Share

Bab 5 Menerima

***

Hari ini Aluna bangun lebih pagi, ia harus menyiapkan semua barang yang akan di bawa. Tidak banyak, Hanya baju satu koper dan satu kardus berisi buku-buku yang ia anggap penting.

Aluna memandang setiap sisi rumah, "aku akan tetap kontrak, di sini ada banyak kenangan bersama ibu. Lagian, tidak mungkin aku membawa semua barang yang ada di rumah ini. Mau aku taruh di mana?"

Kemarin setelah mendapat pesan dari anak buah Marfel, Aluna berusaha bangkit dan pulang ke kontrakan. Tersadar, mungkin inilah yang terbaik untuknya. Tentang hati, tidak ada yang tahu, akan jatuh cinta pada siapa. Mungkin setelah hidup dengannya, Aluna bisa mencinta.

Aluna juga sudah menghubungi Fatma, hari ini Toko kue di tutup. Ia tidak mungkin bisa bekerja dalam kondisi tidak baik.

"Mungkin karena hari ini adalah minggu, semua orang libur, sehingga Pak Marfel ingin pernikahan di langsungkan hari ini," batin Aluna

Tak lupa pula, Aluna membawa satu-satunya barang berharga pemberian ibu. "Entahlah, gelang ini kalau di jual mungkin tidak akan laku," ucap Aluna. Gelang putih yang terdapat tulisan nama ayah dan ibunya. "Kata ibu ini adalah gelang pemberian Ayah setelah ijab kabul. Hari ini aku akan memakai gelang ini. Sebagai tanda ayah dan ibu hadir di hari pernikahanku," lanjutnya lagi.

"Ayah, di mana pun engkau berada. Aku izin menikah hari ini! Aku memohon restu darimu!" pinta Aluna dalam hati, sambil memandang gelang di tangannya.

Di tempat berbeda seorang lelaki sedang memegang tangan ayahnya. Menghiburnya dengan cerita-cerita lucu. Zolan terus bercerita meskipun yang ia lihat hanya senyum dan anggukan sang ayah.

"Ayah rencananya aku akan membangun hotel di Bali. Aku di bantu Fahmi jadi ayah tidak perlu takut aku kecapean," tutur Zolan yang hanya di balas anggukan, oleh Marfel. "Sesudah menikah besok aku akan mengajak istriku untuk tinggal di Rumah Ayah. Dia akan bantu aku merawat Ayah agar cepat sembuh," lanjut Zolan lagi. Marfel membalasnya dengan tersenyum.

Marfel bertutur dengan suara lemahnya, "Nak, jika Ayah pergi. Kamu yang akan menjadi pewaris tunggal. Ayah harap di tanganmu perusahaan bisa semakin berkembang." Zolan mendengar dengan serius ucapan ayahnya.

Marfel yakin Zolan bisa membanggakannya. Zolan kuliah mengambil jurusan managemen dan arsitek. Awalnya ia hanya ingin kuliah di jurusan teknik arsitek. Tidak ingin menyakiti ayahnya, ia akhirnya kuliah di dua jurusan sekaligus. Zolan kuliah di salah satu kampus terbaik di Negeri Sakura. Baginya, membagi waktu untuk kuliah di dua jurusan sekaligus, bukanlah hal yang sulit.

Waktu sudah menunjukan pukul sembilan lewat tiga puluh menit. Sebentar lagi ia akan menikah. Barusan, ayahnya menyuruh orang suruhan untuk menjemput Aluna. Tiga puluh menit lagi ia akan resmi menjadi seorang suami.

Tok tok! bunyi ketukan pintu.

Pintu terbuka diikuti masuknya dua lelaki.

"Selamat pagi, Pak Marfel!" Sambil menunduk hormat ke Marfel, "Pak Zolan!" Sambil menunduk hormat ke arah Zolan, "kami dari KUA, nama saya Rozi dan ini rekan saya Zomi," ucap Rozi dengan ramah.

"Ohh, silahkan duduk, Pak! Mempelai wanitanya belum datang. Mungkin tidak akan lama lagi. Mohon di tunggu!" tutur Zolan pada mereka. Mengarahkan tangan ke sofa yang tersedia di Ruangan. Rozi dan Zomi mengikuti arahan Zolan, duduk di sofa.

Di lain tempat, Aluna sudah berada di parkiran, semua barang ia simpan dalam mobil. Sesudah menikah Aluna langsung di antar ke kediaman Marfel. Ia menuruni mobil dan berjalan menuju ruang inap. Saat membuka pintu, ia tidak hanya mendapati Marfel seorang diri. Ada dua pria tua dan satu lagi lelaki. Aluna masuk dengan langkah kecil.

Mereka semua memandang Aluna dengan mimik wajah tidak bisa di tebak. "Mengapa mereka memandangku seperti itu? Mungkin karena pakaian yang aku gunakan. Celana lebar panjang berwarna hitam, baju kotak-kotak yang kebesaran, wajah polos tanpa bedak, rambut di kepang dua, dan tak lupa kaca mata kebesaranku. Aku yakin mereka menatap seperti itu karena melihat penampilanku. Seperti halnya teman-teman kampus saat pertama kali melihatku di awal masuk kuliah, tatapan jijik dan menghina," batin Aluna. Tidak peduli, ia tersenyum pada mereka sambil membungkukkan badan, tanda menghormati.

"Mari, Pak! Kita mulai!" panggil Zolan dengan wajah datar, pada pegawai KUA.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status