Share

4. Hari Pernikahan

Penulis: Sheila FR
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-23 08:06:51

.Happy Reading🌟🌟🌟🌟

"Abah, setelah Salwa sah menjadi istrimu, setelah selesai acara perlakukanlah dia sebagaimana engkau memperlakukan diriku dahulu."

Najma yang saat ini sedang memakaikan baju pengantin untukku menasehatiku agar aku melakukan hal yang sama kepada Salwa sebagaimana yang aku lakukan kepadanya dulu.

"InsyaaAllah, Umma."

Tadi, pagi-pagi sekali Najma sudah berada di ruang setrika untuk melanjutkan menyetrika baju yang aku kenakan sekarang ini karena semalam belum selesai.

Dia begitu telaten memakaikan baju serta memasang kancing pada kemejaku, tak lupa dia juga menyemprotkan parfum kepada beberapa bagian tubuhku. Setelahnya dia mengambil peci dengan warna putih dan memakaikannya di kepalaku, tentunya dengan senyuman yang tak pernah pudar dari wajah cantiknya.

Pakaian serba putih kini sudah melekat sempurna di tubuhku. Begitupun dengan istriku, ia juga menggunakan gamis putih yang indah dan tak memperlihatkan lekuk tubuhnya. Gamis putih yang bertaburan mutiara dari bagian pinggul hingga kaki serta bunga-bunga indah bertaburkan manik-manik di sepanjang pinggiran bagian bawah dan juga pada bagian pergelangan tangannya. Sungguh sangat cantik.

"Duduklah, Abah!" Pintanya sambil menuntunku menuju sofa yang ada di kamar kami. Aku menurut saja dengan segala perintahnya.

Dia mengambil sepatu dan berjongkok di hadapanku sambil memakaikan sepatu itu di kakiku, aku berusaha mencegahnya, tapi dia menolak dengan berkata, "Tak apa, Abah. Ini adalah bentuk bakti Umma kepada Abah."

Ya Allah, begitu mulianya istriku ini. Entah adakah kata di atas kata mulia yang pantas disandingkan untuk bidadariku ini?

"Umma, duduklah di sini!" Pintaku sambil menepuk sofa kosong di sebelahku. Dia pun menurut dan duduk di sampingku.

"Umma?"

"Iya, Abah?"

 "Sekali lagi Abah mau tanya, Umma beneran ridho dipoligami? Umma ikhlas? Umma nggak apa-apa Abah menikah lagi?"

 "Abah, sudah berkali-kali Abah bertanya seperti itu, Umma sangat ridho Abah, Umma  ikhlas, Umma nggak apa-apa, Umma baik-baik saja dan akan tetap baik-baik saja. Percayalah Abah, ini semua demi kebaikan kita bersama," jawabnya dengan begitu mantap.

 "Terima kasih atas kelapangan hatimu Umma, Abah akan tetap mencintai dan akan selalu mencintaimu." ujarku sembari menatap kedua matanya sebagai bukti bahwa aku bersungguh-sungguh dengan apa yang aku katakan.

 "Umma percaya, Abah. Semoga rumah tangga yang akan kita bina bersama istri baru Abah menjadi rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warohmah,"

 "Aamiin."

 Aku memeluknya, mendekapnya dengan begitu erat untuk menenangkan hatiku ini. Karena jujur, aku merasa begitu gugup akan pernikahan yang sebentar lagi akan aku laksanakan.

 "Abah, apakah Abah sudah hapal betul dengan kalimat ijab qobulnya?"

 "InsyaaAllah sudah, Umma."

 "Syukurlah kalau begitu, ya sudah Umma keluar dulu, mau melihat persiapan perlengkapan yang akan di bawah kerumah calon adik maduku,"

 "Tidak usah, Umma. Di sini saja sama Abah, pasti keluarga yang lain sudah mempersiapkannya." aku melarangnya dan memintanya untuk tetap menemaniku di sini. 

Keluarga besarku akan turut hadir menyaksikan pernikahan keduaku ini. Sebagian besar bahkan hampir seluruh keluargaku sangat menyayangkan aku yang akan menikah lagi dan menduakan wanita sebaik Najma. Namun, dengan keindahan tutur kata Najma dalam menjelaskan semua, mereka tidak lagi membahas hal itu. Meskipun mereka sudah bungkam, tetap saja mereka terlihat tak suka dengan keputusanku, karena setahuku mereka begitu sangat menyayangi Najma.

 Setengah jam berlalu, ibuku mengabari kalau semua persiapan sudah lengkap dan waktunya kita untuk berangkat ke rumah mempelai wanita.

 Kami sekeluarga pun berangkat menggunakan beberapa mobil, Abi dan ummi pun turut serta ikut menyaksikan menantunya ini menikahi wanita lain. Aku, Najma, Ibu, umi serta Abi berada dalam satu mobil dengan Abi yang menyetirnya.

 Dalam perjalanan menuju rumah Salwa, kami diliputi keheningan, tak ada yang bersuara. Najma yang duduk di sampingku menggenggam tanganku dengan begitu erat dengan mulut berkomat-kamit melantunkan sholawat. Sesekali dia memejamkan matanya dan menghela nafas dengan panjang, kemudian dia tersenyum kearahku yang tengah memperhatikannya, seolah dia mengatakan

 "Aku baik-baik saja."

 Setibanya di rumah Salwa, kami di sambut dengan begitu hangat oleh keluarga calon istriku tersebut. Seserahan kami serahkan kepada pihak keluarga. Najma tak lagi ada di sampingku membuat aku semakin grogi, dadaku berdebar, berkali-kali ku lafadzkan  kalimat bismillah, tapi tetap saja, itu tak mengurangi rasa grogi yang menyerangku sejak di rumah tadi.

 Rumah minimalis dan tampak begitu sederhana inilah yang akan kami langsungkan ijab qobul. Tak besar, juga tak mewah tapi suasana yang asri membuat diri ini betah berada di sini.

 Kami semua di persilahkan masuk oleh seorang paruh baya laki-laki yang ku ketahui sebagai pakde Salwa yang akan menjadi wali nikahnya karena ayah Salwa sudah berpulang ke Rahmatullah sejak enam belas tahun yang lalu. Sedangkan Najma, entah apa yang ia tanyakan kepada seorang ibu-ibu sehingga ibu-ibu itu mengantar Najma ke dalam menuju suatu ruangan mungkin tempat calon istriku.

 Aku duduk di depan penghulu, keringat dingin mulai membanjiri wajahku.

"Sudah siap?" Tanya pak penghulu.

 Sekilas aku melihat kearah ibu juga umi, kedua wanita itu terlihat mengeluarkan air matanya seiring dengan senyum yang seolah di paksakan mereka menganggukkan kepalanya kepadaku.

 "InsyaaAllah siap, Pak," jawabku.

 "Baiklah, saya persilahkan kepada bapak Akbar sebagai wali dari Saudi Salwa untuk menjabat tangan mempelai laki-laki."

 Kemudian paman Akbar menjabat tanganku

 "Bismillahirrahmanirrahim, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Muhammad Hamdan Alfariki bin Almarhum Zulkifli dengan Salwa Nafisah binti almarhum Hussein dengan maskawin seperangkat alat sholat dan perhiasan dua puluh gram di bayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Salwa Nafisah binti almarhum Hussein dengan mas kawin tersebut, tunai!"

 "Bagaimana saksi? Sah?"

 "Sah!"

 "Alhamdulillah,"

 Puji syukur kami panjatkan kepada Allah karena acara ijab qobul sudah selesai di laksanakan dengan lancar dan khidmat.

 "Sekarang silahkan kamu jemput istrimu untuk menandatangi surat nikah," ucapnya.

Aku bangkit dan perlahan menuju ruangan yang katanya kamar milik Salwa. Aku khawatir Najma juga ada di dalam, karena selama proses ijab qobul tadi dia sama sekali tak menampakkan batang hidungnya.

 Perlahan aku mengetuk pintu, aku mendengar percakapan di dalam dan aku sangat familiar dengan suara salah satu perempuan tersebut. Dia istriku yang sedang menyuruh adik madunya untuk membukakan pintu.

Rasa bahagia dan rasa bersalah bercampur menjadi satu di hatiku. Bahagia karena akhirnya aku bisa menikahi Salwa, dan merasa bersalah karena telah menduakan istri sebaik Najma.

Pintu terbuka menampakkan seorang perempuan dengan balutan kebaya warna putih dan riasan wajah yang tampak natural membuat ia terlihat begitu cantik. Aku terbuai akan kecantikan Salwa, sepersekian detik aku memandangi wajah cantik yang beberapa menit ini sudah sah menjadi istriku.

"Assalamualaikum, Mas," sapanya padaku sambil mengulurkan tangannya.

Aku menerima uluran tangannya dan diapun mencium punggung tanganku dengan takdzim.

"Wa'alaikumsalam, Dik," balasku.

Kemudian aku mencium keningnya lumayan lama sambil menghirup aroma melati yang menjadi hiasan di atas kepala Salwa. Aku memeluk Salwa untuk pertama kalinya, dan saat itu pula kedua netraku menangkap wajah seseorang yang tersenyum kepadaku.

"Najma!"

Dia, istri pertamaku menyaksikan suaminya ini memeluk adik madunya. Dia tersenyum, tapi ada garis bening memanjang di pipinya yang berasal dari kedua matanya. 

Najmaku menangis!

Tapi, air mata itu segera dihapusnya dengan jari lentiknya sebelum dia bangkit dan berlalu memasuki ruangan kecil yang kuyakini itu adalah kamar mandi. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Roroh Siti Rochmah
sebel aku dsini bwa2 takdir pdhl hnya nfsu blka.. kesel jg sm nadjma, emg dikira enk dimadu
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
mn ada seorang istri bahagia melihat suaminya menikahi wanita lain walaupun dengan restunya, yg terlihat baik2 saja belum tentu baik.
goodnovel comment avatar
Priscilla Djohar
Kemunafikan yg hakiki, sembunyi pada takdir? Fix itu hawanafsu tubuh dosa manusia yg plihara. . Istri pertama yg malah nggak paham keimanan itu. Seharusnya justru menyelamatksn suami nya dari mendua. Mungkin bagi iman nya mendua ittu di ijinkan agama ( agama & TUHAN itu beda).
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Luka di Balik Senyum Istriku   23. RASA YANG SAMA. END

    Kamu pantas mendapatkan itu, karena kamu manusia yang tidak tahu diri!" ujar Kinan dengan penuh emosi. "Pergi sebelum aku memanggil satpam untuk mengusirmu! Jangan sampai atasanku keluar dan memberimu sanksi atas keributan yang kau lakukan. Jangan pernah ganggu hidupku lagi. Jangan pernah ikut campur urusanku lagi. Tante hanyalah orang asing yang kebetulan dinikahi papa karena hamil duluan!" Ucapan pedas Maira membuat Kinan semakin naik pitam. "Heh, semakin kurang ajar kamu ya sama orang tua!" Geram Kinan sambil menjambak rambut Maira dari balik kerudung yang dikenakan wanita itu. "Panggil selingkuhanmu ke sini! Gara-gara dia kamu kehilangan Reno dan gara-gara dia kamu semakin tak bisa diatur!" "Aauuwwhh, sakiiiit! Lepasin, Mak lampir! Dasar Gila!" Maira berusaha melepaskan cekalan ibu tirinya pada rambutnya. Sungguh saat ini kepalanya terasa kebas dan kulit kepalanya terasa mau copot. Sontak saja mereka di hampiri orang beberapa orang termasuk para pelayan di restoran tersebu

  • Luka di Balik Senyum Istriku   22. Playing Victim

    "Kenapa anak nakal itu belum juga di temukan?!"Entah kemana perginya Laura yang sesungguhnya, sehingga orang punya kuasa sekuat ayahnya saja tak dapat menemukan keberadaannya. Bahkan detektif handal yang biasanya tak pernah gagal dalam misinya, juga tak dapat menemukan keberadaan wanita muda itu. Jangan menemukan Laura, mendapatkan jejak kepergiannya saja tidak.Tuan Derial mulai ketakutan, ia takut kalau Laura di culik oleh musuhnya. Dia adalah pebisnis yang besar, tentu tak sedikit orang yang membencinya, sisi gelap dalam dunia bisnis salah satunya adalah bersaing dengan kotor, dan itu sudah menjadi rahasia umum."Tapi, siapa yang sudah memanfaatkan Laura demi bisa menyaingi ku? Selama lima bulanan ini tak ada yang berusaha menekan atau menyenggol diriku dengan kepala menunduk, dan satu tangan yang memikat pangkal hidungnya. Ia terlalu pusing memikirkan kemana perginya Laura. Ditambah sang istri yang sering jatuh sakit akibat kepikiran kepada putri mereka satu-satunya.Tak mau piki

  • Luka di Balik Senyum Istriku   21. Berakhirnya Kehidupan Salwa

    "Bil, maafkan aku, gara-gara aku kamu jadi korbannya Reno." Kini Bilal dan Maira tengah duduk di sebuah kursi yang terletak di teras minimarket di seberang restoran. Maira memaksa untuk membantu Bilal mengompres wajah lelaki itu yang memar dan mengobatinya. Saat terjadi adu jotos tadi, teman-teman yang semula hanya menonton kini turun tangan untuk memisahkan Bilal dan Reno, begitupun satpam dan kang ojol yang di pesan Bilal. "Gak papa, Mai. Lagian aku memang geram sama lelaki yang beraninya hanya sama perempuan, apalagi sampai main fisik segala. Beruntunglah kamu sudah bebas dari lelaki seperti itu." Jawab Bilal sambil mengompres wajahnya sendiri, karena ia tak mau jika Maira yang melakukannya. Tentu Bilal masih sangat ingat akan batasan-batasan dalam agamanya. Bilal membantu Maira bukan karena apa, tapi ia tak suka saja melihat kekerasan yang dilakukan oleh lelaki kepada perempuan, apalagi kejadian itu tepat berada di depan matanya. Bilal tak bisa untuk pura-pura tak melihat, apa

  • Luka di Balik Senyum Istriku   20. Baku hantam

    Kamu gak ada rencana buat pulang, Nak?" Tanya Nafisah saat menghubungi Bilal."InsyaaAllah awal Ramadhan ini Hamdan pulang, Mi, tapi belum tahu pastinya tanggal berapa." jawab Bilal.Satu bulan lagi sudah memasuki bulan Ramadhan, dan tanpa disadarinya sudah empat bulan Bilal bekerja di restoran."Syukurlah kalau begitu. Abi dan Umi sangat merindukan kamu, Nak." ujar Nafisah dari seberang sana dengan raut wajah yang begitu kentara menatap penuh rindu kepada sang putra."Bilal juga sangat merindukan Abi dan Umi. Kalian sehat-sehat kan di situ?""Alhamdulillah, kami semua sehat, Nak.""Alhamdulillah kalau umi dan Abi sehat semua."Setelah mengobrol lama dengan sang ibu, Bilal mengakhiri panggilannya dikarenakan ia sudah tiba di tempat kerjanya. Bilal turun dari angkot setelah membayar ongkos. Dihalaman depan, Bilal berpapasan dengan beberapa rekannya yang juga baru tiba di restoran. Bilal menyapa dengan ramah, dan mereka juga membalas sapaan Bilal tak kalah ramahnya. Namun, ada satu oran

  • Luka di Balik Senyum Istriku   19. Tempat Kerja Baru

    "Halo, Baby, mau aku temani?" Tanya Salwa dengan suara yang dibuat sesensual mungkin di dekat telinga pada salah satu pengunjung yang kini tengah menenggak anggur merah.Salwa kini tengah berdiri di belakang pria itu sambil mengalungkan tangannya pada leher pria itu. Tubuhnya bergerak bergoyang kesana-kemari mengikuti alunan musik DJ yang berputar."Owwhh, yees babyy." jawab lelaki tersebut sambil menarik tangan Salwa dan mendudukkan Salwa di atas pangkuannya.Semenjak kematian sang putri, lebih tepatnya kematian Riko, Salwa tak memiliki ladang uang lagi. Bukannya menyesal atas apa yang menimpa Alifah, tapi Salwa justru semakin menjadi-jadi. Bahkan kini wanita itu bekerja sebagai kupu-kupu malam di sebuah klub terkenal di ibukota. Tanpa ada sedikitpun rasa risih atau malu mengenakan pakaian yang begitu mini dan mencetak seluruh lekuk tubuhnya itu. Bahkan dengan bangganya ia memamerkan tubuhnya pada setiap pengunjung yang datang. Sekalipun usianya tak lagi muda, tapi bentuk tubuh Salwa

  • Luka di Balik Senyum Istriku   18. Mengenang masa Lalu

    "Ini adalah surat pemecatanmu, silahkan ambil gaji terakhirmu dan juga bonusnya. Maaf saya tak dapat membantumu untuk bertahan dalam pekerjaan ini."Sesuai dengan permintaan tuan Derial, jikalau dalam tiga hari Laura belum juga ditemukan, maka Bilal harus dikeluarkan dari kantor ini. Dan saat ini, dengan berat hati Tuan Xavier memberikan surat pemecatan untuk Bilal. Pernah kemarin tuan Xavier berusaha membela Bilal dan berusaha mempertahankan Bilal di perusahaan, tapi tanpa kata, satu proyek besar mengalami kegagalan dan kekacauan. Dan tentu itu menimbulkan kerugian yang fantastis.Dengan berat hati, Tuan Xavier mengeluarkan surat pemecatan untuk Bilal."Tidak apa-apa, Pak. Jangan mengorbankan banyak orang hanya demi satu orang, saya sungguh tidak apa-apa. Saya bisa mencari pekerjaan di tempat lain." jawab Bilal yang berusaha berlapang dada dengan apa yang diterimanya hari ini.Tuan Xavier semakin menatap iba kepada Bilal, "Tapi, namamu sudah di blacklist di seluruh perusahaan manapun

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status