Cuaca mendung mengantar kedatangan Nod hingga ke depan pintu rumahnya. Pria itu melangkah perlahan seraya menoleh ke segala sisi rumah tersebut.
“Apa yang sudah mereka lakukan pada rumahku?” tanyanya dalam hati.
Atap ruang makannya runtuh menimpa meja makan yang masih separuh dihabiskan. Pecahan kaca dan serpihan kayu bertebar ke sekeliling lantai. Tetesan hujan merembes masuk menciptakan genangan air di ruang tengah. Bau busuk sayuran basi menyeruak dari sekeliling meja yang sudah hancur terbelah-belah.
Seisi rumah seperti baru dibombardir angin puting beliung, padahal dia baru meninggalkan rumahnya selama tiga hari. Semua pintu juga tidak terkunci, sehingga siapa saja bisa masuk dan mengobrak-abrik isi rumah. Namun Nod tidak peduli dengan semua ini karena kini dia mencari keberadaan orang yang bisa menjelaskan padanya apa yang tengah terjadi pada rumahnya ini.
Nod meraih sisa makanan yang berjatuhan tadi dan mengamati makanan ini tampak tida
“Kau tidak bisa membawa semua atlic ke daratan,” ujar seseorang bergema dalam liang telinga Nod.Cahaya terang menerpanya. Tubuhnya terasa sangat lemas sekarang. Dia lupa yang telah terjadi padanya, lebih tepatnya tidak tahu. Matanya mengerlip perlahan. Silau cahaya membuat kelopak matanya bergetar. Tubuhnya terasa sangat dingin, tetapi dia bisa merasakan tubuhnya terbaring di atas permukaan yang keras.“Nod? Kau sudah sadar?” tanya seseorang yang sangat dikenal Nod. Sekali lagi Nod membuka matanya dan mendapati Fibrela, Likos dan Brevis berada di sampingnya.“Apa yang terjadi?” tanya Nod bingung.“Kau dibawa oleh Jibethus kemari,” kata Brevis. “Kau terluka?”Nod menggeleng. Dia kembali semua temannya mengelilingi dengan ekspresi lega. Masih merasa pusing dan letih, Nod mencoba bangkit dan mendapati dirinya yang kini terpasang rantai di kaki kanannya. Dia menatap ke Fibrela, Brevis dan Lik
Mereka turun dari tangga kecil dengan penjagaan dari para atlic dan rokern yang berkeliaran di sekeliling mereka. Perjalanan dari ruangan tadi ke gedung pengadilan yang dimaksud tidak sejauh yang mereka kira. Setelah melewati lorong dan koridor panjang sejauh 200 meter, mereka sampai di ruangan yang lebih besar.Pada awalnya, Fibrela mengira itu hanya ruang kosong, tapi nyatanya tempat itu sudah dipadati oleh ratusan atlic. Sementara di sisi luar para Cerecza sudah bersiaga jika sewaktu-waktu tahanan tersebut mencoba kabur.Fibrela dan yang lainnya dikawal memasuki sisi depan gedung pengadilan yang luas itu. Ruangannya bulat dengan dinding kaca di sekelilingnya. Dari balik dinding kaca itulah mereka bisa melihat ada begitu banyak wartawan dan atlic yang tengah mengamati setiap gerak-gerik yang mereka lakukan.Mereka diposisikan bersujud di tengah ruangan, menghadap ke sebuah podium besar yang tak jauh dari mereka. Di atas podium paling tinggi berdiri putra perta
Rapat besar dadakan segera diselenggarakan di Brugaden, menghadirkan seluruh petinggi Luxavar. Mereka duduk di lantai paling tinggi gedung megah itu. Di tengah-tengahnya, duduk Presiden Trufer. Matanya memandang awas ke segala arah, tak berkedip meski keributan mengisi pertemuan itu.“Kita harus mengevakuasi seluruh penghuni Luxavar ke daratan. Aku akan membuat perjanjian damai dengan manusia daratan jika memang itu diperlukan,” tukas salah satu atlic yang mengaku dari Komunitas Perdamaian Daratan.Pernyataan tadi segera ditentang mentah-mentah oleh rombongan atlic fanatisme Luxavar.“Kita tidak bisa mengulang sejarah kelam itu di daratan lagi. Lebih baik kita musnah menjadi bangsa yang terhormat ketimbang harus menyerah pada manusia daratan. Lagi pula, kita tidak tahu kehancuran besar apa yang juga bisa terjadi di daratan,” tangkis salah satu atlic dari gerombolan atlic di pojok ruangan.Seorang atlic berdiri hendak mengajukan ide
Sekitar 30 menit sudah berlalu, tetapi hanya ruangan gelap yang terlihat. Likos mulai mempertanyakan tentang ujung dari saluran pembuangan ini. Mereka tidak dapat berjalan beriringan karena saluran ini hanya dapat dilalui oleh satu orang, yang membuat keempatnya sama-sama sengsara. Mregelen berjalan tanpa menggubris celoteh Likos.“Semestinya sudah dekat,” kata Mregelen sedikit risau.“Kau yakin?” tanya Fibrela. ““Iya,” kata Mregelen menyemangati dirinya sendiri.Mereka melanjutkan perjalanannya dengan tergesa-gesa. Saluran ini pasti memiliki ujung.“Apakah kita akan mati jika makan kotoran?” cetus Likos memecah konsentrasi Nod.“Kudengar di daratan mereka membuat makanan dari kotoran,” timpal Brevis.“Omong kosong,” tukas Fibrela. “Berhentilah mengeluh. Kalau kau mati di saluran pembuangan setidaknya tubuhmu berguna untuk pupuk pohon kuifa Brevis.&rd
Urvi dan rombongan manusia daratan mengendap-endap melewati kerumunan menuju ke menara Bashtar. Tempat itu ramai bukan main. Meski begitu, dia tidak membawa mereka melewati tempat yang biasanya. Urvi menyelinap di antara para atlic masuk ke pintu tersembunyi di balik gedung.Berita menghilangnya tahanan di Brugaden mulai tersiar ke seluruh wilayah di Mercendia. Namun dengan cepat berita tadi teredam oleh kepanikan para atlic akan isu bencana yang lebih mengerikan itu.Kericuhan tersebut juga membuat Urvi beserta sepuluh manusia daratan yang dia seludupkan dari Luzav dengan mudah menembus menara Bashtar. Dengan status Urvi sebagai petugas di Biro Kependudukan, mereka bisa mencapai lantai teratas gerbang utama Luxavar dalam waktu singkat. Setelah melewati pintu kaca itu, mereka smua akan bebas dari negeri dasar samudera ini.Mregelen yang saat itu ikut bersama mereka tak bisa banyak berkutik. Urvi bisa dengan mudah membunuhnya bila satu teriakan saja terdengar dar
Nod mengamati sekeliling ruangan yang dipenuhi buku-buku tadi. ”Mungkinkah buku itu ada di sini?”Fibrela mengangkat kedua bahunya. Dia ikut melihat deretan benda-benda antik yang ada di museum tersebut. Selain deretan buku, ada lukisan, ukiran, serta beberapa hasil pahatan peninggalan para atlic di zaman peradaban awal.“Kalaupun ada, kita sudah terkurung di sini. Kita akan ikut tenggelam bersama para atlic,” gumam Brevis.“Sebaiknya kita cari jalan keluar dari sini, Nod,” timpal Likos. Dia terus mengorek celah pintu yang tadi dilewati Urvi dan teman-temannya tadi.“Aku masih tidak percaya Urvi tega meninggalkanku di sini hidup-hidup.” Fibrela berdesah tak bersemangat.“Kau tidak dengar kata Todu tadi? Dia bilang kau yang membunuh seluruh keluarganya,” tukas Likos. “Mungkin Urvi juga punya dendam kesumat denganmu.”“Aku tidak tahu-menahu tentang itu. Pasti ada kes
Mregelen diantar memasuki kamarnya yang luas itu. Tak lama setelahnya, Trufer datang dengan wajah cemas. Dia langsung merangkul putrinya dengan erat.“Ayah?” Mregelen memanggil ayahnya lirih.“Kau baik-baik saja?”“Mereka membunuh Urvi. Mengapa mereka membunuhnya?”Trufer terdiam sesaat. Dia membelai kepala Mregelen dengan lembut. “Kau tahu tindakanmu menyelamatkan teman-temanmu itu sangat berisiko, Mregelen.”“Tapi kau tidak harus membunuh mereka semua,” ucap Mregelen.“Aku tidak bisa kehilanganmu. Jangan lakukan tindakan gegabah seperti ini lagi, kau tahu?”Trufer menatap tangan Mregelen yang kini terbalut rapi dengan kening berkerut. “Aku akan meminta mereka membuat lagi akses untukmu.”“Urvi tidak berniat membunuhku. Aku yang membuatnya ketakutan.”“Dia hampir mencekik mati dirimu, Mregelen. Kita tidak bisa memberika
Mregelen menerbangkan yunishnya mendekati Museum Paranis dengan kecepatan penuh. Dia mencapai pintu depan Paranis dan melihat sebagian isi museum itu sudah runtuh. Sambil mengendap-endap dia menyusuri pintu utama, menghindari diri dari pengawasan para Cerecza.Dengan awas Mregelen menyusuri lorong tempat Urvi menahannya kemarin. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Nod dan yang lainnya di ruang peradaban awal tempat Urvi menahannya. Cerecza sudah menghancurkan tempat tersebut sampai tak bersisa.Dia mengamati meja yang sudah dipenuhi buku-buku tersebut dengan resah. Kedua matanya berbinar ketika menemukan buku karangan Zoticus yang masih separuh terbuka di atas meja tersebut.“Ternyata benar, buku ini ada di sini.” Mregelen bergumam seraya mengantungi buku tersebut. Dia masih harus mencari Nod dan Fibrela sebelum keluar dari tempat ini.Mregelen mengamati sekali lagi ruangan yang sudah hancur lebur tersebut sebelum beranjak keluar. Tidak ada jejak