"Turun!"Larissa masih bergeming tanpa mengindahkan perintah Arjuna. Selama pria itu belum menjelaskan maksud membawanya ke Hotel, ia tidak akan menuruti apa pun yang pria itu katakan. Larissa kira, Arjuna akan membawanya pulang ke rumah dan berbicara di sana. Bukan ke tempat seperti ini yang bahkan tidak pernah terlintas sedikitpun dalam benak Larissa akan menghabiskan waktu dengan Arjuna di salah satu kamar. "Jawab dulu pertanyaanku! Kenapa Mas Juna malah membawaku ke sini?"Arjuna menarik napas, mencoba memupuk kesabaran atas sikap Larissa yang selalu membangkang. Ia tidak ingin terpancing emosi yang bisa saja berakhir dengan pertengkaran. Maksudnya membawa Larissa ke tempat ini adalah agar mereka bisa bicara berdua tanpa gangguan, baik itu dari Renata maupun Arumi. "Turunlah. Jika yang kau takutkan aku akan melakukan sesuatu padamu, itu tidak akan terjadi. Kita hanya perlu bicara dan aku sengaja memilih tempat ini agar kita bisa leluasa," jelas Arjuna sembari memberi isyarat ag
Larissa tidak bisa bergerak.Arjuna mendekapnya begitu erat hingga ia hampir kesulitan bernapas. Keduanya sama-sama terdiam, menyelami perasaan masing-masing setelah Larissa mengambil keputusan yang tidak bisa diterima Arjuna. Perpisahan.Jika dulu Arjuna sangat menginginkannya, maka saat ini menjadi hal yang paling ia takutkan. Setelah mengetahui masa lalu sang istri, Arjuna mulai bersimpati hingga rasa yang lain mulai mengikuti. Cinta. Hadirnya rasa itu memang sedikit terlambat. Hampir saja ia kehilangan sang istri jika tidak segera mengakuinya. Tidak ada lagi rasa gengsi ataupun malu. Arjuna bahkan rela jika harus berlutut agar Larissa membatalkan keputusan dan memberinya kesempatan kedua. "Mas--""Aku mohon, beri aku kesempatan. Aku akan menyelesaikan urusanku dengan Renata dan setelah itu kita akan hidup bahagia."Arjuna kembali mengulang kalimat yang sama. Ingin menegaskan bahwa dirinya lebih berat melepas Larissa ketimbang Renata yang entah mengapa akhir-akhir ini justru se
Rita tidak ingin mempercayai apa yang ia dengar dan saksikan. Namun, ucapan Arumi yang mengatakan bahwa Wanda adalah perebut suami dari besannya tersebut sangat mempengaruhinya. Belum lagi keberanian Arumi menampar Wanda. Makin menambah keyakinan Rita bahwa apa yang Arumi katakan benar adanya. Wanda. Wanita itu masih mematung dengan dada yang bergerak naik turun. Emosi sekaligus malu karena boroknya telah dibongkar di hadapan Rita, tentu saja sangat merugikan dirinya. Satu-satunya orang yang ia harapkan untuk bisa menyingkirkan Larissa bisa saja berubah haluan setelah mendengar kenyataan di masa lalu tentang mereka. Akan tetapi, Wanda masih belum ingin menyerah. Ia mencoba membela diri dengan menyudutkan Arumi. "Bukan salahku jika suamimu akhirnya berpaling padaku. Sebagai istri, kamu tidak bisa menyenangkan suamimu!" ujarnya tak ingin terlihat kalah.Arumi tertawa miris. Sungguh, pemikiran picik yang hanya dimiliki oleh orang yang tidak punya rasa bersalah sedikitpun."Apa pun al
Harapan Larissa, apa yang ia dengar dari mulut Renata hanyalah kebohongan. Sang Adik madu mengarang cerita agar Arjuna tidak meninggalkannya. Bukankah seseorang bisa melakukan apa saja di saat posisinya terancam? Begitupun dengan Renata. Entah mengapa Larissa merasa ragu atas apa yang dikatakan adik madunya tersebut. Semuanya serba mendadak dan bertepatan dengan rencana Arjuna yang ingin melepas wanita itu. Akan tetapi, Larissa belum bisa membuktikan bahwa apa yang diucapkan Renata merupakan suatu kebohongan. Untuk itu ia harus menahan diri agar bisa mencari bukti dan membongkar semuanya di waktu yang tepat. Untuk saat ini, ia akan menuruti permintaan mamanya. Keluar dari rumah suaminya demi kesehatan sang Mama. Larissa tidak ingin Arumi makin tertekan karena terus menerus dipojokkan oleh Rita dan Wanda. Akan berakibat sangat fatal jika ia membiarkan kedua wanita itu membuat mental mamanya kembali terganggu. "Sepertinya aku memang harus keluar dari rumah ini. Maaf, Mas Juna. Aku me
"Kamu menyesal karena menuruti permintaan Mama buat pindah?"Larissa yang tengah memasukkan pakaian mereka ke dalam lemari menoleh. Mamanya berdiri di pintu kamar sembari menatapnya sendu.Larissa tidak ingin membuat sang Mama kecewa. Meski rasanya memang berat berpisah dengan Arjuna, tetapi ia lebih mementingkan kesehatan dan perasaan sang Mama ketimbang perasaannya sendiri. Kabar kehamilan Renata yang tiba-tiba masih membuatnya curiga. Namun untuk saat ini biarlah adik madunya tersebut menikmati masa-masa kemenangannya sebelum nanti, ia sendiri yang akan membongkar kebusukan Renata jika memang benar wanita itu telah berbohong soal kehamilannya. Selain itu, Larissa ingin tahu sejauh mana Arjuna bisa membuktikan ucapannya. Apakah pria itu akan memperjuangkan dirinya seperti yang Arjuna katakan? Atau justru terlena dan kembali pada pelukan Renata yang katanya sedang mengandung anak dari pria itu?Ah, Larissa tidak ingin menebak-nebak dan terlalu berharap. Karena pada kenyataannya nam
"Papa sengaja mengabaikan peringatan dari Mama?"Pramudya yang baru keluar dari kamar mandi sempat tertegun. Ia paham ke mana arah ucapan istrinya saat ini. Wanda mengetahui semalam ia berusaha berbicara pada Arjuna dan pasti istrinya tersebut akan kembali mengancamnya. "Dengar ya, Pa. Mama gak pernah main-main sama ucapan Mama. Papa akan lihat sendiri akibatnya kalau Papa masih berusaha menggagalkan rencana Mama dan Renata," ancam Wanda untuk yang ke sekian kalinya. Kali ini ia harus lebih waspada karena sepertinya suaminya mulai berani berulah. Ia akan melakukan apa saja asal rencananya berjalan mulus tanpa hambatan, termasuk membayar teman baiknya yang berprofesi sebagai Dokter kandungan jika nanti Arjuna membawa Renata memeriksakan kehamilan. Wanda terpaksa mengikhlaskan uang tabungan yang masih ia punya, demi kelangsungan hidup yang menurutnya akan lebih menjanjikan jika Arjuna tetap menjadi menantunya. "Tidak bisakah Mama menghentikan semua ini? Papa tidak mau Mama sampai men
Arjuna tidak bisa berpikir jernih. Setelah mendapat laporan dari anak buahnya yang ditugaskan untuk mengikuti Larissa, pria berusia dua puluh sembilan tahun itu bergegas menuju rumah sakit tempat sang istri mendapat penanganan. Ia meninggalkan ruang meeting begitu saja tanpa berpamitan terlebih dahulu, membuat semua orang yang berada di ruangan tersebut menatapnya bingung. Arjuna tak habis pikir bagaimana bisa Larissa menjadi korban tabrak lari. Tiga tahun mengenal sang istri, Arjuna jelas tahu Larissa termasuk orang yang melakukan sesuatu dengan hati-hati, apalagi menyangkut keselamatan dirinya sendiri. Arjuna memacu kendaraan miliknya dengan kecepatan tinggi. Tak ia pedulikan teriakan serta umpatan dari pengendara lain yang ia salip dan hampir saja bertabrakan dengan kendaraan dari arah berlawanan. Arjuna ingin segera tiba di rumah sakit. Ingin mengetahui kondisi sang istri yang beberapa hari ini selalu menghindarinya dan ternyata justru kabar buruk yang ia dengar tentang istrinya
"Waktunya makan. Mau aku suapi?"Larissa menggeleng lemah. Semenjak ia sadar, Arjuna sama sekali tidak beranjak dari sisinya. Seharusnya ia merasa senang. Namun, ingatan tentang kehamilan Renata membuatnya membuang jauh-jauh rasa itu karena ia tahu Arjuna harus membagi waktu dengan istrinya yang lain. "Tidak usah, aku bisa sendiri.""Tapi kamu masih lemah." Arjuna bersikeras. "Kalau sekedar untuk makan, aku masih bisa. Aku ini bukan wanita manja yang sakit sedikit saja minta dilayani," ketus Larissa menepis tangan Arjuna yang hinggap di jemarinya. Arjuna menghela napas, tetapi kemudian menampilkan senyum untuk menenangkan sang istri yang sepertinya masih merajuk. "Tangan kamu gak sakit? Di sini banyak luka goresnya." Arjuna menunjuk beberapa luka gores di sekitar lengan Larissa. "Aku suapi saja, ya.""Gak usah, Mas. Lagian Mas Juna ngapain masih di sini? Nanti istri kamu nyariin lagi!""Istri aku kan kamu."Larissa memutar bola mata. "Istri tercintamu! Jangan pura-pura amnesia. Mas