"Ragamu bisa kau bagi, tetapi cinta yang tulus hanya akan mempunyai satu tempat yang tidak akan bisa dibagi ...."
"Lalu siapa yang mau menggugat Bunda?"
"Sabrina atau kamu sendiri?" pekik Sania.
Doni pun terdiam.
"Bukan aku yang akan menggugat Bunda. Tetapi, Sabrina dan keluarganya tidak akan tinggal diam melihat aku menikah lagi dan ini akan menjadi malapetaka buat keluarga kita," ujat Doni membuat Sania terperangah.
"Doni, ya Allah. Malapetaka apa?" sahut Sania dengan wajah panik yang tidak bisa ditutupinya.
"Bunda juga harus siap-siap. Karena Fani akan minta cerai," lanjut Doni membuat sang Bunda semakin terpojok.
"Cerai?"
"Kenapa harus cerai? Nggak perlu kan harus cerai," timpal Sania.
"Karena ketika Sabrina sembuh. Fani akan merasa ber
"Fani, maaf ya, Bunda harus masuk," ucap Sania saat membuka pintu kamar Fani.Sania terus memanggil, menyusuri tiap sudut kamar itu tetapi tidak ada jawaban apapun dari Fani."Bun, jangan-jangan Fani sudah pergi," celetuk Prita.Saat sedang mencari, Sania menemukan sebuah surat yang tergeletak di ranjang. Ia pun membacanya."Ya Allah, Fani ....""Sia-sia dong Bunda mempersatukan mereka dalam ikatan pernikahan," gumam Sania.......Nyonya Renny pun mencoba menenangkan sang putri."Langkah kamu sudah tepat kembali ke rumah ini. Bagaimanapun juga kamu masih terikat pernikahan dengan Doni. Kamu harus menjaga setiap langkah kamu di depan suami dan di mata Allah Subhana wa taala," ujar Renny."Nak, sabar, Sayang ya," tutur Renny menenangkan sang putri."Ma, saya nggak mau kembali sama Doni. Saya nggak mau. Saya nggak mau jadi orang ketiga dalam pernikahan sahabat saya sendiri," ucap Fani menangis.
Sebelum lanjut membaca, jangan lupa tinggalkan jejak di like dan komentar ya. Jangan lupa kasih ulasan dan gudangkan cerita ini biar kalian tidak ketinggalan update terbarunya.Terimakasih ❤️......Sinta dan Martin seperti biasanya duduk santai menonton acara favoritnya sambil menikmati secangkir kopi hangat."Ini ... Fani istri keduaku."Tiba-tiba Sinta kembali terngiang kata-kata Doni saat hari itu ia memperkenalkan Fani sebagai istri keduanya.Tanpa sadar, cangkir berisi kopi itu terlepas dari genggamannya."Ya ampun, Ma. Kamu kenapa?" tegur Martin yang bingung ada apa dengan istrinya itu.
"Dalam hidup, kita diharuskan memilih. Tidak semua yang kita inginkan, bisa kita raih. Terkadang, hidup memaksa kita untuk menerima sesuatu yang tidak kita inginkan ...."Sebelum lanjut baca, jangan lupa subscribe ya biar kamu nggak ketinggalan update ceritanya."Menceraikan Sabrina?" gumam Doni."Kamu tidak diterima lagi di rumah ini. Jadi sekarang kamu keluar!" bentak Martin menarik paksa Doni.Doni pun berusaha menolak dengan cara halus. Namun, akhirnya dia mengalah."Pa, oke, Pa. Aku akan pergi dari sini. Tetapi, aku akan
Martin dan Sinta pun menemui Sabrina di sebuah apartemen milik Martin yang memang disediakannya untuk Sabrina."Pa, cepetan dong, Pa. Nanti keburu Sabrina bangun," ujar Sinta agar Martin lebih cepat membawa kendaraannya menuju apartemen."Tenang, Ma. Di apartemen juga kan ada Bibi. Nanti kalau Sabrina terbangun, pasti dibukain pintunya," jawab Martin."Bibi kan jam segini udah pulas, Pa. Nggak mungkinlah terbangun," sahut Sinta."Ma, Sabrina itu dalam pengaruh obat tidur. Kata dokter Indra itu obatnya bertahan 8 jam. Jadi kita sudah sampai sebelum Sabrina terbangun," terang Martin menenangkan sang istri."Aku mulai ragu loh, Pa. Bagaimana kalau keputusan kita menyembunyikan Sabrina nantinya menjadi bumerang untuk kita?" ujar Sinta."Gimana kalau Sabrina justru mengira kita yang ingin memisahkan dia dari Doni," lanjut Sinta khawatir.Di Apartemen
Wajah Doni semakin pucat. Bibirnya pun kelu tak bisa menjawab pertanyaan Sabrina. Sabrina yang terlanjur kecewa akhirnya memilih pergi."Assalamualaikum."Doni pun langsung sigap mengejar Sabrina yang melangkah pergi."Sabrina, Sabrina. Bukan gitu maksudku. A-aku cuma kaget aja dengan kedatangan kamu di rumah ini," dalih Doni yang justru membuat Sabrina curiga."Memangnya apa yang berubah dengan rumah ini, Mas? Aku masih istri kamu kan?" cecar Sabrina."Aku pernah tinggal di sini. Tetapi, kenapa aku mau ketemu kamu, aku harus telepon kamu?!" serang Sabrina."Kalau kamu telepon aku dulu, aku bisa jemput kamu. Iya kan?" jawab Doni beralasan.Sabrina pun menangis. Airmatanya tak dapat ia tahan."Doni ke mana sih? Lama banget," celetuk Prita."Makanannya sampai nggak disentuh, Bunda," sambung Prita."Iya," jaw
Doni memutuskan mengajak Sabrina ke sebuah taman yang cukup jauh dari rumahnya. Di sanalah ia banyak menghabiskan waktu bersama Sabrina juga Fani semasa kuliah dulu."Yuk, kita jalan ke sana," ajak Doni menggandeng tangan Sabrina mesra.Tiba-tiba gawai Doni berbunyi. Terlihat nomor Fani memanggil. Doni pun gamang dibuatnya. Tidak mungkin baginya mengangkat telepon Fani itu."Fani telepon. Gimana ini? Aku nggak mungkin menjawab telepon Fani. Sedangkan aku belum bisa jujur pada Sabrina," gumam Doni dalam hatinya.Doni akhirnya mematikan panggilan Fani itu. Ia tidak ingin mengambil resiko dan membuat Sabrina curiga."Kok Mas Doni nggak bisa dihubungi ya? Kenapa dia nggak ngomong sama kita kalau mau pergi," pikir Fani yang bingung ke mana Doni pergi."Telepon dari siapa, Mas?" tanya Sabrina saat tahu Doni mematikan teleponnya."Oh, bukan siapa-siapa kok. Ini c
Hai, dukung author dengan subscribe dan rate 5 ya biar semangat updatenya.Terima kasih 🌹.......Aku pasrah untuk menerima Mas Doni sebagai suamiku. Berbakti pada-Nya dan patuh pada perintah-Nya. Dan ajari aku ya Rabb, bagaimana cara mencintai laki-laki yang sudah menjadi suamiku ....""Sabrina," tegur Doni selepas Sabrina menyelesaikan doanya."Maaf ya, Mas, kamu jadi harus tunggu aku selesai salat dulu," jawab Sabrina."Nggak apa-apa,Sayang," timpal Doni.Doni terlihat kik-kuk hingga membuat Sabrina bertanya-tanya dalam hatinya."Ada apa, Mas?" tanya Sabrina yang duduk di tepian ranjang. Doni pun duduk di sebelahnya."Rasanya aneh, Mas. Kita
"Kamu ini gimana sih? Maunya kamu tuh apa, Hah?!" pekik Aryo. "Prita, ayo kita keluar!" ajak Sania menarik paksa Prita keluar."Maaf Bapak hakim. Ayo!" Setelah Prita dibawa Dinda dan Bunda Sania, akhirnya Aryo pun keluar dari ruang persidangan dengan menahan kesalnya. Ia pun menghela napas panjang."Kenapa sih Kakak membatalkan cerai Kakak? Bukannya Kakak benci sama Kak Aryo?" gerutu Dinda pada sang Kakak yang berdiri di sampingnya.Prita hanya diam."Iya, Bunda juga jadi bingung kok kamu mau rujuk lagi sama si Aryo. Padahal kan kamu tadinya mau pisah. Bersikeras bercerai sama dia. Aduh, Prita, Prita," cecar Bunda SaniaPrita pun tersenyum sinis."Bunda mau tahu jawabannya?" celetuk Prita tersenyum sinis."Kamu tuh aneh deh. Bikin Bunda jadi nggak ngerti deh," sahut Sania."Bunda, ini hal yang Aryo