Keesokan paginya Sandra yang sudah rapi mengenakan seragam sekolah datang mengetuk-ngetuk pintu kamar kakaknya. "Kakak..., Kak Lara kata Bunda turun yuk buat sarapan. Kak Lara... helow...! Denger aku nggak sih? Apa masih tidur?" Sandra berkali-kali mengetuk pintu kamar Lara namun tidak ada jawaban apapun dari kakaknya. "Apa kakak jangan-jangan masih tidur ya?" Sandra pun akhirnya berhenti mengetuk kamar sang kakak. Ia berpikir jikalau sang kakak masih tidur jadinya ia pun memilih untuk tidak mengganggunya. Saat hendak berbalik badan meninggalkan kamar Lara, Sandra malah dibuat kaget dengan kedatangan bundanya yang tiba-tiba sudah berada berdiri dibelakangnya. "Astaga Bunda, bikin kaget Sandra aja!"
"Habisnya kamu Bunda suruh panggilin Kak Lara turun lama banget, jadinya Bunda ke atas sendiri aja buat mastiin. Terus kok kamu masih disini sih? Kak Lara mana?"
Sandra menolehkan kepalanya ke arah kamar Lara nengisyaratkan kalau kakaknya masih belum keluar. "Tadi udah Sandr
Lara begitu sedih dan hamcur, tak hentinya ia menyalahkan dirinya sendiri dengan semua yang terjadi. "Gue gagal, gue udah gagal jadi anak, gue udah ngecewain Bunda!" Lara melihat ke arah cermin memandangi dirinya yang tampak menyedihkan. Bahkan kata menyedihkan mungkin belum cukup untuk menggambarkan atas betapa nista nestapa yang ia alami saat ini. "Ini semua gara-gara lo dasar cowok brengsek! Biadab!" Maki Lara kemudian dengan marah melempari cermin itu dengan berbagi botol parfumnya.***Hani yang kini masih duduk diatas ranjang untuk menenangkan diri seolah masih syok dan tak percaya mengetahui kenyataan yang terjadi pada putrinya. Bayi cantik yang ia lahirkan dan ia besarkan dan ia jaga dengan penuh cinta dan kasih sayang, nyatanya malah harus mengalami tragedi menyedihkan itu. "Apa yang harus aku lakuin sekarang? Apa aku harus terus menyembunyikannya. Tapi bagaimanapun hal ini tidak bisa terus disembunyikan." Sejatinya Lar
Lara pun pulang ke rumah, dengan tubuh kelelahan mata agak sembab ia berjalan memasuki gerbang rumahnya. Lara sempat berpikir apa mungkin salah satu temannya atau gurunya menghubungi sang bunda terkait dirinya tidak masuk hari ini? Tapi siapa peduli saat ini Lara hanya ingin segera masuk ke kamarnya untuk menenangkan diri. Setelah melepas sepatu dan cuci tangan Lara langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya.Namun saat dirinya ingin masuk kamar ia malah justru dikagetkan dengan penampakan sang Bunda yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan memasang wajah serius."Huh? Kok ada Bunda ya apa jangan-jangan Bunda udah tau kalau hari ini aku nggak masuk," ucapnya dalam hati. "Bu- bunda ngapain di depan kamar Lara?"Hani tak menjawab pertanyaan Lara, ia langsung meminta Lara masuk ke kamar bersama dengan dirinya."Ada apa sih Bun? Kok kayaknya muka Bunda serius banget."
Di jalan Lara terus kepikiran tentang kenyataan jika dirinya saat ini tengah mengandung. Sungguh hal tak pernah terpikirkan oleh Lara setidaknya dia tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan mengandung di umurnya yang masih tijuh belas tahun."Udah sampe Dek," ucap driver taksi online, namun sepertinya Lara yang masih melamun tak mendengarnya. "Dek, dek udah sampe sekolah.""Eh iya udah sampe, sorry ya Pak saya nggak tau.""Iya Dek nggak apa-apa."Lara pun akhirnya turun dari taksi online tersebut. Ia melihat gerbang sekolah yang membentang di hadapannya, baginya kini memasuki gerbang sekolah terasa mengerikan sekali ribuan pertanyaan menghantui isi kepala Lara. Gimana kalau orang-orang disekolah tau gue hamil? Gimana kalo gue terpaksa dikeluarin dari sekolah karna hamil? Gimana kalo gue nggak bisa lulus karena hamil? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sungguh membuatnya
Setibanya di rumah Lara langsung pergi ke kamarnya dan menguncinya rapat-rapat dari dalam. Gadis itu mengatur napasnya yang tersengal-sengal dan hatinya yang berdetak kencang. Lara mengeluarkan alat tes kehamilan yang dibelinya tadi dari dalam tasnya. Takut! Hal itu yang dirasakan oleh Lara, namun ia tetap harus melakukannya. Dengan tekat yang kuat ia pun bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa saat selesai melakukan test dengan urinnya, Lara masih belum berani untuk melihat hasilnya. Dirinya belum siap jika hasilnya benar-benar positif kalau dirinya hamil. Ya Tuhan aku takut, apa aku bisa kuat nerima kenyataan kalau beneran aku hamil. Sadar tidak bisa terus terkurung dengan rasa penasaran yang semakin memuncak, Lara pada akhirnya memberanikan diri untuk mengetahui hasilnya. Ia mengangkat alat kehamilan tersebut ke hadapan matanya, perlahan Lara membuka matanya. "Du- dua garis?" Seketika tubuhnya lemas dan Lara pun jatuh terkulai diatas lantai sambil ma
Di sekolah Lara terlihat tengah berada di kantin bersama kedua sahabatnya Chika da Tara. Ia terlihat tengah menyantap semangkuk bakso dengan lahapnya, saking lahapnya sampai-sampai kedua temannya itu dibuat menelan ludah. "Lara, lo kelaperan ya?" Ujar Chika yang bahkan sampai merasa sudah merasa kenyang duluan dengan hanya melihat Lara makan."Iya Ra, lo tumben banget deh makan selahap itu, biasanya lo kan yang paling lama makannya diantara kita bertiga," imbuh Tara.Lara kemudian menelan makanan dimulutnya, "Masa sih?""Lah lo emang nggak ngerasa?"Lara hanya menggeleng sambil terus melanjutkan makannya. Lara sepertinya memang tidak sadar kalau akhir-akhir ini nafsu makannya sangat tinggi.Setelah beberapa saat mereka bertiga pun selesai menghabiskan makan siang mereka, dengan Lara yang tanpa sadar hari ini makan dua porsi bakso."Gila lo Ra, hari ini lo mukbang keknya ya?" Ledek Chika mengetahui Lara makan bakso sampai dua mangkuk. Lara pu
"Lara!" Bunda mengetuk dan memanggil Lara dari luar kamarnya. Mendengar sang ibu datang, Lara yang menangis pun segera mengusap air matanya dan membukakan pintu sang ibu."Eh Bunda, kenapa?"Bunda memperhatikan Lara sejenak lalu bertanya, "kamu baik-baik aja kan sayang? Soalnya tadi Bunda lihat muka kamu tiba-tiba pucet terus pergi ke kamar.""Lara baik-baik aja kok Bun," jawab Lara yang tidak ingin sang ibu mengkhawatirkannya.Tapi sayang, sepertinya sang ibu tidak yakin dengan perkataan putrinya itu. Ia justru terlihat memicingkan matanya sambil memperhatikan mata Lara yang nampak sembab. "Kamu habis nangis ya?""Eh- Um— ini aku enggak nangis kok, cuma habis lihat trailer drama yang sedih banget aja makanya nangis deh, hehe...""Yakin kamu?" Bunda meraba kening dan leher Lara memastikan kalau putrinya itu tidak demam atau sejenisnya."Yakin kok Bund, percaya deh sama Lara."Hani menghela napas, sejujurnya ia tidak perca