"Wayan tunggu lah satu Minggu lagi," pinta Sari di telpon, wajahnya terlihat gelisah dan juga takut.
"Ok, tapi maaf saja aku tidak bisa menunggu lebih dari itu," tegas Wayan. **** "Oh ... Jadi Ayah marah padanya bagus, aku akan memanfaatkan ke sempatan ini, Aku tidak ingin Wayan menjadi milik orang lain, apa lagi menjadi perawan tua. Ck," desis Sari menyirangai ia diam-diam mendengar percakapan Ayah dan Ibunya yang sedang bertengkar karena Stella. ------------------------------------² Stella pergi meninggalkan Rumah Farhan, ia berjalan tanpa ada arah bahkan tujuan, dia sangat ingin pulang. Namun percuma saja dia sangat paham dengan kepribadian Ayahnya. Peraturan, Adat dan kehormatan di atas segalanya. Semalaman wanita terbuang itu duduk di Halte bus hingga fajar, bahkan dia tidak tidur. "Hah ...." Stella menghela nafas panjang, ia sudah berpikir semalaman, tetapi tidak menemukan cara agar Ayahnya bisa memaafkannya. Farhan yang merasa kasihan kepada Stella hanya bisa memantaunya dari kejauhan, ia khawatir wanita itu akan melakukan hal yang tidak-tidak. Melihat Stella yang sedang masuki bus, Farhan pun juga bergegas masuk ke bus yang sama,hatinya begitu iba saat melihat Stella yang sedang begong memandang keluar jendela, bahkan airmata Stella mengalir dengan sendirinya tapa ekspresi apapun. Farhan menghela nafas lalu duduk berseberang dengan Stela, sedangkan Stela dia seperti seorang yang kehilangan jiwanya, dia memang duduk di dalam bus, tetapi jiwanya entah ada di mana. Drrrr drrrr drrrr. Getar ponsel membangunkan Stela dari lamunan. "Sari!" ucapnya besemangat. Dia sangat gembira karena adiknya menelpon, sambil menghapus airmata dia cepat-cepat mengangkat telpon dari Sari. "Iya Sari, Hah! Kakak senang ... Sekali, kamu menelpon Kakak." "Kakak, Kakak di mana? Apa yang telah Kakak lakukan sehingga Ayah begitu marah?" tanya Sari di telapon, terdengar cemas. Stella menceritakan semua yang terjadi kepada Sari. "Sari, Kakak harus bagaimana sekarang? Kakak sangat ingin pulang kerumah," lirih Stella berharap Sari dapat membatunya. "Kak, sebaiknya Kakak tidak pulang karena saat ini semua orang sedang membicarakan Kakak, Ayah saja sampai tidak keluar rumah karena malu, Kakak pikir Ayah akan memaafkan Kakak." Stella menarik nafas dalam-dalam, "Lalu kakak harus bagaimana Sari?" "Mungkin jika Kakak menikah dengan sorang yang terpadang, walau ayah sangat membenci Kakak setidaknya ayah akan segan dengan suami Kakak, Aku rasa ayah akan menerima kakak kembali," usul Sari. Perkataan adiknya membuat Stella menyeringai, ia tidak kecewa dengan usulan Adiknya tapi ia kecewa pada dirinya, "Tidak mungkin," kata batinnya. "Apa ayah tau kamu menelpon?" "Tidak, kalau ayah tau aku pasti di marahi" "Ya sudah kalau begitu jaga Ibu dan ayah, Selamat tinggal Sari, kamu tidak perlu menelpon kakak lagi" Stella menutup telpon. Ia menangis sejadi-jadinya, rasa malu keluarganya semua gara-gara dia, ia merasa sangat bersalah. Pikirnya lebih baik dia tidak pulang dari pada harus melihat wajah Ayahnya yang begitu kecewa padanya. Sementara Sari dia tersenyum sambil berjalan menuju dapur seperti, itulah yang ia inginkan. "Menikah dengan orang yang terpandang, bagaimana mungkin. Hum," degus Sari menyeringai licik. ia mencupkan tangan nya ke dalam gelas berisi air, lalu membasahi pipinya sedikit, sambil merengek ia menemui ibunya. "Ibu ...." panggilnya lirih. "Sari bagaimana? Apa Stella akan pulang," tanya Ibunya terlihat sangat khawatir. Sari menggeleng cemberut, "Tidak Ibu, Kakak tidak ingin pulang." "Apa!" mata ibunya sontak melebar, "Tapi kenapa, apa kamu sudah membujuknya?" "Sudah Ibu, tapi dia masih tidak ingin pulang dia takut pada Ayah, begitu katanya." "Ya Dewa, ya sudah jangan sampai Ayahmu tau kalau Stella tidak ingin pulang." "Ehmz," dehem seorang dari balik pintu. Sari dan Ibunya tersentak kaget saat melihat itu adalah Suaminya. "Marni aku tau kamu tidak akan mendengarkanku, sekarang kamu sudah mendengarnya sendiri, bagus jika dia tidak ingin pulang lagian aku juga memanggil pandita untuk memperingati hari kematiannya dan kamu Sari, telpon Rio suruh dia datang bersama keluarganya Kita akan menetapkan tanggal pernikahan kalian." "Tapi Haryo ...." "Diam!" sentak Haryo yang membuat Marni terdiam lalu menunduk, tubuh nya bergemetar melihat sorot mata suaminya begitu marah. "Cukup, aku tidak ingin membahas ini lagi," tekan Heryo. Haryo terlihat sangat kecewa mendengar putrinya tidak ingin pulang, ia merasa harga dirinya telah di injak oleh Anaknya sediri. "Maaf Kak, tapi hanya ini yang bisa aku lakukan jika kamu kembali entah berapa lama lagi aku harus menunggu agar aku bisa menikah dengan orang yang sangat aku cintai," gumam Sari dalam hati menunjuk sedikit senyum di wajahnya, Semua berjalan sesuai dengan rencananya. Saat Stela akan turun dari bus dia melihat Farhan, tetapi dia seperti tidak mengenal Farhan, pikirannya terlalu kacau sehingga dia tidak menghiraukan apapun. Disela-sela kesibukannya, saat mengingat tamparan dan perkataan ayahnya dia mulai menangis. Gadis kuno yang tidak memiliki teman di tempat kerjanya hanya bisa memendam semua kesedihannya sendiri. Sambil berkerja dia juga menghubungi berbagi calo perumahan, namun dia tidak menemukan yang sesuai dengan budgetnya. "Hei ... Buku apa yang cocok untuk seorang yang baru saja keluar dari penjara?" tanya seseorang padanya. Sambil menghapus air mata dia tersenyum mengangkat kepalanya. "Farhan?" "Iya, tolong katakan buku apa yang cocok?" "Sebentar aku akan mencarikan untukmu." Tidak sampai lima menit Stela kembali. "Hahaha buku yang bagus, Aku rasa kamu sudah menyiakan buku ini sebelumnya." Farhan tertawa melihat judul buku yang diberikan oleh Stela. Buku yang berjudulkan cara berhenti dari minuman beralkohol. "Bukannya itu lebih cocok," tutur Stella sembari tersenyum. Ia memang terseyum dengan ceria, tetapi Farhan tau senyuman itu sebuah senyuman yang palsu. "Ya, Aku rasa begitu? Terimakasih." Farhan pergi begitu saja. Stella hanya bisa menggeleng melihat Farhan yang kemana-kemana membawa sebotol minuman keras. Hingga berjalannya pun sudah tidak seprti orang biasanya, bicara juga secukupnya dan terdegar berat.APA AKU EGOIS JIKA AKU INGIN MENIKAH----------------------------------²⁵Garrr garrr garrr garrr, Gedor Farhan sembari membawa pistol. Entah apa yang ia pikirkan Farhan datang kerumah orang tua Stella dengan penuh amarah.Saat Ayah Stella membuka pintu Farhan langsung menodongkan pistol ke kepalanya."Ah... !" pekik Marni ibu Stella ia sangat takut melihat Farhan yang tiba-tiba menodongkan pistol di kepala suaminya."Nak, apa yang kamu lakukan. Bibik mohon jika ada sesuatu kita bisa bicarakan baik-baik" Pinta Marni memohon.Seluruh tubuh Heryo bergetar, keringat jangung mulai mengalir di dahinya. Sisip sedikit maka kepalanya akan buyar."A-Apa ya-yang kamu inginkan" kata Heryo terbata.tanpa bicara dengan wajahnya yang begis, Farhan langsung masuk. Ia melumat-lumat kalung bunga yang ada di foto Stella hingga hancur."Hah" hembus Farhan, " Dengar paman ini peringatan terakhir. Demi dirinya aku rela membunuh, bahkan aku juga rela mati demi dirinya." ketus Farhan."Iya Nak iya, Bibik be
AKU PASTI BISA, AKU TIDAK AKAN MENANGIS LAGI DI HADAPANNYA.------------------------------------²⁴"Sudah jangan menangis, aku mengerti Stella." tutur Farhan teseyum sembari mengahapus air mata Stella dengan lembut."Sekarang ayo kita kembali ke Rumah Sakit" lanjut Farhan."Um."Namun tiba-tiba mata Farhan melotot, darahnya naik hingga kekepala. "Hah" hembus Farhan meredam amarahnya. Ia tidak sengaja melihat Poto Stella yang masih di kalungkan dengan bunga di layar.Di benak Farhan ia legah karena Stella sedang mengahadapnya membelakangi layar. Jika tidak, mungkin Stella akan kembali sangat hancur saat melihat itu. Dengan cepat Farhan menarik kembali Dronnya. "Ada apa, Han?" tanya Stella yang melihat Farhan tiba-tiba tergesa."Hehehe bukan apa-apa, ayo kita pergi." elak Farhan cekekehan.Di perjalanan kerumah sakit, Stella terus memikirkan perkataan Farhan yang ingin menikahinya. Namun lagi-lagi ia menguburkan semuanya dalam-dalam, baginya kabaikan Farhan sudah lebih dari pada cukup
"Farhan, apa kamu sudah gila. Maaf Farhan tapi saya harus menyampaikan ini, Stella tidak punya banyak waktu.""Tidak, kamu pasti bohongkan. Dokter ini tidak mungkin aku melihatnya dia sudah baik-baik saja.""Aku mengerti perasaanmu, jadi aku mengizinkanmu untuk membawanya besok, tapi kamu harus cepat membawanya kembali karena kami akan melakukan penanaman biji partikel untuk mengahambat pertumbuha tumor di otaknya, selagi kami mempersiapkan semuanya kamu boleh membawanya."----------------------------------²³"Farhan kamu dari mana saja?" tanya Stella yang melihat Farhan baru datang untuk membesuknya."Aku habis beres-beres" jawab Farhan menunjukan sedikit senyum sembari berjalan lalu duduk di samping Stella."Beres-beres?""Hehehe iya beres-beres, ada apa? Oh... Apa kamu sangat merindukanku." ucap Farhan menggoda Stella."Bub... Bubb.. hihihi " Stella cekikikan, ia merasa perkataan itu sangat tidak cocok dengan Farhan."Han, sejak kapan kamu bisa merayu?" lanjut Stella, yang selama i
---------------------------------²²"Dasar bodoh." ucap Farhan sembari memeluk Stella dengan erat. Yang bahkan tanpa ia sadari air matanya juga menetes, kerinduan yang menyiksa akhirnya terlepasakan."Maafkan aku Stella, aku mengira kamu kembali kepada Bram." Sambung Farhan."Bukannya aku sudah mengirim mu pesan kamu juga melihat pesan itu, tapi kamu sama sekali tidak membalasnya, aku juga berusaha menelpon mu berkali-kali, Han, tapi ponsel mu sama sekali tidak aktif." beber Stella.Perlahan Farhan melepaskan pelukannya, sambil tersenyum ia mengahapus air mata Stella dengan lembut.Namun tiba-tiba wajah Stella memucat, penglihatannya mulai memudar. Bruk, ia pingsan di pelukan Farhan.Sontak Farhan membaringkan Stella di pangkuannya, matanya melebar. Ia begitu cemas saat melihat darah yang mengalir melalui rongga hidung Stella."Stella..., Stella..." Panggil Farhan yang panik. sehingga membuatnya tidak tau harus berbuat apa, Ia melihat ada name tag di leher Stella."Astaghfirullahall
"Han, berjanjilah untuk hidup dengan baik. Aku akan selalu menunggumu"-----------------------------------²¹"Pak Farhan mau pinjam buku?""Tidak Rina, Oya apa Stella ada?" tanya Farhan, ia sudah memutuskan untuk menemui Stella. Walau hanya sekedar untuk memberikan udangan dari Ibunya.Rina menggeleng, "Tidak Pak, Stella sudah mengundurkan diri." jawab Rina."Apa, mengdurkan diri?""Iya pak, dia bilang dia akan menikah dan akan tinggal di Singapura bersama suaminya.""Ya baik lah kalau begitu, terimakasih."Farhan keluar dari perpustakaan, setiap langkahnya menghilangkan harapannya untuk bertemu dengan Stella. Hatinya begitu sakit ia tidak menyangka Stella kembali kepada Bram. Bahkan ia menikah tanpa pemberitahuan.Ia terus bejalan, hingga tanpa sadar ia sudah tiba di depan Rumah yang pernah ia berikan agar Stella punya tempat tinggal.Farhan menghirup udara dalam-dalam, "Hah" hela Farhan sembari melangkah masuk.Matanya berkeliling, ia terseyum melihat semua banyangan Stella yang ter
----------------------------------²⁰Begitu menyedihkan, Sejenak ia berdiri melihat Stella yang meringkuk di dalam bak mandi.Stella perlahan mengangkat wajahnya, ia tampak pucat, bibirnya balu bergemetar karena kedinginan, "Maaf ya, Han." lirih Stella menunjukan senyum yang membuat Hati Farhan merasa teriris.Perlahan Farhan mendekat, ia menyingkap rambut Stella yang basah dengan lembut. Tanpa bicara Farhan merangkul Stella, ia menggendong Stella keluar dari dalam kamar mandi.Stella memeluk erat Farhan, matanya bebinar melihat wajah Farhan yang datar. Ia merasa sangat bersyukur karena Farhan selalu ada untuknya.Farhan pun membaringkan Stella di tempat tidur. Saat Farhan akan mengkat kepalanya, Stella menahannya.Stella meraih Farhan mendekat lalu mencium bibir Farhan dengan penuh perasaan, yang membuat perasaan Farhan bergejolak tidak menentu.Perlahan kedua mata yang menikmati cumbuan mesra itu terbuka, tatapan yang menginginkan satu sama lain terlihat jelas.Stella mulai pasrah,