Share

BAB SEPULUH Indecisive

Aloha, Baby's!

Mr. & Mrs. Player update! 

Find me on: 

@r_quella99

@girlsknight.official 

Jangan lupa Bintang 🌟 kecil+penuhin in-line komentar, ya 👍

🔹🔹🔹

BAB SEPULUH

Indecisive

"Carikan aku data, Kei."

Keira melirik Arabella malas sambil mendengkus. Sudah dipastikan kedatangan Arabella ke mansionnya selalu memiliki tujuan. Velove sedang dalam perjalanan bisnis juga Arabella yang di minta pulang kedua orang tuanya membuat Keira turut mengikuti mereka. Pulang ke mansion keluarga.

Mereka memang diizinkan untuk tinggal di apartemen tetapi para orang tua selalu meminta waktu agar mereka sesekali tinggal di mansion. Oleh karenanya, sudah bukan rahasia kalau mereka sering berpindah-pindah tempat.

"Siapa kali ini?" tanya Keira beringsut bangun, meraih laptop di meja.

"Jessica Ricardo."

Arabella mengambil duduk di samping Keira sambil meneliti ponselnya. Tampak santai sekali pun ia mendengar Keira mencebik padanya dan membiarkannya berselancar di atas keyboard. "Putri keluarga Ricardo. Untuk apa kau mencari data anak wali kota?"

"Anak wali kota?" Arabella menarik bibir, menyeringai. Pantas saja dia berani mengusiknya, ternyata anak wali kota.

Keira memperlihatkan layar laptop ke arahnya. Mendengkus begitu Arabella menyibukkan diri meneliti data diri Jessica dan mengabaikan pertanyaannya.

Jemari Arabella masih sibuk menscroll, membacanya teliti. Semua data dirinya tidak ada yang menarik. Kesehariannya hanya menghabiskan uang, mempercantik diri dan hal bullying lainnya.

Well, hanya dengan pangkat orang tua dan wanita itu merasa paling tinggi? Sepertinya seseorang harus menyadarkannya.

"Darren afar Ricardo. Putra pertama sekaligus ahli waris Ricardo."

Perkataan Keira membuat sudut bibir Arabella terangkat. Ia memperhatikan wajah laki-laki itu yang cukup tampan dan tentu saja menarik. Ah, sepertinya boleh juga.

"Jangan katakan kau berniat menargetkannya, Ara." kata Keira seakan tahu arti senyum yang tersungging di bibirnya.

Kekehan Arabella mengudara, seolah apa yang baru saja Keira katakan bagaikan hiburan untuknya. Dia mengambil foto Darren menggunakan kamera ponsel berikut juga data diri lelaki itu. "Kau baru saja mengatakan jawabannya, Kei." jawabnya seraya menyimpan ponselnya ke dalam tas.

Arabella kemudian beranjak dan mengambil snack Keira, memakannya sambil menonton televisi.

"Ara, sebenarnya apa yang terjadi? Kau belum menjawab pertanyaanku." Keira mengambil duduk di sampingnya seraya ikut mencomot camilan dari tangan Arabella. Keira tahu, tidak ... Keira hapal dan paham betul kalau Arabella tidak pernah tersinggung atau pun merasa tersainggi oleh wanita mana pun, dan hal semacam ini tentu saja sesuatu yang langka—dia mencari data diri seorang wanita dan bukan pria.

Arabella meraih minum, meminumnya sejenak dan kembali memakan snacknya dengan santai. "Sebelum ke California, malamnya ada seseorang yang mengikutiku. Dan katanya mereka hanya di suruh."

"Karena itu kau mencari datanya?"

"Aku tertarik memberinya pelajaran. Seperti yang kau lihat, dia hanya putri manja yang hidup mengandalkan kedudukan orang tua. Kau tahu maksudku, bukan?" seluas senyum tersungging, tatapan Arabella berpendar, tampak menantikan.

"Lalu apa rencanamu?"

Arabella mengendikkan bahu acuh. "Kita lihat saja nanti." kemudian Arabella bergerak meraih stick game di laci bawah televisi dan mengangkatnya tinggi. "Ayo main."

Keira mendengkus geli. Meraih satu stick game dan mulai memilih game yang akan di mainkan. Hanya butuh waktu singkat untuk mereka menikmati permainan. Saling mengumpat, mengejek dan sesekali tertawa cukup keras. Cukup menyenangkan. Hingga, suara Jack Router—ayah Keira dari balik pintu terdengar.

Jack membuka pintu kamar dan meminta untuk mereka mengikutinya melalui gerakan mata. Keduanya lalu mematikan game dan beranjak keluar tanpa banyak bertanya. Selain sudah terbiasa, mereka paham kalau segala yang bersangkutan dengan ayah Keira, pastilah sebuah pekerjaan. Mereka masih mengobrol ringan di perjalanan sambil sesekali bergosip mengenai rencana liburan tahunan mereka. Sampai di undakan tangga terakhir, mereka berpapasan dengan Pamela Router—ibu Keira.

"Bibi, senang bertemu denganmu." sapa Arabella memeluk wanita paruh baya itu sambil tersenyum.

Pamela menyambutnya dengan hangat, terkekeh pelan seraya menarik sebelah pipi Arabella gemas. "Kapan kau datang, Ara? Kau ini sudah lama tidak berkunjung."

Arabella mengulas senyuman, sirat permintaan maaf yang kentara. "Maaf, Bibi. Kau tahu aku cukup sibuk, bukan?"

Pamela tersenyum maklum. "Siapa yang tidak tahu kesibukanmu itu. Tidak perlu memaksakan diri dan sedikit lah bersantai, Ara." katanya yang hanya Arabella tanggapi dengan senyuman.

Keira berdeham cukup keras hingga mengalihkan atensi mereka berdua. "Ayah menunggu kita, Babe." Keira menatap Arabella bosan. Lalu, pandangannya beralih ke ibunya. "Dan kau perlu tahu kalau dia terlalu banyak bermain-main, Ibu." bisik Keira cukup keras.

Keira mengaduh begitu Arabella memukul lengannya main-main dan tertawa begitu dia menyeretnya pergi. "Aku akan menemuimu setelah ini, Bibi." katanya mengerling sambil membekab bibir Keira yang hendak menyahut.

Senyum Pamela tersungging penuh kegelian. Ia hanya geleng-geleng kepala melihat interaksi mereka yang sejak dulu tidak pernah berubah. Kekanakan, namun cukup menggemaskan.

"Jangan merusak citraku, Kei-Kei."

Protesan Arabella hanya Keira tanggapi dengan kerlingan lengkap disertai tawa geli yang terdengar menyebalkan di telinga Arabella.

"Topengmu sudah waktunya diganti, Ara. Berhentilah membuat ulah." balasnya disertai cibiran di akhir kalimat.

Arabella mendengkus geli, sama sekali tidak tersinggung. "Nanti kalau aku dapat pria yang seperti Alby. Setelah itu aku akan berhenti. I'm promise."

"Kesempatan itu selalu datang. Kau saja yang memilih untuk mengabaikan mereka."

"Karena mereka terlalu cepat mengakui perasaan. Tidak menarik." keluhnya sambil mengendikan bahu tidak peduli.

Percakapan keduanya terpaksa berhenti begitu mereka sampai di ruangan Jack. Keira mengetuk pintu sejenak sebelum kemudian membukanya. Mereka mengambil duduk di sofa panjang sambil memperhatikan Jack yang menatap jauh ke luar jendela. "Perlu sesuatu, Ayah?"

Jack mengalihkan atensi. Mengambil dokumen di atas mejanya dan meletakkannya ke meja depan mereka. Arabella meraihnya dan mulai membaca keterangan-keterangan berikut juga catatan kriminal mulai dari tahun 2000 hingga saat ini.

"Data ini baru terkumpul satu minggu yang lalu. Ini masih dalam penyelidikan dan kalian, pancinglah mereka untuk mengadakan pertemuan." jelas Jack seperti biasanya. Padat, jelas dan lugas.

Sebelah alis Keira terangkat, mendongak begitu menuntut penjelasan lebih rinci dari ayahnya. "Apa yang harus kita temukan?"

Jack menatap mereka serius. "Halaman 14." katanya.

Keduanya kembali membuka lembaran demi lembaran berkas di tangan mereka. Membaca sekaligus meneliti sebuah cincin dengan batu besar yang terpasang pada ibu jari seorang pria. Cincin itu nampak seperti batu mulia asli namun sekilas nampak bukan.

Keira mengambil alih dokumen dan menelitinya lebih dalam.

"Apa menariknya dari cincin itu?" tanya Arabella.

"Di bawah batu itu ada sebuah chip yang menjadi bukti kejahatannya selama ini. Semua transaksi dan catatan lainnya dia simpan di sana."

"Chip? Well, menarik."

Keira mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Ia mengangkat wajahnya. "Kapan waktunya? Apa perlu menunggu Vee atau...,"

"Belum ditentukan. Departemen masih melakukan penyelidikan. Kalau kau ingin, kau boleh mengaksesnya melalui pc-mu."

Perbincangan terus mengalir dalam sepuluh menit setelahnya. Mendiskusikan sekaligus memantapkan rencana. Keduanya dengan seksama mendengarkan penjelasan Jack sebelum kemudian beranjak dari sana ketika selesai.

Tim mereka sudah kehilangan satu anggota. Alby tidak mengizinkan Alessia untuk ikut serta setelah janji pernikahan mereka terlaksana dan benar-benar berhenti begitu putri mereka lahir. Cukup merepotkan sebenarnya, mengingat Alessialah seorang yang pandai dalam urusan menembak dan posisi mereka tentu tidak menguntungkan. Bahkan, sebagai tambahan mereka di haruskan menguasai teknik menembak dengan fasih sebelum turun lapangan.

Kejadian itu sudah berlalu cukup lama.

"Apa kita perlu latihan?"

Keira mendengkus, menatap Arabella malas. "Menurutmu?"

Mereka tiduran di atas ranjang queen size Keira sembari membaca berkas-berkasnya sementara Keira sendiri tengah menghubungkan data baru melalui laptopnya. Masuk ke sistem keamanannya dan mulai meretas beberapa surel yang di antaranya sudah banyak laman kosong.

"Lebih baik menunggu Vee kembali." putus Arabella menutup wajahnya menggunakan boneka beruang Keira. Memeluknya erat dengan mata terpejam menikmati bagaimana bulu-bulu halus itu membelai wajahnya.

Ah, astaga ... Kenapa tiba-tiba dia merindukan Zev?

"Ara...."

Panggilan Keira membuatnya kembali membuka mata, tetapi hanya sebatas itu karena dia nyaman pada posisinya. Ia berdeham sebagai ganti kalau dia mendengarkan.

Keira menatap Arabella lekat, terdiam cukup lama sebelum kemudian mengutarakan pertanyaannya. "... Pesta besok, apa kau akan datang?" katanya hati-hati.

Arabella diam sejenak. Pertanyaan ini lagi. Kalau diingat-ingat beberapa hari yang lalu Keenan pun mengajukan pertanyaan yang sama. Menanyakan kesiapannya dan seolah meragukan dirinya.

Kalau pengkhianat itu menikah, memangnya kenapa? Kenapa semua orang tidak percaya dengannya bahkan terus melihatnya dengan tatapan menyedihkan?

Apa dia terlihat semenyedihkan itu?

Arabella memang tidak pernah mengakui kalau dirinya sudah berubah. Tidak juga menjadi lebih dewasa setelah berkali-kali mempermainkan perasaan orang lain hanya untuk di pandang berbeda. Meski begitu, Arabella yakin perasaan itu sudah sirna. Sakit hatinya bukan karena masih menyimpan perasaan melainkan memendam amarah yang selama ini belum pernah dirinya lepaskan secara terang-terangan.

Arabella yakin dia akan baik-baik saja. Tetapi, kenapa perasaannya seolah mengkhianatinya? Meragukan keyakinannya sendiri?

"Ara, kau tidak harus memaksakan diri."

"Tentu saja aku pergi, Kei. Mereka mengundangku. Lagi pula, apa salahnya hadir diacara pernikahan mantan kekasih?" kekehnya kembali menutup mata. Mencoba meyakinkan dirinya sendiri seraya menepis apa pun yang hingap dalam pikirannya.

Apa yang kau ragukan, Ara? Come on, prove them that you can. You have recover fully.

Embusan napas Arabella menjadi berat. Dia benci dirinya yang mendadak lemah ketika membicarakan ini. Membicarakan perihal orang-orang di masa lalunya. Ia berpegang pada keyakinannya, dan mendengar nama mereka kembali menggelungi sisi kehidupannya yang baru, Arabella merasa seolah hal itu dapat membangun ingatan pada mimpi buruknya kala itu. Dan Arabella membenci segala hal yang berkaitan dengan mereka.

Semuanya. Tanpa terkecuali.

HOPE YOU LIKE! 

Aku berusaha memberikan yang terbaik untuk kalian, mohon untuk selalu support aku terus. Dengan cara like, coment and follow Ya!

Biar makin greget .. Ajak juga teman-temanmu, saudara, pacar, tetangga, kenalan atau bahkan mantanmu untuk baca babang Ken dan qaqa Ara. Sekalian juga kalian bisa share ke w*, i* story, F******k, Twitter ataupun postingan kalian yang lain. Ajak mereka join bareng kamu disini!

Sebelumnya Aku ucapkan terima kasih sangat atas partisipasi dan keikhlasan klean klean klean semua. 

TANGKYUUU and LOVE U Baby's

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status