Share

Bab 2 Permintaan Ayah

***

Sore itu Zolan mendapat kabar bahwa ayahnya di rawat di Rumah Sakit. Ia sedang melakukan rapat pembangunan hotel baru di Kota Bali. Belum selesai rapat ia langsung berdiri. Pikirannya tertuju pada sang ayah. Tergesa-gesa, ia meninggalkan ruang rapat. Entah apa yang akan terjadi sesudahnya, ia tidak peduli. Yang ada di pikiran Zolan sekarang, ayahnya sedang berada di Rumah Sakit dan sangat membutuhkannya.

Zolan tahu ayahnya sudah lama menderita penyakit ginjal. Ia tidak kuat jika ayahnya pergi meninggalkannya, meskipun ia tahu cepat atau lambat ayahnya pasti akan menyusul ibunya. Setiap kali mendengar ayahnya di Rumah Sakit, Zolan sangat takut. Hingga otaknya tak mampu untuk berpikir panjang, selain melihat langsung kondisi ayahnya.

Setibanya Zolan di pintu ruangan, ia berdiri sejenak, menarik napas dan menguatkan mental. Zolan melihat sosok ayah yang terbaring lemah di atas tempat tidur, menatap wajah pucat yang berada di hadapan. Sepertinya sang ayah sedang tidur nyenyak.

Zolan memegang tangan keriput yang suka mengusap kepalanya. Dingin, itu yang ia rasakan. Sebelum ke ruang ICU, Zolan menemui dokter keluarga yang selama ini merawat ayahnya. Penyakit ginjal yang di derita sudah sangat parah. Zolan termenung mengingat apa yang di katakan oleh dokter. 

Lama terdiam, Zolan merasakan pergerakan ayahnya. Wajah itu berusaha melihatnya, Zolan menyambut dengan tersenyum. Ia tidak ingin sang ayah melihat kesedihannya.

Dengan sisa tenaga yang di punya, Marfel berusaha mengucap sesuatu pada Zolan.

"Zolan, Papa ingin kamu menikah!" ucap Marfel dengan terbata-bata. Berusaha mengucap kata per kata yang ingin keluar dari bibir.

Zolan kaget mendengar keinginan ayahnya. Ia tidak mampu berbicara. Lama terdiam, Zolan kembali melihat, ayahnya ingin lanjut berbicara.

"Mungkin saja Ayah tidak lama lagi akan pergi. Bisakah sebelum Ayah pergi, Ayah melihat kamu menikah? Jangan menunggu yang tidak pasti Zolan, belum tentu ia akan kembali padamu! Menikahlah! Ayah yakin kamu bisa mencintainya!" lanjut Marfel, masih melihat wajah Zolan yang terdiam, tanpa berkata apa pun.

Zolan mendengar Marfel berbicara dengan wajah memandang ke lantai. Kisah hidupnya akan rumit. Tidak mungkin dia menikah dengan perempuan yang tidak dia cintai. Namun tidak mungkin juga ia menolak permintaan ayahnya. Seumur hidup, belum pernah ia menolak keinginan ayahnya. Bukan karena ia yang tidak punya pendirian sehingga hidupnya di setir oleh orang tua, ia hanya tidak ingin menyakiti hati yang selama ini sangat menyayanginya.

Dari permintaan Marfel, tidak ada paksaan. Zolan bimbang, jika selama ini ia sangat menjaga sikap pada sang ayah, tidak mungkin di sisa hidup ia mengecewakannya.

"Baik, Ayah! Aku akan menikah, dengan perempuan pilihan Ayah!" ucap Zolan sambil tersenyum pada Marfel. Namun saat ini hatinya begitu teriris. Ia yakin sesudah ini hidupnya akan hancur.

"Namanya Aluna! Dia anak dari teman Ayah. Lima bulan lalu ibunya meninggal. Sekarang dia hidup sebatang kara. Besok orang suruhan Ayah akan membawanya ke sini. Besok kamu akan menikah di Ruangan ini!" Marfel dengan suara pelan mengatakan pada Zolan.

Zolan keget mendengar pernyataan Marfel, "bagaimana mungkin aku akan menikah secepat itu?" batin Zolan, ia menampakkan wajah seolah baik-baik saja dengan permintaan ayahnya.

"Iya, Ayah! Zolan siap kapan pun akan menikah! Hari ini juga bisa. Hehe," ujarnya, demi membentuk segaris senyum pada bibir ayahnya yang pucat.

"Percaya dengan Ayah, dia adalah perempuan terbaik untuk kamu," lanjut Marfel lagi. Ia berusaha mencari tangan Zolan untuk di genggam.

Zolan yang melihat pergerakan tangan ayahnya, langsung memegang tangan itu. Tersenyum lembut dan mengusap kepala yang sudah dipenuhi rambut putih.

"Maafkan aku, Sindy! Aku sangat mencintaimu! Tetapi aku tidak kuasa menolak permintaan Ayah," batin Zolan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Riantie A
wow.. POV 1 keren...... semangat lanjut ceritanya..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status