Samantha dan Brenda membelalakkan matanya. Terutama Samantha, apalagi jika mengingat kekayaan suaminya, itu berarti Karin tidak akan mendapatkan warisan. Bibirnya tersenyum simpul.
“Aku pikir, kakakku ini seorang yang sangat alim, tidak mau melakukan hubungan diluar pernikahan tapi nyatanya kebobolan. Enak yah kak? Sampai lupa apa itu nama pengaman,” sindir Brenda tertawa melihat Karin yang duduk dilantai seperti seorang anjing yang tersiram air.“Atau jangan-jangan … kali ini saja yang ketahuan? Padahal sebelumnya kakak sudah ahli? Bahkan Martin pun belum sempat mencoba bagaimana tubuhmu karena sudah hamil?” sindir Brenda lagi.Martin yang namanya disebutkan Brenda, mukanya merah padam. Ada rasa kecewa di dalam dirinya.“Yang pasti, aku bersyukur kalau kita sudah putus, Karin! Dengan ini aku memantapkan hati untuk menikahi Brenda! Menyesal aku memohon-mohon untuk memintamu kembali kepadaku. Sekarang jelas sudah, siapa yang berEthan melangkah pelan ke arah jendela, memandangi gelap yang menyelimuti halaman rumah. Kini saatnya dia harus membuka bagian yang menjadi privasi dirinya. “Safira, sejak menikah tidak menginginkan memiliki anak. Dia tidak mau karena bentuk tubuhnya yang akan berubah ketika hamil, dan melahirkan. Pada suatu hari, dia mengatakan bahwa dia siap untuk hamil. Aku begitu semangatnya, kami bercinta dan tidak lama dia memberitahu kalau dia hamil. Begitu senangnya dia hamil, sampai aku tidak mencurigainya. Dia tidak pernah memperlihatkan perut hamilnya, bahkan tidak mengijinkan aku bercinta dengannya selama kehamilannya hingga saat proses melahirkan—.” “Brenda.” Ethan membalik tubuhnya perlahan saat Karin menyebut nama itu. “Brenda?” tanyanya, suaranya nyaris berbisik, tapi penuh ketegangan. Karin menelan ludah, mencoba mengatur detak jantungnya yang kacau.
Ketika Karin masih memikirkan tanda yang berada di tubuh Jaslyn, Brigitta kembali ke kamar dengan langkah cepat, membawa obat baru dan segelas air hangat yang lain. Ia meletakkannya di nakas dan mengusap kepala Jaslyn lembut. “Sayang, ini obatnya. Kali ini pelan-pelan ya.”Karin mengangguk, lalu menyuapi obat itu dengan hati-hati. Kali ini, Jaslyn menelannya tanpa muntah.“Pintar,” bisik Karin sambil membelai rambut lembut anak itu.Tak lama, mata Jaslyn mulai berat. Tapi sebelum benar-benar terpejam, tangannya menggenggam jemari Karin.“Tante, temani aku tidur ya…” lirihnya, seperti takut jika saat membuka mata nanti, Karin tak ada.Karin tersenyum lembut, meski hatinya masih penuh badai. “Iya, Tante di sini. Tidurlah.”Ethan dan Brigitta saling melirik di ambang pintu, lalu Ethan memberi isyarat agar mereka keluar pelan-pelan, membiarkan Karin tetap di samping Jaslyn.
Ethan berdiri. Tegak, diam sejenak. Hatinya bergemuruh.Anak-anak yang sedang dicari Karin, mereka bukan hanya milik Karin. Mereka adalah anak-anaknya juga.Darahnya. Dagingnya.Dan selama ini ia tidak tahu.Tanpa berkata apa pun lagi, Ethan melangkah keluar dari ruangan tempat mereka berbincang. Setiap langkahnya berat namun pasti. Ia tidak bisa hanya duduk diam. Ia tidak bisa membiarkan wanita itu sendirian mencari buah hati mereka.Ia harus tahu lebih banyak.Dengan rahang mengeras dan sorot mata tajam, Ethan langsung menuju ruang kerja Erick. Tanpa mengetuk pintu, ia langsung membuka dan masuk.Erick yang tengah menyesap kopi kaget, nyaris menumpahkan cangkir di tangannya. “Tuan Ethan? Ada apa?”“Aku butuh informasi soal Karin,” ujar Ethan tanpa basa-basi. “Keluarganya, kontak darurat, siapa pun yang pernah dia sebut. Aku harus tahu.”
Pertanyaan Ethan menggantung di udara. Karin menahan napas, tenggorokannya terasa kering. Matanya menatap meja, mencoba mengatur detak jantung yang kini berdentum cepat di dadanya.Butuh beberapa detik sebelum Karin akhirnya mengangguk pelan.“Iya… aku pernah hamil,” suaranya nyaris seperti bisikan. Lalu ia menambahkan dengan lebih tenang, meskipun hatinya porak-poranda, “Aku melahirkan. Anak kembar… laki-laki dan perempuan.”Ethan terdiam.Sementara itu, Karin menggenggam kedua tangannya di pangkuan, berusaha tetap tenang meski pikirannya kacau. “Lalu?” Ethan bertanya, nada suaranya lebih pelan sekarang, seperti mencoba memahami.Karin mengangkat bahu sedikit. “Itu saja. Setelah melahirkan… aku kehilangan mereka.” Ia menunduk, mencoba menahan air mata. “Mereka bilang bayiku meninggal.”“Meninggal? Apa yang terjadi?”“Mereka bilang, bayi
Petugas itu meninggalkannya sebentar. Karin duduk di kursi tunggu, menatap lorong-lorong rumah sakit yang terasa begitu asing namun menyimpan luka lama. Tak lama kemudian, seorang wanita tua berseragam batik rumah sakit datang menghampirinya. “Nona Karin, saya Bu Rina. Saya dulu bertugas di bagian administrasi, setelah saya cek, nyonya Safira adalah pasien yang melahirkan kembar laki-laki dan perempuan lima tahun yang lalu. Disitu data yang tertulis. Karin menatap tajam ke arah Bu Rina. “Bu, saya ingin tahu… tanggal berapa tepatnya Safira Dimitri melahirkan anak kembar itu?” Bu Rina membuka kembali catatan di tangannya, lalu menjawab pelan, “Tanggal 5 April… lima tahun yang lalu.” Jantung Karin seperti dihantam keras dari dalam. “Itu… tanggal saya melahirkan juga,” gumamnya, matanya membulat. “Saya ingat betul. Tanggal 5 April. Saya melahirkan bayi kembar. Laki-laki dan perempuan.”
Anak-anak puas bermain hingga akhirnya Brigitta menyuruh pulang karena sudah sore. Di dalam mobil, perjalanan dari mall menuju rumah keluarga Lucas Brigitta, terasa lebih sunyi dibanding saat mereka berangkat. Anak-anak tertidur pulas di kursi belakang, kepala mereka bersandar ke sisi masing-masing. Jaslyn masih memegang balon pink di tangannya, sementara Jason memeluk boneka dinosaurus kecil yang dibelinya tadi.Brigitta menoleh ke arah Karin yang duduk di sampingnya. “Mereka jarang setenang ini,” ucapnya pelan sambil tersenyum.Karin membalas senyum kecil. “Mungkin karena mereka kelelahan.”Brigitta mengangguk. “Tapi ini lelah yang bahagia. Terima kasih, ya, Karin. Aku senang kamu ikut hari ini.”Sesampainya di rumah, para pengasuh segera membantu mengangkat anak-anak ke kamar. Karin duduk sebentar di ruang tamu, merasa canggung apakah ia harus langsung pamit atau menunggu.Brigitta muncul da