Share

Bab 5 Berjalanlah Disampingku

“Aku lapar,” ucapnya kepadaku.

“Tentu saja kau lapar, kau menangis sambil berjalan.”

Aku memesan makanan untuk kami berdua, dan selesai makan tidak lupa aku membungkus makananya untuk Feno karena aku yakin dia belum makan dan memilih untuk menahan lapar daripada harus pergi keluar. Setelah bungkusanya selesai aku membayar semua yang kami pesan ke kasir.

“Kau mau membeli hal lain?” tanyaku padanya yang masih duduk di tempat kami makan tadi.

“Tidak ada,” jawabnya sambil menggelengkan kepala.

“Kalau begitu kita lansung pulang.” Aku mengenggam tanganya.

“Tidak perlu menggenggam taganku, aku tidak akan tersesat lagi,” katanya sambil berusaha menarik tanganya.

Tanpa membalas ucapanya aku semakin mengenggam tanganya dengan erat.

Sesampainya di rumah Daisy turun dari mobil dan menungguku yang sedang memasukan mobil ke bagasi. Aku melihatnya yang berdiri dan sesekali melirikku sambil berjalan dia yang menyusulku dari belakang mulai mengeluarkan suara.

“Terimakasih banyak, yah Joy.”

“Untuk apa?” aku balik bertanya.

“Karena…”

“Karena sudah menemukanmu,” ujarku dengan cepat

“Bisa di bilang begitu.”

“Baiklah kalau begitu sini,” balasku sambil mengulurkan tanganku kepadanya.

“Hm? apa? tanganku? tidak perlu kitakan sudah sampai.”

“Apa yang kau bicarakan, sini handphone mu.”

“Ahhh handphoneku,” jawab Daisy tertunduk malu dan menyerahkan handphonenya kepadaku.

Aku terkekeh melihat tingkahnya yang menggemaskan, setelah membuat kontakku di hpnya dan juga menyalakan GPS tanpa sepengetahuanya aku menyerahkan handphone tersebut kepadanya.

Di rumah terlihat Feno yang sedang bermain game, melihat kami yang datang dia menghentikan permainanya.

“Darimana saja? Mengapa sangat lama? Aku sudah hampir mati kelaparan.” Keluhnya.

“Ini makananmu,” ucapku menghampirinya dan menyerahkan bungkusan tadi kepadanya.

“Kau yang terbaik.” Senyumnya melebar.

“Kami sudah makan, nikmati makanan mu.”

“Tanpa kau suruhpun aku akan melakukanya,” balas Feno bersiap melahap makanan yang ku beli tadi.

Setelah membersihkan diri dari kamar mandi, Daisy lansung masuk ke kamarnya. Aku yang masih di ruang tengah memperhatikan langkahnya, wanita itu pasti sudah sangat lelah seharian berada di luar dan melewati hari yang sulit.

“Sesuatu terjadi?” Feno bertaya tanpa mengalihkan pandangan dari makananya, membuatku mengalihkan pandanganku dari Daisy dan melihatnya.

“Hanya peristiwa kecil,” ujarku.

“Jika bersamamu aku yakin semua akan baik-baik saja.” Feno melirikku dan mengedipkan matanya.

“Yakk! Berhenti melakukan hal menjijikan,” balasku bergidik ngeri, lalu pergi kekamar menjauh meninggalkan Feno yang masih makan.

“Yakk mau kemana hahhahaha,” katanya sambil tertawa menggodaku.

Di kamar Daisy terus memikirkan peristiwa tadi, wanita itu benar-benar bersyukur karena Joy datang mencarinya kalau tidak dia tidak tau seperti apa nasipnya sekarang. Daisy memainkan handphonenya belum beberapa saat dia sudah jatuh tertidur.

Beberapa saat setelah jatuh tertidur samar-samar Daisy mendengar suara seseorang yang memangil-manggil, dia tersentak kaget dan memaksa tubuhnya untuk bangun. Wanita itu membuka pintu kamarnya dan berjalan menuju pintu utama rumah.

Daisy yang sedikit takut mengintip dari jendela kaca rumah di luar gadis itu melihat seorang ibu yang sedang panik dan terus menerus mengetuk pintu. Daisy yang masih mengantuk dengan cepat membukakan pintu.

“Tolong aku,” dia memegang tanganku dan memohon dengan sangat pilu.

Aku yang sangat panik tidak tahu harus berbuat apa, Joy tiba-tiba muncul memegang bahuku dan menatapku.

“Tenangkan dirimu, jangan melamun dan dengarkan aku,” pintanya kepadaku.

“Sekarang sediakan tempat yang empuk untuk anak ini berbaring,” perintahnya.

Aku segera berlari dan mengambil selimutku untuk di jadikan tempat berbaring, kemudian dengan cepat Joy mengambil alih anak tersebut dan membaringkanya, dia melepaskan kancing bajunya dan secara berlahan dan lembut memiringkan tubuh anak itu.

“Apakah kita perlu mengambil sendok, aku takut dia menggigit lidahnya,” ujar inang tersebut sambil menangis tersedu-sedu.

“Dia sudah tidak apa-apa, tidak usah khawatir bu,” ucap Joy berusaha menenangkan.

Joy melirikku seakan-akan memberikan isyarat dengan sigap aku memahami maksudanya dan kemudian aku memapah inang tersebut untuk duduk, Aku juga memberikan air putih kepadanya agar wanita ini sedikit rileks. Setelah beberapa saat Joy menghampiri kami dan mengajak ibu tersebut berbincang.

Dari sudut mataku dari tadi aku melihat Feno yang berdiri di ambang pintu kemudian dia berbalik dan masuk ke kamar, aku tidak tahu mengapa dia tidak turut keluar dari kamar dan membantu Joy.

“Dia sudah tidak apa-apa, dan sekarang dia sudah tertidur lelap.”

“Terimakasih, nak terimakasih walaupun sudah jam 2 pagi kau masih mau menolong inang, tadi inang mau pergi ke klinik tapi klinik cukup jauh jadi inang putuskan untuk datang kesini.”

“Inang sudah bekerja keras.” Joy tersenyum sangat ramah.

“Nanti kalau sesuatu seperti ini terjadi lagi, inang harus ingat enggak boleh menggendongnya inang harus membaringkanya di tempat yang nyaman.”

“Kemudian inang harus melonggarkan pakaianya agar dia tidak sesak, setelah itu cobalah secara berlahan memiringkan tubuh nya dan jangan sekali kali berusaha menahan kejang-kejangnya atau memasukkan benda asing ke mulutnya dengan alasan agar dia tidak menggigit lidahnya. Jika melakukan hal itu itu akan menjadi hal fatal, jadi hindari menggendong, menahan tubuhnya agar tidak kejang dan memasukan benda asing ke mulutnya,” Jelas Joy dengan seksama.

“Dia adalah putri pertamaku jadi aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, semalam dia baru selesai imunisasi tiba-tiba dia menjadi demam dan tadi dia kejang-kejang. Aku sangat takut sesuatu terjadi dan kehilanganya.”

“Inang sudah melakukan hal yang tepat, inang hanya perlu mengigat jika hal seperti itu terjadi lagi inang harus melakukan perkataanku.” ucap Joy meyakinkanya.

Sekarang sudah menunjukan pukul setengah empat pagi, dan inang tersebut bersikeras untuk pulang. Pada akhirnya aku dan Joy mengantarkanya, kami berjalan berlahan karena ternyata rumah inang hanya selisih 3 rumah dari rumah kami. Sambil berbincang kami mengetahui bahwasanya suami inang tersebut sedang martombak atau bisa di bilang suaminya sedang bekerja mengambil getah kemenyan dan menginap karena tempat kerjanya cukup jauh.

Sesudah mengantarkan inang tersebut kami pun berbalik untuk pulang, Joy berjalan didepanku dan aku mengikutinya dari belakang.

“Jangan berjalan di belakangku, berjalanlah disampingku.” Joy memperlambat jalanya agar dapat beriringan denganku.

“Tadi Feno sudah bangun.” Melirik untuk memperhatikan ekspresinya.

Joy menghela nafasnya panjang dan berkata.

“Cobalah besok berbicara denganya, besok dia akan mengurung dirinya dikamar.”

“Kenapa?”

“Entahlah,” balasnya tidak memberikanku jawaban.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status