Share

BAB 4

“Mam, sebelum kamu pergi, saya mau memberitahukan, sekarang Tania Wati sudah menjadi istri kedua saya, semoga kamu mau menerimanya.’ Kata Haryanto Lintang sebelum melepas kepergian Santi Chandra.

Setiap saat Haryanto Lintang melepaskan Santi Chandra di terminal, pasti dia akan mencium kening Santi, tapi karena mendengar perkataan Haryanto Lintang barusan, tanpa berkata apapun Santi membalikkan badan dan juga tidak mengucapkan salam perpisahan dan salam jumpa kembali di sabtu sore depan.

Sambil membiarkan tetesan bening mengalir di pipinya, Santi berjalan gontai menuju bis antar kota dan duduk manis di pojok sebelah jendela dan memandang keluar sambil membiarkan tetesan bening mengalir deras di pipinya.

“Ahhh, sudah saya duga pasti ada sesuatu yang akan dia katakan jika dia berbaik hati dan mengajak saya bergembira atau jika dia memberikan hadiah kepada saya.” Batin Santi sedih.

Saya tidak akan bercerai biarkan sakit hati ini menusuk batin saya, demi ketiga anak saya yang sangat menyayangi ayahnya dan betapa Haryanto juga menyayangi anak anaknya.

Ya, Santi Chandra adalah seorang wanita tomboy yang tidak tahu bagaimana memperlihatkan kasih sayang kepada sesama manusia terutama kepada anak anaknya.

Santi adalah wanita yang kaku tanpa dapat memperlihatkan kasih sayang , dikarenakan dia dididik di keluarga kuno yang juga tidak dapat memperlihatkan kasih sayang di permukaan.

Orang tua Santi Chandra hanya mencukupi materi kebutuhan hidup saja, yang penting sebagai ayah dia telah memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tanpa harus menyatakan cinta , mungkin karena inilah Santi Chandra mencari cinta , kasih sayang dan perhatian dari Haryanto Lintang.

Ya, Haryanto Lintang adalah seorang pria yang sangat gampang memperlihatkan perhatian kalau tidak dikatakan seorang yang romantis, itu juga yang membuat banyak gadis yang terbuai dengan perkataan gombalnya.

“Saya harus bertahan demi anak anak, biarlah saya menderita asal anak anak bahagia, saya telah cukup hidup selama 26 tahun dan telah hidup bahagia di keluarga saya selama 21 tahun, saya tidak boleh egois, anak anak masih kecil.” Batin Santi Chandra sambil menyeka tetesan bening di pipinya.

Tanpa terasa bis yang dia tumpangi telah sampai di terminal Bogor dan dengan menaiki angkot mobil kecil, Santi menuju ke tempat kosnya.

Minggu depan selesailah tugas saya di Bogor dan saya akan berada di Jakarta selama 2 bulan.

Pemandangan apa ya yang akan saya lihat selama ada di Jakarta.

“Sudah siap kamu, lusa kamu ujian untuk fak ini bukan, hati hati ya dosen di fak ini terkenal killer.” Kata Imelda sebagai ketua kelompok.

“Iya, terimakasih atas perhatiannya.” Jawab Santi ceria tanpa memperlihatkan sedikitpun kesedihan.

Biarlah hanya saya yang mengetahui kesedihan ini, tidak akan ada yang tahu saya sedih.

Ujian, malas untuk belajar dengan keadaan seperti ini, apalagi jika dapat dosen killer itu, so pasti tidak akan lulus jika tidak pintar sekali, sedangkan saya adalah mahasiswi yang pas pasan.

Biarkan saja, saya terlelap dalam kesedihan saya dan tenggelam dalam imajinasi saya membayangkan kedua sejoli yang sedang mabuk cinta itu di rumah saya di Jakarta.

Malam dengan cepatnya tiba dan tetap tidak membuat Santi Chandra terlelap, sampai jam tiga pagi, biarpun mata terpejam tapi pikiran tetap dipenuhi dengan kecemburuan dan kemarahan yang tidak dapat hilang, akhirnya sampai pagi Santi sama sekali belum terlelap dan dengan gontai dia bangun dari ranjang dan bersiap siap ke rumah sakit untuk menjalankan rutinitas.

Dengan ditemani secangkir kopi pekat dan kue dua potong, Santi memulai hari ini dengan pikiran yang kusut.

Dengan gontai yang berusaha dibuat kuat, Santi berjalan dengan menunjukan senyuman palsu.

Ya, teman teman kuliahnya tahu, suami Santi adalah suami yang luar biasa dan Santi adalah seorang wanita yang bucin terhadap suaminya.

Dimata Santi, Haryanto adalah suami yang serba wah…

Jadi teman Santi tidak ada yang tahu apa yang dirasakan olehnya.

Di depan teman temannya, Santi tetap bicara dengan riang dan bercanda dengan senangnya.

Untung Santi adalah seorang wanita tipe Sanguinis yang cepat terbawa suasana dan melupakan apapun juga jika berada di suasana lain.

Tapi saat pulang kembali ke kosan dan berada sendiri di kamar, terngiang kembali perkataan Haryanto Lintang itu.

“Tania Wati sekarang adalah istri kedua saya, kamu harus akur dengan dia, jika kamu menolak, kamu boleh memilih untuk bercerai dengan saya.” perkatan Haryanto jika dipikir ulang.

Ahh, sayang Santi sudah bersumpah pada dirinya sendiri, jika suaminya tidak pernah memukulnya, apapun yang diperbuat suaminya dia tidak akan bercerai, enak saja saya jadi janda dia jadi istri pertama, jangan mimpi, selamanya sampai saya meninggal status itu akan menjadi milik saya, menjadi istri pertama Haryanto Lintang.

Rasa sakit itu akan hilang, ya salahkan saya yang mempunyai sifat , sekali sayang orang, selamanya selalu ada maaf untuknya, percayalah badai pasti berlalu.

Salah sendiri kenapa mau menikah dengan pria broken home, ganteng, playboy dan berandal, ya resikonya seperti ini, dia akan memiliki banyak gundik, akan saya lihat berapa lama Tania Wati akan bertahan?

Haryanto Lintang adalah pria yang otoriter, dia tidak senang dilawan, apa yang dia ucapkan itu adalah hukum. Selamanya dia adalah raja di rumah tangganya.

Sanggupkah Tania menghadapi sifat suaminya yang seperti itu? Apalagi sebagai istri kedua, jangan dikira Santi adalah gadis yang gampang, Santi menyadari Haryanto memiliki kelemahan, ya, kelemahannya adalah anak anaknya.

Santi telah memiliki anak, Haryanto jika adu mulut dengan Tania wati, Santi yakin, Haryanto pasti akan memilih dirinya yang sebagai ibu tiga anaknya. Itulah keunggulan Santi.

“San, hayo cepat selesai mandi kita makan malam di warung persimpangan, kamu ikut juga, kan?” Tanya Rebeka.

“Ya, tunggu sebentar, saya siap siap dulu.” Jawab Santi sambil tergesa gesa menyiapkan diri.

Saya tidak akan menghemat lagi, uang yang diberikan Haryanto akan saya pakai untuk memenuhi kebutuhan saya, tidak perlu berhemat, dia sudah sanggup memiliki dua istri, berarti sudah banyak uang untuk diberikan untuk saya.

Enak saja, jika untuk istri kedua berapa juga diberikan, Hmmm, mulai sekarang saya akan meminta uang setiap saya kuliah, bodo, dia ada uang atau tidak, biar dia rasakan , emang enak memiliki dua istri.

Mulai repotnya mengatur keuangan, siapa suruh, mau punya istri lagi.

Setelah selesai siap siap, Santi Chandra dengan teman temannya pergi ke warung persimpangan dan Santi hari ini memilih makanan yang agak mewah.

“Tumben, pesan makanan mahal, biasanya cuma bakwan dan perkedel.” Tegur santar sambil tersenyum iseng.

“Lagi mau saja.” Kata Santi santai dan mulai memakan hidangannya.

Yang penting uangnya cukup untuk seminggu, selama ini dia hemat, biar setiap pulang dapat membawa oleh oleh untuk suami tercinta.

Sekarang tidak perlu, suami tercinta sudah ada istri kedua yang memanjakannya jadi mulai sekarang saya akan memanjakan diri saya sendiri dan akan saya acuhkan suami tercinta saya

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
ing ling
sip, berjuang lah
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status