공유

2. Priska

작가: Ria Abdullah
last update 최신 업데이트: 2024-08-27 10:21:02

Priska yunita namanya, malaikat maut yang sudah mencuri hati Ayah.

**

Aku menangis sedih di hadapan ibuku, air mataku meluncur, nyaris jatuh ke mangkuk bakso yang kugenggam di tangan, entah kenapa selera makan dan rasa antusias tadi langsung menguap, terlebih mengingat ekspresi ayah yang seolah tak berdosa

Memandangku tenggelam dalam kesedihan, Bunda hanya menghela napas, dia mendekat lalu mengusap air mataku dengan senyum tulus sambil menggeleng pelan dan memberi isyarat bahwa aku tak perlu membuang buang air mata.

“Jangan nangis ya, Bunda aja tenang kok, semuanya akan baik baik saja di antara kita, tenanglah…”

"Bagaimana Bunda bisa setenang ini ?"

"Bunda harus bagaimana selain bersabar?"

"Bunda bisa kok marah atau memberi ayah hukuman."

"Dia adalah imam, dia juga berhak memutuskan jalan hidup dan pasangan yang dia inginkan."

Aku terperangah mendengar jawaban Bunda, aku tak habis pikir, akalku tak sampai ke level di mana bunda berprinsip bahwa ayah berhak melakukan apa saja sementara Bunda tidak bisa melakukan apa apa. Menurut pemikiranku, apakah ayah yang boleh bahagia sementara Bunda tak boleh? Ya Allah konsep adil dari mana itu.

"Ayo pulang, jangan menangis di sini ya, nggak enak dilihat orang," ujar Bunda pelan. Kukemas air mata lalu mengikuti beliau bangkit dan beranjak dari tempat itu.

*

Sepanjang perjalanan pulang aku tak kuasa terus meneteskan air mata. Aku kasihan kepada ibuku juga sedih membayangkan kalau adikku, Indira tahu yang sebenarnya. Dia sangat mencintai ayah dan manja padanya. Bagaimana kalau dia tahu ayah ternyata punya wanita lain? Tentu akan sangat syok adikku itu.

Aku bersyukur dia tidak ikut makan bakso dengan kami karena sore ini bertepatan dengan jadwal lesnya yang sebentar lagi akan lulus SMP.

Kami yang sudah sampai di rumah langsung menepikan motor, meletakkannya di pinggir garasi lalu masuk ke dalam rumah. Indira adikku terlihat berguling di sofa ruang tamu sambil membaca buku. Mungkin karena melihat mataku yang sembab dia langsung mengernyit heran dan bertanya.

"Kamu kenapa Kak?"

"Gak ada, kelilipan."

"Masak sih, separah itu?"

"Iya," jawabku sambil segera masuk ke kamar.

Kututup pintu lalu menumpahkan air mataku yang sejak berminggu minggu kutahan. Kupikir, setelah ayah mengetahui bahwa aku tahu rahasia terbesarnya, lelaki paruh baya itu akan berhenti dengan kegiatan perselingkuhannya, tapi ternyata, makin hari makin parah saja. Oh ya, itu bukan perselingkuhan, ayah sudah menikah dan itu fakta yang sulit diganggu meski di lain sisi sulit diterima.

Malam harinya ayah pulang. Lelaki berbaju kemeja biru dengan wajah penuh wibawa dan tutur bahasa yang selalu lembut itu, kini berubah total di mataku. Aku membencinya, rasa simpati dan cintaku sebagai anak menguap jadi rasa kecewa yang bertubuh tubi. Bukan tentang hatiku, tapi tentang perasaan ibuku yang terluka. Wanita yang sudah melahirkan aku ke dunia itu ... Rasanya aku tak tega menyaksikan penderitaannya. Mengetahui bahwa ia sudah bertahan sejauh ini membuatku makin remuk redam, hancur dalam rasa bersalah karena tidak mampu meringankan luka orang tua.

"Bun, kamu masak apa, aku lapar." Itu suara ayah yang terdengar dari kamarku. Bisa bisanya setelah berkencan dan jalan dengan wanita lain Ayah kini minta makan dari ibuku, yang meski itu adalah istrinya, tapi dia jelas-jelas sudah menyakitinya.

"Ada Yah, aku sudah masak, dan itu sudah tersedia di meja. Cucilah tangan, nanti aku buatkan kopi."

Ya Tuhan ... Aku hanya bisa memejamkan mata mendengar Bunda mengatakan itu. Sungguh besar kesabaran bunda menahan perasaannya.

Jika aku yang sebagai anak saja merasa sangat kecewa dan terluka, lalu bagaimana dengan ibuku yang merupakan istrinya,? Wanita yang sudah mendampinginya selama hampir 20 tahun, wanita yang telah menemaninya berjuang dari tidak memiliki apa-apa sampai punya rumah dan mobil. Wanita yang sudah melahirkan anak-anaknya lalu telah mendidik kami dengan penuh kasih sayang dan memastikan bahwa kami selalu menghormati ayah.

Di bagian mana Ibuku telah membuat kesalahan dan kekurangan, Mengapa ayah tega sekali menyakitinya?

"Kamu bawakan air dingin ya Bun, aku haus sekali."

"Iya Mas," jawab Bunda dengan segera.

Buru-buru Bunda melepas pekerjaannya yang sedang sibuk mencuci piring dan langsung meraih gelas air lalu menuangkannya dari dispenser yang sebenarnya dekat jaraknya dari ayah. Astaghfirullah, Kenapa ayah tidak mengambil sendiri? Tidak punya rasa malukah dia setelah tadi sore bunda melihat dia berkencan dengan wanita lain?!

Dan Bunda, kenapa Bunda tetap diam saja. Apakah itu adalah bukti betapa berbaktinya Bunda? Kenapa kesannya terlihat bahwa Bunda bodoh sekali ya....

"Ini ayamnya alot sekali, kamu harus merebusnya terlebih dahulu."

"Iya Mas, maaf aku tadi terburu-buru khawatir terlambat masak dan kamu pulang dalam keadaan lapar," jawab wanita itu sambil tersenyum dengan tulus, tapi aku bisa menangkap rasa sakit dari bola matanya.

Ya Tuhan, hatiku makin perih. Mengapa Ayah masih mengoreksi hal-hal yang seharusnya tidak perlu dikoreksi tanpa memikirkan perasaan Bunda, tidakkah ia menimbang kesalahannya sendiri.

Inginku merangsek keluar dari kamarku lalu menyemprot Ayah dengan kalimat kalimat menohok, ingin kucaci maki dia karena sudah mengkhianati kami, tapi tetap saja aku tak mampu, itu perbuatan yang tidak sopan pada orang tua sekaligus itu akan mengundang keributan dan adikku yang lagi fokus belajar akan tahu. Ya Allah, semakin ditahan semakin berontak rasanya hati ini semakin sakit menyaksikan ibuku yang harus berpura-pura tersenyum dan menahan luka di hatinya. Tetap sama dengan bakti dan ketulusannya.

Mungkin Bunda berpikir bahwa kami anak-anak akan bahagia kalau melihat ayah dan ibu yang baik-baik saja padahal mereka menyembunyikan sesuatu, sesungguhnya itu lebih menyakitkan dibanding dipukuli. Ah, hatiku resah, kesal, kecewa, pengen sekali pulang biarkan hati itu kepada ayah atau minimal aku bertanya padanya mengapa ia tega melakukan itu.

Mengapa tidak sedikitpun terbesit atau terlihat di wajahnya rasa bersalah dan minta maaf kepada Bunda. Ataukah diri ini yang memang tak tahu apa apa?

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
댓글 (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
bunda mu bertahan krn g mampu menghidupi dirinya sendiri dan juga kalian anak2nya. wanita lemah dan terlalu bergantung sama suami memang pantas dimadu dan dijadikan babu sama suamjnya
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   100

    Pada akhirnya setelah diskusi panjang lebar dan keluargaku membujukku, maka aku pun setuju untuk pulang ke rumah keluarga dan ahli warisku. Sebetulnya aku tidak terlalu ingin bersama mereka tapi bagi mereka tidak aman diriku untuk tinggal sendiri di tengah teror dan ancaman keluarga Tante Priska.Meski nantinya keluarga Priska tidak akan lagi menemuiku, tapi tetap saja keluargaku khawatir tentang diri ini yang sendirian karena aku adalah anak perempuan. Belum lagi usaha kedai yang mungkin tak akan bisa kukelola dengan maksimal. Kedai itu terancam gulung tikar sebentar lagi.*Aku pindah ke rumah nenekku, tinggal di sebuah kamar di lantai dua bersebelahan dengan kamar oma. Sikap Oma berubah drastis, dia yang tadinya biasa saja, jadi sangat perhatian dan sayang. Mungkin karena besarnya rasa bersalah padaku dan Bunda. Nenek jadi sangat lembut, penuh kasih sayang dan berusaha memenuhi kebutuhanku.Om dan tanteku juga sama, mereka mendukung dan menyayangiku, mereka mencarikan kampus yang

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   99

    Hari itu kutemani ayah pergi ke rumah sakit jiwa di mana Bunda dirawat sekaligus ditahan. Saat pertama kali mendaftar di lorong rumah sakit dan bilang kalau kami ingin bertemu Bunda naifa, aroma khas rumah sakit serta sedikit aroma busuk mulai menguar di penciumanku.Aku juga mendengar teriakan dan suara tawa melengking yang berasal dari para pasien yang mungkin sedang berhalusinasi atau teringat dengan peristiwa traumatis mereka. Aku bisa merasakan betul tekanan dan prihatin dengan nasib pasien yang ada di situ. Aku yakin bukan keinginan mereka untuk ada di sana tapi keadaan dan mental mereka yang membuat mereka tertahan.Kami diantarkan oleh dua orang perawat ke sebuah kamar yang berada di lantai 2 dan jauh di ujung lorong sayap timur. Saat melewati koridor, aku bisa melihat di sebelah kanan dan kiri, ruang pasien yang dilapisi kaca dan jaring jeruji, berisi mereka dengan aneka tingkah laku dan keluhan. Ada yang hanya duduk di ranjang sambil menerawang menatap jendela, ada yang b

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   98

    "Aku tidak akan ikut campur kalau Tante ingin berpisah atau tetap bersama ayah, tapi ada sedikit yang mengganjal hatiku karena tiba-tiba tante ingin mendapat permintaan maaf dari ibuku. Kalian berdua sama-sama salah dan sama-sama kena getahnya, kenapa tidak saling merangkul dan saling memaafkan satu sama lain saja, tanpa harus menuntut satu harus bersujud kepada yang lain?""Maaf, ibumu telah membunuh anakku.""Kehadiranmu juga telah membunuh adikku.""Ia membuatku mendapatkan kesialan bertubi-tubi.""Karena kehadiranmu kami kehilangan ayah dan rumah, keluarga kami hancur hubungan kami dengan nenek kami juga hancur, apa Tante ingin kita mengadu nasib?""Baiklah kau menang!"wanita itu akhirnya menyerah dan hanya mendengkuskan nafas sambil terlihat kesal padaku. Dia dalam keadaan sakit dan sedih sementara dia kesal dan tidak mau menatap wajahku. Dia benahi selimutnya sendiri karena hawa AC yang mulai dingin.Kuhampiri wanita itu, lalu kubantu dia untuk memperbaiki selimut, ku tawarkan j

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   97

    "Dengar anak suamiku! Aku sedang sakit, bersedih dan ditimpa kesulitan bertubi-tubi. Aku tidak mau kehadiranmu mengeruhkan suasana dan membuat diriku makin depresi. jadi dengan penuh hormat, aku memintamu untuk meninggalkanku sendiri saja,"ucapnya sambil mengarahkan tangan ke pintu yang pertama bahwa dia mau tidak mau terpaksa mengusirku."Aduh Tante, kalau aku tidak menjaga lantas siapa yang akan membantumu pergi ke kamar mandi dan mengawasimu, kau bisa pingsan dan saluran infus itu bisa terlepas dari tanganmu dan berdarah. Harus menjagamu Demi rasa baktiku kepada ayahku. Aku tidak akan tahan terus bicara dan menatap wajahmu jadi aku akan mengawasimu dari luar, kataka. Saja kalau kamu butuh sesuatu," ucapku ketika hendak membalikkan badan dan pergi."Kau tidak perlu susah payah, urus saja ibumu yang pembunuh itu," jawabnya dengan sombong, aku tersentak saat wanita itu menyebut ibuku dengan sebutan pembunuh. Emosiku tiba-tiba ingin naik kepala Andai saja aku tidak berusaha mengendali

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   96

    Aku menelpon ayah dalam perjalanan pulang dari persidangan Bunda. Aku ingin tahu Ayah sedang apa. Apakah dia sudah sampai di rumah atau belum. Kalau belum Aku ingin sekalian pergi menjemputnya karena Ayah tidak membawa motor melainkan dia menggunakan ojek online."Halo assalamualaikum ayah...""Ya, walaikum salam."Suasana di sekitar Ayah terdengar sangat ramai dan lalu lalang orang serta keriuhan yang sulit kujelaskan, aku tidak bisa berasumsi kalau dia sedang di kantor karena tidak mungkin suasana di kantor sampai seperti pasar. Ada suara jeritan orang yang menangis dan beberapa yang lain terdengar bicara dan sulit dimengerti Apa yang sedang mereka katakan."Ayah di mana sekarang, apa yang sedang Ayah lakukan?""Ayah sedang di rumah sakit, Tante Priska menelpon ayah dan meminta ayah datang ke sini," jawabnya dengan suara pelan.Tadinya aku ingin menceritakan tentang keadaan Bunda dan putusan apa yang bunda dapatkan tapi mendengar nama tante Priska disebutkan aku jadi kesal dan mengu

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   95

    "Lalu apa pilihan Ayah, apa Ayah akan pulang dengan kami atau kembali ke Tante Priska?"Pertanyaanku itu cukup membuat ayah terhenyak dan diam saja. Dia menggeleng lalu mendesah pelan."Tidak keduanya." Ayah mendesah dan memilih beranjak dari tempat duduknya, ia trtatih pelan dengan tongkatnya menuju ke kamar.Dari belakang siluet tubuh ayah terlihat kurus, sedikit bungkuk, hilang semua wibawa dan ketegapan dirinya sejak musibah yang menimpa. Pun Tante Priska yang kini babak belur dihujam masalah demi masalah. Kasihan, tapi harus bagaimana lagi.Kini, yang harus kufokuskan adalah tentang ibuku yang menjalani hukumannya, entah berapa tahun dia di penjara aku tak tahu. Semoga hakim mempertimbangkan ketidak stabilan mentalnya agar ibuku bisa diampuni dan diberi keringanan. Meski menurut orang lain egois bahwa aku berharap ibuku yang seorang pembunuh berencana tidak dihukum berat karena gangguan jiwa, tapi aku tetap berharap itu terjadi. Semoga ada keajaiban.*Seminggu kemudian.Pagi se

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   94

    Sepanjang malam Ayah Hanya duduk di depan rumah sambil membiarkan tubuhnya ditiupkan angin malam yang datang dari lautan, libur ombak yang membentur pantai seakan seperti perasaan ayah yang saat ini merasa sangat sedih dan bersalah.Dari jendela kamar aku melihat tatapan Ayah yang menerawang, sesekali ia mengusap air matanya, sekali ia menangis sampai bahunya terguncang dan akhirnya ia kembali terdiam dalam lamunan panjang.Apa yang beliau katakan memang benar, kalau ada orang yang paling pantas menanggung kesalahan maka dialah orangnya, dialah penyebab semua masalah dan petaka yang terjadi. Kedua istrinya harus mengalami gangguan kejiwaan dan mental karena terlalu depresi memikirkan kehidupan mereka yang hancur karena ayah. Satu dikecewakan karena cintanya dan satu kecewa karena kehilangan anaknya. Puncak dari semua itu ayahlah penyebab utamanya. Anak tante Priska tidak akan mati kalau bukan disebabkan oleh ibuku yang mengalami gangguan kejiwaan dan tega berbuat hal yang nekat. Tapi

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   93

    Hal yang paling mengejutkan dan tidak pernah kuduga adalah ternyata Ibu tiriku ada di antara mereka, kupikir dia tidak ikut tapi saat ku dengar dia lama-lamat menangis dan terus merintis saat diangkat oleh orang-orang maka pahamlah aku kalau dia sudah ikut.Kulihat wajahnya yang pucat karena syok serta tangannya yang berdarah karena pecahan kaca, aku jadi merasa miris sekaligus kasihan tapi lebih banyak puasnya. Aku ingin tertawa karena pelakor itu selalu mendapatkan kesialan dan kemalangan setiap kali berkendara di jalan raya. Baru saja ia sembuh dari cedera tulang yang berkepanjangan. Kini ia harus tabrakan dan malah lebih mengenaskan lagi."Siapa yang meninggal Pak, keponakanku?" tanyanya lemas, saat ia ditandu oleh empat orang, wanita itu sempat berpapasan denganku. Ia membulatkan mata tepat saat tatapan bola mata kami saling bertautan. Aku yang masih mengenakan helm dan tidak sadar kalau tidak pakai masker segera menghindar dari wanita itu, karena aku tidak mau hal itu menimbulka

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   92

    Hari demi hari kulalui dengan penuh perjuangan yang cukup berat. Sisa uang yang ditinggalkan oleh Bunda mati-matianku kuperjuangkan untuk tetap cukup membeli bahan baku dan mengelola kedai. Aku berusaha hidup hemat dan prihatin tidak membeli kecuali sesuatu yang sangat kuperlukan. Pagi aku pergi mengambil kursus komputer dan coding, sementara sore hari aku akan sibuk di kedai untuk melayani para tamu.Sekarang Ayah tinggal bersamaku tapi aku tidak mau terlalu akrab dengannya, dia kerap menyapa dan mengajakku bercanda tapi aku menanggapinya dengan ekspresi datar dan memilih untuk menyibukkan diri dan kembali ke pekerjaanku. Jika sudah begitu, maka ayah akan dia, kemudian pergi mengerjakan apa saja yang rasa mampu ia kerjakan.Aku tetap memasak dan menyediakan makanan untuk ayah, aku tetap mencuci pakaian dan membersihkan kamarnya, tapi aku tidak banyak mengatakan apa-apa. Sesekali aku menjenguk Bunda, Tapi itu tidak terlalu sering karena bunda sendiri melarangku untuk selalu datang. B

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status