalbi,” ucapnya dari depan

Hm? Nalbi?” jawabku dengan binggung dan berharap mendapatkan penjelasan namun hening tidak ada jawaban sedikitpun

“Sangat menyebalkan.”

Hanyut dengan suasana terlintas dikepalaku bagaimana perjuanganku hingga ke tempat ini aku benar-benar merasa sangat tertekan apalagi mengigat bagaimana laki-laki ini menanggapiku seluruh pikiran negatif melintas di pikiranku. Kemudian untuk mencairkan suasana aku membuka suara aku tidak ingin di anggap sombong ataupun apatis aku bertanya

“Abang, siapa namanya?”

“Daniel Joy Saragi,” jawabnya tanpa menoleh kearahku.

Sangat menyebalkan dia benar-benar minus dimataku, setelah beberapa saat kami sampai. Kami lansung di sambut oleh Pendeta Manalu dan istrinya beserta satu lagi anak laki-laki yang menurutku juga seumuran denganku dia memperkenalkan dirinya sebagai Feno Syaputra dia memiliki senyum yang ramah dengan dimpelnya yang menawan hati, itulah bagaimana aku melihatnya.

Pergilah berberes dahulu kamarmu ada di ujung ucap Pendeta sambil menunjuk ke arah kamar yang akan aku tempati, Pendeta menyuruh Feno dan Joy untuk membantuku mengangkat barang-barangku.

Setelah mengatur barang-barangku aku lansung pergi ke kamar mandi dan seperti dugaanku aku benar benar tidak tahan dengan airnya ini benar-benar sangat dingin aku mengigil dan lansung bersin-bersin, sinusitisku kambuh itulah yang terjadi aku tidak tahu bahwa Sipahutar itu dingin padahal aku adalah orang yang alergi dingin.

 Dengan tegesa-gesa aku keluar dari kamar mandi dan aku sedikit terkejut dan memundurkan sedikit langkahku sambil menyilangkan kedua tanganku di depan dada karena Joy berdiri tepat di depan pintu.

“Apa yang kau lakukan!” Ucapku dengan nada terkejut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status