Share

Bab 4

Luka yang masih basah itu kembali disiram air garam. Larissa merasakan perihnya menusuk hingga ke tulang dan menjalar ke seluruh tubuhnya.

Pramudya.

Pria itu masih terlihat bugar di usianya yang sudah berkepala lima. Berbeda jauh dengan mamanya yang terlihat lebih tua dari usia sesungguhnya.

Tangan Larissa mengepal. Ini tidak adil bagi mamanya. Pramudya hidup senang dengan bergelimang harta dan didampingi istri yang cantik. Sedangkan Arumi, mamanya menjadi penghuni rumah sakit jiwa akibat ulah orang-orang tidak berperasaan seperti mereka.

Lelehan bening yang menerobos keluar hingga mengalir di kedua pipinya ia biarkan. Toh tidak ada yang melihat karena ia sedang menyendiri di taman belakang rumahnya. Sisi rapuh seorang Larissa hanya akan terlihat saat ia sendirian. Sedangkan di hadapan banyak orang, ia akan menjelma menjadi wanita yang tegar dan tangguh, termasuk di hadapan Arjuna.

Larissa berdiri sembari memandangi langit malam dengan cahaya bulan. Gaun tidur satin yang ia kenakan melambai tertiup angin, pun dengan rambut panjangnya yang berkibar. Larissa bak seorang peri jika dilihat dari kejauhan. Begitupun di mata pria yang kini tengah memperhatikannya.

Arjuna yang baru saja tiba sedikit heran karena tidak mendapati istrinya di kamar putra mereka. Kebiasaan barunya semenjak malam itu adalah menyambangi kamar sang putra secara diam-diam untuk memperhatikan Larissa dan Alkana ketika tidur. Pria itu berkeliling mencari keberadaan sang istri hingga mendapatinya berada di taman belakang.

Arjuna ingin mendekat ketika melihat bahu sang istri bergetar. Untuk memastikan apakah Larissa sedang menangis atau hanya kedinginan. Namun, ia dilema karena selama ini, ia tidak pernah peduli pada apa pun yang dilakukan istrinya.

Akan tetapi, keinginan itu kali ini begitu kuat hingga perlahan kakinya melangkah, mendekat kemudian berdiri tepat di belakang tubuh sang istri.

"Sudah malam. Kenapa masih berdiri di sini?"

Larissa terperanjat. Cepat ia usap sisa air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya sebelum berbalik.

Jaraknya dan Arjuna begitu dekat. Untuk sesaat keduanya sama-sama terpaku. Larissa yang kaget akan kehadiran Arjuna dan takut jika pria itu mengetahui ia baru saja menangis, sedangkan Arjuna yang terkesima akan penampilan istrinya malam ini.

Larissa begitu cantik. Wajahnya yang diterpa cahaya bulan makin terlihat bersinar. Begitu pun dengan lekuk tubuh yang terlihat di balik gaun tidur tipis itu. Arjuna menelan ludah dan menggelengkan kepala. Tidak. Tidak mungkin jika ia terpesona pada istri yang dibencinya.

"Aku masuk dulu."

Larissa menyudahi kecanggungan yang terasa di antara mereka. Ia memilih beranjak dari hadapan Juna yang entah mengapa tatapannya kali ini terasa berbeda. Tidak dipungkiri Larissa merasa gugup mendapat tatapan seperti itu. Namun, ia berusaha terlihat biasa saja agar suaminya tidak merasa menang karena telah berhasil membuatnya salah tingkah.

"Besok ada acara di rumah Mama."

Perkataan Arjuna menghentikan langkah Larissa.

"Lalu?" Ia bertanya tanpa menoleh.

"Kamu harus ikut. Mama ingin kamu hadir juga di sana."

"Memangnya ada acara apa?"

"Merayakan ulang tahun Mama tapi hanya dengan makan malam biasa. Mama mengundangmu juga ... Renata."

Larissa tertegun sejenak. Namun kemudian, senyum getir tercetak di bibirnya.

"Oke. Aku pasti datang," ucapnya sebelum pergi meninggalkan Arjuna yang mematung.

Semudah itu istrinya menyetujui? Padahal selama ini Larissa selalu menolak ketika mamanya mengundang wanita itu ke rumahnya. Arjuna jelas tahu alasan mengapa Larissa menolak. Ketidaksukaan keluarganya kepada Larissa tentu membuat wanita itu tidak nyaman berada di tengah-tengah mereka.

Lantas ... ada apa dengan istrinya malam ini? Mengapa kali ini Larissa tidak lagi menolak permintaan mamanya?

🍁🍁🍁

Larissa sudah bersiap dengan gaun terbaiknya. Malam ini ia memutuskan untuk datang dan menghadapi orang-orang yang membencinya. Akan ia tunjukkan bahwa dirinya mampu menghadapi mereka. Tidak menghindar seperti biasanya karena masih menghargai Arjuna.

Larissa tahu ibu mertuanya tidak sungguh-sungguh mengundangnya. Pasti ada rencana di balik ini semua apalagi dengan kehadiran Renata yang notabene adalah wanita pilihan mereka untuk Arjuna. Larissa penasaran apa yang mereka rencanakan untuk dirinya.

Tanpa menunggu Arjuna yang pasti memilih menjemput kekasihnya ketimbang istri sendiri, Larissa mengendarai mobil mewahnya menuju tempat sang mertua. Ia lirik hadiah yang sudah ia persiapkan. Cincin berlian yang harganya cukup fantastis sengaja ia persembahkan untuk sang mertua. Bukan untuk mencari muka, tetapi ia memang ingin memberikan hadiah terbaik di hari istimewa ibu dari suaminya tersebut.

Larissa telah sampai di kediaman megah keluarga Wiratama. Sang asisten rumah tangga menyambutnya dan mempersilakan dia untuk masuk. Rupanya Larissa adalah orang terakhir yang tiba di sana. Arjuna dan kekasihnya sudah sampai lebih dulu dan kini mereka tengah duduk di ruang tamu.

"Akhirnya kamu datang juga."

Sang Ibu mertua menyambut. Tidak ada pelukan ataupun ciuman yang diberikan wanita berusia lima puluh tahun itu kepada sang menantu.

"Mama apa kabar?" Larissa mencium punggung tangan mama mertuanya. Sebagai tanda hormat meski ia tidak pernah diterima di keluarga ini.

"Seperti yang kamu lihat. Saya baik-baik saja bahkan sangat baik."

Larissa tersenyum dan mengangguk. Ia beralih pada papa mertuanya dan melakukan hal yang sama. Beruntung sambutan dari Ardi Wiratama lebih ramah jika dibandingkan dengan istrinya.

"Kita mulai saja makan malamnya. Toh, tamu spesialnya sudah datang."

Larissa sadar sang mertua sedang menyindir dirinya. Namun, ia bersikap biasa saja seolah tidak terpengaruh sama sekali.

"Mas mau makan sama apa? Biar aku yang ambilkan," tawar Renata saat mereka sudah duduk di meja makan.

Rita--ibunya Arjuna tersenyum senang melihat calon istri putranya yang begitu perhatian.

"Apa saja. Samain kayak kamu juga boleh."

Arjuna melirik sekilas ke arah Larissa. Istrinya itu sama sekali tidak terpengaruh oleh sikap Renata yang menunjukkan perhatian padanya.

"Rena ini luar biasa ya, Jun. Sudah cantik, karirnya bagus, perhatian lagi sama kamu. Calon istri idaman banget."

Renata tersipu mendengar pujian dari ibu kekasihnya. Wanita itu merasa lebih unggul dari Larissa yang sama sekali tidak dianggap meski pada kenyataannya, Larissa-lah menantu di keluarga ini.

"Terima kasih, Tante. Saya hanya sedang mencoba untuk menjadi istri yang baik bagi Mas Arjuna."

"Harus itu. Kita memang harus bisa menyenangkan suami." Rita menimpali. Ia sengaja menyindir Larissa yang duduk tenang di depannya.

"Iya, Ma. Kita harus hati-hati. Banyak wanita yang melakukan segala cara untuk mendapatkan pria yang dia inginkan, termasuk melakukan hal yang sangat menjijikkan. Dengan menjebak misalnya?" Renata melirik Larissa. Merasa puas telah menyinggung wanita itu di depan keluarga kekasihnya.

"Lalu bagaimana dengan wanita yang tega merebut suami orang dengan mengumpankan hartanya? Atau ... wanita yang masih menjalin hubungan dengan pria yang sudah mempunyai anak dan istri? Bukankah itu sama-sama menjijikkan?" Larissa berujar santai.

Tangan Renata mengepal di bawah meja. Ia jelas tahu Larissa tengah balik menyindirnya dan mamanya.

"Jangan hanya salahkan wanitanya jika si pria sampai tergoda. Lebih baik introspeksi apa yang kurang pada dirinya hingga si pria bisa berpaling."

"Begitukah? Sepertinya mamamu yang mengajarimu trik-trik untuk menjadi pelakor. Dan ternyata dia sukses menjadikanmu seperti dirinya."

"Lancang kamu! Beraninya menghina mamaku!"

Renata naik pitam. Jika sudah menyangkut mamanya, ia tidak akan tinggal diam.

"Justru ibumu yang tidak becus menjaga suami. Wanita buluk seperti dia memang pantas ditinggalkan--

Argh!"

"Larissa!" Arjuna naik pitam. Ia tidak pernah menduga istrinya akan bersikap bar-bar seperti itu. Bergegas mengambil tissu, Arjuna mengelap wajah kekasihnya yang basah kuyup akibat ulah Larissa.

"Apa yang kamu lakukan? Kamu mengacaukan acara makan malam saya!" Rita ikut menimpali. Wajah wanita itu memerah menahan amarah kepada menantunya.

"Jangan pernah menghina mamaku!" desis Larissa menatap nyalang ke arah Renata. Mengabaikan Arjuna juga mertuanya yang masih shock atas tingkahnya barusan.

"Dia memang tidak secantik dan sekaya mamamu. Tapi dia masih punya harga diri yang tidak dimiliki wanita seperti kalian."

Pertahanan Larissa roboh. Lelehan bening mulai mengalir di kedua pipinya. "Mamaku korban dan tidak pantas disalahkan. Justru kalian yang merenggut kebahagiaan kami hingga seorang istri harus kehilangan suami dan seorang anak harus kehilangan kasih sayang ayahnya. Ingat, Renata. Jangan pernah sekalipun menghina mamaku lagi, atau kamu akan menyesal!"

Larissa mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Menyimpan kotak hadiah di atas meja tepat di depan mertuanya.

"Ini hadiah untuk Mama. Maaf karena aku telah mengacaukan acara makan malam kalian."

Setelahnya, Larissa meninggalkan rumah megah itu dengan hati yang hancur. Meninggalkan Arjuna dengan sejuta tanya yang kini meliputi benak pria itu.

Ada apa dengan istri dan kekasihnya? Apa yang sebenarnya dirahasiakan mereka darinya?

*

*

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status