Share

Love at The Sunset
Love at The Sunset
Penulis: Mavixora

1. Pertemuan

Ddrrr... Ddrr... Ddrr...

Suara Ponsel bergetar di balik saku jaketnya.

“Kau tidak lupa hari ini bukan?” sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.

Suasana kampus tampak begitu ramai, seorang anak gadis tengah di pandangi oleh beberapa anak laki-laki di kampus. Ya! Itu bukan kali pertama gadis itu mendapat tatapan dari para pria. Sepertinya dia tengah asik memainkan ponselnya, sesekali dia menyerup minuman yang telah dipesannya sedari tadi.

“Aku harus mencari tambahan uang lagi untuk kebutuhan dua tahun di sana. Apa aku kerja paruh waktu saja sambil menulis naskah baru?” gumannya dalam hati.

Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya lagi. Membuatnya begitu terburu-buru pergi.

Sebuah kafe bernuansa modern di padukan dengan desain klasik kuno masuk ke dalam sebuah kafe. Suasana tidak begitu ramai, namun terdapat beberapa pengunjung.

“Oh, Vin. Sini ....” sebuah sapaan untuk gadis itu dari seorang wanita umurnya sekitar 35thn.

“Oh editor,” sapa Vinara sambil duduk di bangku depan wanita yang dipanggil editor itu.

“Apa yang sedang kau kerjakan?” tanya wanita itu.

“Naskah baru, hampir selesai. Mungkin aku, akan mengirimkannya minggu ini, kemudian akan melanjutkan naskah baru lagi,” jawab Vinara.

“Baiklah. Aku ingin kau menandatangani kontrak untuk naskah barumu,” kata wanita itu.

Tanpa membaca kontrak, Vinara langsung saja menandatangani kontrak.

“Editor Lee, apa kau memiliki kenalan yang lagi membutuhkan tenaga kerja? Jika ada, aku ingin bekerja paruh waktu tanpa menghambatku dalam menulis naskah baru,” tanya Vinara.

“Kenapa? Bukankah gaji menjadi penulis selama ini cukup untukmu?" tanya Editor Lee.

“Uangnya belum cukup untuk biaya hidupku jika aku kuliah di Luar Negeri selama dua tahun nanti, lagi pula gaji selama ini untuk membiayai adik dan ibuku,” kata Vinara dengan nada melemah.

“Baiklah, aku akan membantumu mencari pekerjaan,” kata editor Lee sambil mencek kontrak yang telah ditandatangani oleh Vinara. “Vinara, kami ingin kau membuat sebuah perubahan dalam naskahmu kali ini,” kata Editor Lee.

“Pastinya,” kata Vinara dengan nada meremehkan.

“Kami ingin kau menambahkan unsur romantis dalam naskahmu kali ini," kata Editor Lee membuat Vinara terbelalak kaget.

“Tidak, aku tidak bisa mencampurkan unsur romantis pada novelku,” kata Vinara menantang. “Aku ini penulis thriller, apa yang akan mereka katakan jika aku menulis novel romantis. Pokoknya, aku tidak akan menulis novel romantis,” kata Vinara dengan nada sedikit tinggi.

Karena kesal, Vinara beranjak pergi namun langkahnya terhenti karena sebuah kalimat dari Editor.

“Kau tidak bisa melanggar kontrak,” kata Editor sambil menunjuk sebuah perjanjian yang tidak bisa di tolak oleh Vinara.

Dengan kesal, Vinara mengikuti apa yang dikatakan oleh Editor Lee.

“Jangan terlalu kesal seperti itu, kita akan mencetak rekor baru jika kau menulis novel dengan genre berbeda dari sebelumnya. Pasti akan laris di pasaran dan akan dilirik oleh produser-produser besar. Ini akan, menambah uang kuliahmu nanti,” kata Editor Lee.

“Baiklah, sampai jumpa nanti. Aku akan memikirkan bagaimana caranya agar aku mendapatkan ide untuk menulis naskah baru,” kata Vinara sambil beranjak pergi meninggalkan Editor Lee.

“Aaa. Vinara. Kau tidak perlu khawatir soal pekerjaan. Kau akan mendapatkan pekerjaan jika kau di tempat kuliahmu nanti,” kata Editor Lee sambil tersenyum.

Vinara mengacak rambutnya, karena begitu kesal hingga semua orang menatap ke arahnya.

**

Meja berwarna coklat keemasan terlihat disebuah ruang kamar. Beberapa buku terlihat dan sebuah laptop di atas meja itu. Dari arah luar, Vinara membawa secangkir kopi dan diapun melanjutkan ketikannya. Tidak lupa kacamata bulat kesayangannya terpasang di wajahnya. Dia menjadi gadis culun ketika dia menulis naskah, dengan kepribadian yang tidak bisa dijelaskan.

Tak... Tik... Tak...

Delete ... Delete ... Delete ...

Sebuah suara keyboard terdengar, namun lagi dan lagi dia menghapus apa yang dia ketik.

Tak... Tik... Tak...

Delete ... Delete ... Delete ...

Serasa lagi frustasi karena kehabisan ide untuk naskahnya.

“Aaaiiisss... Editor sialan. Aku tidak tahu, harus membuat adegan seperti apa. Aaakkhh ....” kata Vinara sambil mengacak-acak rambutnya.

Suaranya terdengar sampai ke luar membuat seseorang naik dan membuka pintu kamarnya.

“Vin ada apa? Kenapa berteriak seperti itu?” tanya seorang wanita sambil membuka pintu kamar Vinara.

“Tidak kenapa-kenapa, aku hanya lagi pusing memikirkan sesuatu,” kata Vinara sambil tersenyum.

“Sebaiknya sarapan dulu, hari ini ada kuliah bukan? Hari ini dosen Killer itu yang masuk, jadi kita harus tiba di kelas sebelum dia. Bisa-bisa kita dapat nilai rendah dan bisa mengulang semester depan!” kata gadis yang tinggal se rumah dengan Vinara.

“Aku bisa sedikit santai, karena ini semester akhirku,” kata Vinara membuat temannya mengerucutkan bibirnya.

“Ah, dia pria tua. Tapi masih saja dia dosen Killer di usianya seperti itu,” kata gadis itu. “Aaaa... menyebalkan. Tapi, mata kuliahnya—wajib,” kata teman Vinara sambil mengembungkan pipinya.

“Sudahlah. Nggak perlu menghibah, dosa tahu,” kata Vinara sambil tertawa kecil. “Lebih baik menenangkan pikiran, sambil mencari ide,” kata Vinara membatin.

“Daripada dia, hal yang membuatku frustasi adalah hal romantis,” kata Vinara membatin. “Lebih mengerihkan daripada pembunuhan yang kulakukan di dalam naskah,” tambah Nalya lagi.

Sebuah taman di tepi sungai dekat kampus yang begitu jarang di kunjungi oleh para mahasiswa ataupun masyarakat karena terdapat hewan legendaris penunggu taman itu. Bagi Vinara hewan legendaris itu adalah sahabatnya, karena setiap saat dia memberi makan hewan-hewan tersebut.

"Makan yang banyak, dan pergilah jalan-jalan. Aku ingin sendiri," kata Vinara berbicara pada hewan yang tengah diberinya makan tersebut.

Dengan wajah lemas dia memikirkan ide untuk naskah novel barunya.

Waktu berlalu, tidak terasa dia berada di taman itu selama dua jam memikirkan ide naskah terbarunya.

“Aaaaa ....” suara teriakan terdengar.

Dari kejauhan terdengar seorang anak tengah berlarian, sedang di depannya terlihat seorang pria tengah berjalan. Sama seperti Vinara, pria itu menoleh ke arah belakang—mencari asal suara yang dia dengar.

Mengikuti suara teriakan, dan anak yang tengah berlarian dia pun ikut berlarian. Hewan-hewan berwarna putih dengan lantangnya mengejar mereka—itu adalah hewan legendaris penunggu taman ini—Angsa Putih, kedua orang tersebut berlarian.

Anak yang tengah di kejar Angsa bersembunyi dibalik tubuh pria itu. Membuat pria itu yang semakin di kejar oleh angsa, Vinara tertawa terbahak-bahak ketika melihat pria itu memilih menceburkan dirinya ke dalam sungai karena tidak menemukan jalan lain untuk kabur.

Kedua orang tua anak yang di kejarnya terdiam ketika melihat pria itu menceburkan dirinya ke dalam sungai, sedang Vinara tertawa melihat kejadian itu.

Mereka lebih heran, ketika aku menyuruh angsa-angsa tersebut pergi.

“Apa kau pemilik hewan itu?” tanyanya.

“Tidak, mereka hewan liar di sekitar sini. Aku hanya sering memberi mereka makanan,” Vinara sambil menahan tawa. “Sebaiknya kau keluar saja dari situ, di dalam sungai ada buaya,” kata Vinara berbohong membuat pria itu terbirit- birit keluar dari sungai sedang Vinara pergi meninggalkan Pria itu.

Sebuah handuk dan pakaian terlihat di bangku taman itu. Sepertinya Vinara memberikan pakaian itu untuk pria yang di kejar angsa tersebut.

Bersambung …

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status