Share

BAB 5

Selama seminggu Santi Chandra kuliah di bogor dan hari ini adalah ujian terakhirnya di bagian penyakit Dalam dan setelah selesai ujian Santi Chandra menyadari dia tidak lulus bagian ini dan dia harus mengulang kuliahnya selama sebulan di jakarta di Rumah Sakit milik Fakultas Kedokterannya.

Dengan santai Santi Chandra pulang ke rumahnya dengan memakai angkot antar kota dan tibalah dia di terminal jakarta dan dia naik angkot pulang ke rumahnya tanpa memberi kabar ke suaminya.

Santi Chandra ingin melihat kedekatan pasangan suami istri yang baru itu, Tania Wati tidak tinggal di rumah Santi. Ya rumah Santi, karena rumah ini orang tuanya yang membelikan dan suaminya hanya mencukupi kebutuhan hidup keluarga kecilnya dan  membayar kuliah kedokteran Santi.

Sebelum menikah Santi pernah menanyai abang pertamanya apakah mereka masih mau membayar kuliah kedokterannya dan lalu dijawab oleh kakak iparnya,

Santi menikah ketika dia baru tingkat dua. dan cuti setahun, setahun kemudian ketika dia lulus ujian E2 dia kuliah lagi di tingkat 3, jadi ketika dia kuliah tingkat lima Santi telah memiliki tiga anak perempuan yang lucu.

“Kalau sudah menikah, ya suruh suamimu yang bayar.” 

Sejak mendengar jawaban itu, Santi Chandra tidak pernah lagi meminta uang ke abang keduanya dan ini disalah tafsirkan oleh keluarganya, mereka mengira kuliah Santi Chandra masih dibiayai oleh abang keduanya dan ini semua nanti akan terungkap di kemudian hari.

Santi sampai di depan rumahnya dan terlihatlah sepasang suami istri yang mesra di dalam rumah itu, mengapa Santi dapat melihat itu, ya karena rumah mereka depannya memakai kaca , jadi apa yang terlihat di dalam, dari luar dapat dilihat.

Sungguh ironis, istri sudah sampai di rumah tapi suami tercinta tidak menyadarinya dan Santi berjalan dengan gontai menuju pintu belakangnya yang tidak selalu di tutup, sebenarnya pintu depan juga tidak tertutup, tapi Santi malas melalui pintu depan takut mengganggu kemesraan mereka.

Melalui pintu belakang Santi sampai di rumah dan dia duduk diam di meja dapur melihat makanan yang ada di meja. sepiring sayur sardencis dengan tomat dan cabe serta semangkuk besar sayur bayam ditumis dan diberi kuah tentu tanpa jagung dan tomat.

Melihat semua itu, Santi tahu yang masak pasti suaminya.

ya, suaminya adalah seorang suami yang pandai masak dan pada saat tertentu dia suka masak sayur dan juga seorang ahli bela diri dan dia menerima murid privat yang ingin mempelajari ilmu bela diri darinya.

Dengan itu semua dia membiayai hidup keluarga kecil dan kuliah Santi, jadi Santi sangat berhutang budi dengan dia tapi juga karena Santi bukan wanita penganut perceraian, dia lebih senang cerai itu cerai mati, tapi jangan dikira pelakor bisa menang dari Santi.

Lihatlah bagaimana Santi nanti akan mengusir pelakor pelakor itu satu persatu.

Bermain cantiklah tanpa melukai diri sendiri, apakah sakit jika suami senang wanita lain, anggap saja dia membeli baju, disaat dia ada uang dia bisa membelinya tapi disaat dia kere baju juga akan meninggalkannya, betulkan?

Tanpa bersuara dia menghampiri meja itu dan mengambil piring untuk menyendok nasi dan dalam diam dia makan siangnya sendiri.

Ya, hari ini dia pulang lebih pagi, setelah ujian dia langsung pulang.

Jadi sebelum sore, dia telah sampai di rumah dan sekarang sedang mencicipi makan siangnya dengan diam.

Santi sudah tidak ingin meratapi nasibnya tapi dia akan mengakrabkan dengan nasib. Dia akan membuat semua itu seolah olah hanya mimpi dan dia akan menontonnya, dia akan melihat sampai kapan Tania Wati sanggup menjadi istri kedua suaminya.

“Papi, kamu hari ini tidak jemput Santi?” Tanya Tania Wati.

“Iya, mau, nanti dua jam lagi, biasanya jam seperti itu dia sampai.” Kata Haryanto.

“Anak anak mana ya?” tanya Tania Wati lagi.

“Kenapa sepi, sedang apakah mereka, saya naik lantai dua dulu ya, mau lihat mereka sedang apa.” kata Tania Wati lagi.

“Ya, naiklah.” Kata Haryanto.

Mendengar Tania Wati mau ke lantai dua, Santi pindah tempat duduk membelakangi dinding, sehingga tidak terlihat oleh Tania wati.

Santi duduk terdiam di meja makan setelah dia selesai makan, Santi tidak beranjak dari tempatnya sampai mertuanya memergokinya.

“Ahhh, kamu sudah pulang Santi, kenapa diam saja disini? Kenapa tidak keluar menyapa suamimu?” Tanya Lany Cidewa.

“Malas, enakan duduk disini melihat mereka yang sedang bermain.” Kata Santi Chandra santai.

Memang di depan pintu belakang rumah Santi Chandra ini ada beberapa rumah lagi dan anak anaknya sedang bermain lari larian dan tiba tiba si sulung pulang dari pintu belakang dan memanggil maminya dengan suara yang lantang di susul dengan juni Lintang.

“Mami.” Jerit Tika Lintang.

“Mami” jerit Juni Lintang tidak mau kalah dengan kakaknya.

Dan mereka bersama sama menghampiri maminya dan naik di atas pangkuannya.

Mendengar jeritan kedua anaknya, Haryanto Lintang dan Tania Wati datang menghampiri mereka dan…..

“Ahhh, Santi, kamu sudah ada di rumah, kenapa tidak minta saya jemput?” tanya Haryanto Lintang dengan lembut.

“Saya tidak mau mengganggu kalian berdua, sudah ah, saya mau mandi dan mau tidur, cape.” Kata Santi Chandra acuh.

“San, kamu marah ya.” Tanya Tania Wati.

“Untuk apa marah, toh saya yang kenalkan kalian berdua, lakukanlah semau kalian asal saya tetap mendapat kebebasan ingin melakukan apapun juga jangan dilarang.” Kata Santi Chandra dengan misterius.

“Apa maksud kamu?” Tanya Haryanto Lintang.

“Jangan macam macam ya.” Ancam Haryanto Lintang.

Santi tidak menyahut dan pergi meninggalkan mereka setelah mengajak anak anaknya mandi bareng.

Selesai mandi, Santi masuk ke kamarnya bersama kedua anaknya.

Tania Wati sudah bersiap siap ingin pulang dan diantar oleh Haryanto Lintang.

Karena letih dan sedih akhirnya Santi Chandra tertidur dan terbangun ketika ada yang mengecup pipinya dan terlihatlah Siani Lintang sedang mengganggunya.

“Bangun ma, yuk kita makan malam.” Ajak Juni Lintang 

“Papi ada beli sayur enak, yuk kita makan bersama.” Ajak Tika Lintang.

“Hayo, makan sendiri ya, jangan disuapin.” kata Santi sambil tertawa.

Mereka bersama menuju meja makan disana telah duduk Haryanto Lintang dengan ibunya.

Santi duduk tenang di samping mertuanya dan membiarkan anak anaknya duduk di dekat ayahnya, biar ayahnya yang repot mengambilkan sayur untuk anaknya.

Ya, Santi memang kadang kadang malas mengurus anaknya dan dia sengaja membuat anaknya dekat dengan ayahnya, biar ayahnya dapat dijerat oleh pelakor tapi selamanya tidak dapat meninggalkan anak anaknya.

SELALU TERIKAT DENGAN DARAH , SEHINGGA hARYANTO TIDAK GAMPANG MENINGGALKAN MEREKA, BIARLAH PARA PELAKOR MENEROR, SANTI YAKIN AKHIR HIDUP TUANYA DIA YANG AKAN JADI PEMENANG.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status