Samantha dan Brenda membelalakkan matanya. Terutama Samantha, apalagi jika mengingat kekayaan suaminya, itu berarti Karin tidak akan mendapatkan warisan. Bibirnya tersenyum simpul.
“Aku pikir, kakakku ini seorang yang sangat alim, tidak mau melakukan hubungan diluar pernikahan tapi nyatanya kebobolan. Enak yah kak? Sampai lupa apa itu nama pengaman,” sindir Brenda tertawa melihat Karin yang duduk dilantai seperti seorang anjing yang tersiram air.“Atau jangan-jangan … kali ini saja yang ketahuan? Padahal sebelumnya kakak sudah ahli? Bahkan Martin pun belum sempat mencoba bagaimana tubuhmu karena sudah hamil?” sindir Brenda lagi.Martin yang namanya disebutkan Brenda, mukanya merah padam. Ada rasa kecewa di dalam dirinya.“Yang pasti, aku bersyukur kalau kita sudah putus, Karin! Dengan ini aku memantapkan hati untuk menikahi Brenda! Menyesal aku memohon-mohon untuk memintamu kembali kepadaku. Sekarang jelas sudah,“Tuan Ethan?” tanya Karin, suaranya tenang tapi sedikit bingung melihat tatapan pria itu begitu menusuk—seolah sedang menembus lapisan terdalam wajahnya.“Duduklah,” katanya datar, namun terdengar agak serak.Karin mengangguk pelan dan duduk. Di tangannya, surat rekomendasi dari Tuan Lucas sedikit bergetar. Entah karena hawa ruangan yang dingin atau karena ekspresi Ethan yang sulit ia tebak.Namun tatapan Karin tak menyiratkan apapun selain kesopanan profesional. Tampaknya dia tidak ingat dengan Ethan."Ini surat rekomendasinya," ucap Karin sambil menyodorkannya ke meja. “Saya diminta langsung oleh Tuan Lucas untuk bekerja di bawah divisi yang Tuan pimpin.”Ethan duduk kembali, berusaha menjaga wibawanya. Ia menerima surat itu tanpa menyentuh tangan Karin. “Kamu bekerja di divisi desainer, dan merupakan divisi baru langsung dibawah saya, dan juga mulai hari ini kamu akan menjadi asisten pr
“Astaga!” Cepat-cepat Karin menutup pintu unitnya dan menguncinya. “Oh Tuhan! Bagaimana bisa aku bertemu dengan pria mesum itu lagi?” Jantungnya berdetak dengan kencang, segera dia masuk ke kamar tidurnya, lalu menguncinya kembali sebagai bentuk perlindungan. “Setidaknya, aku aman malam ini.” Karin segera merapikan pakaiannya ke dalam lemari baju, alat make up dan lain-lainnya, lalu membersihkan diri dan mandi dengan air hangat.“Seharusnya aku bisa mengendalikan diriku. Aku, wanita yang bisa memutuskan hidupku sendiri. Aku tidak lagi dalam genggaman Daddy. Seharusnya, aku bisa dengan elegan menatap wajahnya,” gumam Karin ketika merebahkan diri di atas kasur.“Ya! Aku harus mempersiapkan diri, seperti yang tuan Lucas ajari. Elegan, percaya diri. Jangan pandangan orang lain meremehkanmu, Karin!” ucapnya mensugesti diri.Dengan rasa lelah, Karin tidur dengan lelapnya, tapi mimpi buruk dimana Karin hendak dinikahka
“Ethan, dimana Safira?” ulang Brigitta sambil melihat ke arah belakang Ethan, karena mungkin saja Safira ada di belakang.“Akan aku ceritakan di rumah saja, Mom,” jawab Ethan sambil mendorong troli berisi banyak koper menuju tempat parkir.Sang supir membantu memasukkan koper-koper ke dalam bagasi. Sedangkan Lucas, Brigitta, Ethan dan anak-anak masuk ke dalam mobil.Hampir satu jam perjalanan, mereka tiba di rumah. Semua pelayan menyambut kedatangan Lucas dan Brigitta.“Selamat datang kembali tuan Lucas, nyonya Brigitta,” sapa Matilda. Sedangkan pelayan lain mengangguk sambil membawakan koper-koper yang dibawa supir.“Dimana Safira?” Kembali Brigitta bertanya pada Ethan.“Mom….”“Apa yang terjadi, Ethan?” tanya Lucas lebih tegas.“Dia pergi….”“Apa maksudmu dengan ‘dia pergi’?” tanya Brigitta dengan emosi.
Ethan melihat gawainya, mommy-nya, Brigitta telepon. Ethan menenangkan dirinya, menghembuskan napasnya lalu berjalan menjauhi lift lalu mengangkat teleponnya.“Ya, Mom,” sapa Ethan.“Sayang, Mommy kangen padamu, Sayang. Terutama si kembar. Bagaimana dengan keadaan mereka? Dengar! Mommy dan Daddy akan segera pulang ke Indonesia–.”“Pulang?” Ethan memijat pelipisnya. Bagaimana bisa dia akan menceritakan tentang Safira yang saat ini yang meninggalkannya dan berbicara pada kedua orang tuanya.“Ya, Sayang. Daddy sudah merasa lebih sehat sekarang. Perusahaan pun sudah berjalan dengan baik. Kamu tahu, perawat yang kamu kirimkan dulu, ternyata seorang desainer interior. Dia sekarang bekerja dengan Daddy. Bahkan menjadi asistennya. Dia sudah seperti anaknya sendiri. Itu yang membuat Daddy semangat untuk pulih. Kami akan pulang ke Indonesia dan kami membawanya ikut serta. Mommy rasa tentu dia juga akan rindu dengan keluarg
Satu jam berlalu, dan Ethan sudah berada di dalam pesawat menuju Singapura. Beruntung Ethan tepat waktu, karena pesawatnya nyaris saja berangkat ketika Ethan tiba.Ethan tiba di bandara Changi sekitar jam satu siang. Ia tak membuang waktu. Ia langsung mendekati Customer Service.“I’m looking for two Indonesian nationals. They arrived this morning on a flight from Jakarta. This is their photo.” Ia tunjukkan ponsel, nama lengkap Safira dan Marco.“I have reason to believe they’re running away. Please. I just need to know—are they still in the airport?”Petugas wanita melihat foto, lalu menoleh ke layar komputer.“They arrived at 07:55 this morning via Jetstar.”“Yes,” Ethan mengangguk cepat. “Are they still inside?”“No. They cleared immigration at 09:10. They’re no longer in the transit zone.”Customer service membenark
Ethan mengecup kening kedua anaknya. “Pergilah bermain, Daddy akan mencari mommy,” ucapnya sambil menurunkan Jaslyn dari pangkuannya.“Dad, kenapa tidak mencari Mommy baru?” tanya Jason penuh harap.Ethan tersenyum, “Tidak semudah itu mencari Mommy baru, Sayang. Dia harus sayang pada kalian, tapi juga bisa menerima Daddy yang super sibuk. Apalagi Daddy sering keluar kota.”“Dad, apa perlu kita bantu cari Mommy baru?” tanya Jaslyn dengan polosnya.“Sayang…,” Ethan berlutut di depan anak perempuannya, “tunggu sampai Daddy tahu kemana Mommy Safira pergi ya? Jika Mommy Safira tidak sayang pada kita lagi, nanti kita cari Mommy baru,” ucap Ethan berusaha menenangkan putrinya.Jaslyn mengangguk, kemudian menggandeng kakaknya untuk bermain kembali di kamarnya.Ethan memijat pelipisnya. Raut wajahnya menegang. “Apa yang harus aku lakukan?” Diambil gawainya, la