Share

Luka Cinta Aluna
Luka Cinta Aluna
Author: Ray Puspa

Bab 1 Rekaman Suara Ibu

Aluna sedang terburu-buru ke kampus. Bernama lengkap Aluna Mentari, usia dua puluh satu tahun, seorang mahasiswa kedokteran di sebuah kampus di Kota Kendari, memiliki sahabat bernama Fatma. Saat ini ia sedang mengendarai motor kesayangannya. Kendaraan yang selalu menemani ke mana pun Aluna pergi.

"Hari ini ada ujian dari Pak Anton. Dosen yang terkenal killer. Padahal ia tidak pernah membunuh mahasiswa. Jika pernah membunuh, pasti sekarang tidak menjadi Dosen. Mengapa Dosen yang terkenal disiplin, tidak pernah tersenyum, dan pelit nilai dikatakan Killer? Padahal 'kan Killer itu pembunuh. Kasian sekali mereka! Kapan negara kita bisa maju, jika sesuatu yang baik dikatakan membunuh?" batin Aluna, selama perjalanan menuju kampus, "entahlah itu bukan urusanku," lanjutnya sambil melihat lampu yang masih berwarna merah.

Tiba di Kampus pukul tujuh lewat, lima belas menit lagi ujian akan dimulai. Masih ada waktu untuk belajar. Beberapa hari ini ia tidak belajar, di Toko Kue sedang banyak orderan. Selain kuliah Aluna juga memiliki usaha yang di rintis bersama Fatma. Usaha itu sudah berdiri selama lima bulan, sehingga harus membagi waktu antara kuliah dan kerja.

"Alunaa!" panggil Fatma membuyarkan pikiran Aluna.

"Heii!" balas Aluna dan menunggu di antara banyak mahasiswa, "kamu sudah belajar? Aku tadi ketiduran belum sempat membaca catatan yang pernah di beri oleh Pak Anton," lanjutnya lagi setelah mereka berjalan beriringan .

"Alahh! Kamu itu tidak belajar juga pasti bisa mengerjakan soal. Katanya tidak belajar, ujung-ujungnya dapat nilai tertinggi! Meskipun tidak belajar, yang mendapat nilai tertinggi sudah pasti kamu!" Fatma berkata dengan suara cempreng, terdengar oleh semua mahasiswa.

"Huss! Diam! Malu di dengar orang! Menyesal aku, ajak kamu ngomong saat banyak orang," ucap Aluna, berjalan lebih dulu meninggalkan Fatma. Mata semua mahasiswa tertuju padanya. Fatma sangat senang membuat Aluna malu.

***

Ujian baru saja selesai, Aluna melangkah menuju arah parkir. Dari kejauhan terlihat tiga orang berseragam hitam berdiri dekat sepeda motornya. Ia memperlambat langkah, sejenak berpikir, "mungkin mereka sedang menunggu orang lain," tetapi semakin mendekat, mata mereka hanya tertuju ke arah Aluna.

"Maaf, bisakah aku mengambil motor itu?" tanya Aluna sopan, setelah tiba di Parkiran, sambil menunjuk motor. Badan mereka yang besar membuatnya takut.

"Apakah anda bernama Aluna?" tanya salah satu di antara mereka, menatap Aluna.

"Iya, aku Aluna. Ada apa ya?" jawabnya hati-hati.

"Kami datang untuk menjemput anda!" ujarnya dengan tegas.

"Ikutlah dengan kami! Jangan takut kami bukan orang jahat!" lanjut salah satu pria di sebelah kiri.

"Yaiyalah! Tidak ada orang jahat yang mengaku kalau dirinya jahat. Yang ada itu, orang jahat yang berpura-pura baik!" batin Aluna, belum menunjukkan gerakan untuk mengikuti mereka.

"Kami anak buah Pak Marfel! Dia teman dekat ibu anda! Ada wasiat dari ibu anda yang ingin disampaikan oleh Pak Marfel. Sekarang ia sedang di rawat di Rumah Sakit," ucap mereka bergantian, berusaha meyakinkan.

Aluna melihat mereka satu persatu, mencari tahu apakah ada kebohongan di wajah mereka. Setelah memastikan beberapa saat, "Baik! Aku akan ikut kalian!" ucapnya, berusaha meyakinkan diri, mereka bukanlah orang jahat.

"Silahkan ikuti kami! Kita akan menggunakan mobil. Motor anda akan ada yang bawa." sambil mengarahkan pandangan ke mobil hitam yang sudah terparkir tidak jauh dari tempat mereka berada.

Kurang lebih tiga puluh menit menempuh perjalanan, mereka telah tiba di Rumah Sakit. Aluna memasuki ruangan serba putih. Ada seorang pria yang di perkirakan usianya enam puluh tahun terbaring lemah dengan bantuan oksigen. Ia melihat ke arah Aluna dan berusaha tersenyum. Tiga orang yang menjemput, hanya mengantar sampai pintu ruangan. Mereka menyuruh untuk masuk sendiri. Aluna mendekat ke arah Marfel. Hampir sepuluh menit ia berdiri, Marfel hanya menatapnya. Hingga, dengan suara lemah, menyuruh Aluna mendengar rekaman yang sudah disediakan oleh ajudannya. Aluna mengambil dan memutar rekaman itu. Dan suara ini …

'Aluna sayang apa kabar, Nak? Sudah lama kamu tidak mendengar suara ibu! Ibu merekam suara ini saat ibu di rawat di Rumah Sakit. Maafkan ibu yang tidak bisa berbicara langsung ke kamu. Ibu ingin kamu menikah dengan anak Pak Marfel! Ibu yakin dia laki-laki yang bisa mendampingimu! Mungkin kamu belum pernah bertemu dengannya dan kamu juga belum mengenalnya. Tetapi, ibu harap kamu mau menerima perjodohan ini. Pak Marfel adalah teman ibu. Selama ibu sakit Pak Marfel sudah banyak membantu pengobatan ibu. Tetapi bukan karena itu, ibu ingin kamu menerima perjodohan ini! Ibu hanya yakin, dia adalah lelaki yang tepat untuk kamu! Kamu mau kan Aluna? Ibu harap kamu mau! Ibu sayang Aluna!'

"Oh Tuhan takdir seperti apa ini? Bagaimana mungkin aku mau menikah dengan orang asing," batin Aluna. Satu tetes air mata jatuh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status