Karin, mempunyai kekasih yang sempurna, namun tidak dengan adik tirinya yang selalu iri dengan apa yang Karin miliki. Brenda, adik tiri Karin berusaha merebut kekasih Karin, Martin, bahkan menghalalkan segala cara agar Karin selalu dalam kesusahan, hingga akhirnya, Karin terjebak dengan cinta semalam suami orang. Yuk ikuti kisah Karin.. jangan lupa Like, Subscribe, beri rating dan komennya.. š„°
View More"Sialan! Memangnya aku percaya dengan pesan seperti ini? Jangan karena Martin orang yang supel bisa kamu ajak seperti itu!" geram Karin melihat pesan Brenda, adik tirinya.
Walau Brenda kadang bermulut besar, tapi sepertinya pesan yang dikirimkan Brenda mengusik hatinya. Dibacanya sekali lagi pesan itu, "Hari ini aku akan bercinta dengan kekasihmu!" Pesan itu singkat, tapi menohok hatinya. "Kali ini, akan aku buktikan, kalau kamu pembual ulung, Brenda!" Digenggamnya erat gawai miliknya karena kesal, dilihat jam dinding sudah hampir waktu jam pulang kerja. Karin pun segera membereskan meja kerjanya. Jam lima sore tepat, Karin sudah bergegas keluar kantor. Taksi yang melintas di jalan raya, segera dipanggilnya. "Apartemen Cempaka Putih!" ujar Karin yang masuk duduk dibelakang supir. "Baik, Nona." Supir taksi melajukan kendaraannya menuju tempat yang dituju Karin, Apartemen Cempaka Putih, tempat Martin tinggal. Dilihatnya jam tangan dan jalanan yang macet, membuat Karin tidak sabar. Dia sudah mencoba menghubungi Martin, tetapi tidak ada jawaban. Pikirannya langsung mengarah pada pesan yang dikirimkan Brenda kepadanya. "Kucing, jika diberi ikan, siapa sih yang tidak tergoda?" Pertanyaan itu sering Karin dengar untuk korban-korban pelakor diluaran sana. Dia hanya berdoa, semoga Martin bukan salah satu pria yang tergoda dengan perempuan gatal seperti Brenda. Karin ingat betul ketika dirinya menerima Martin sebagai kekasihnya, dan menanyakan masalah Brenda dan mencoba membandingkan dengan dirinya. Martin dengan percaya diri menjawab, bahwa dirinya tidak menyukai Brenda, tetapi menyukai dirinya. Itulah yang menyebabkan Brenda bermulut besar berkata kalau bisa merebut Martin darinya. Jika Martin dapat dihubungi dan bisa menjawab sedang berada di kantor, mungkin Karin tidak akan sepanik sekarang ini. Semenjak pesan dari Brenda dibaca, Karin mencoba menghubungi Martin dan ternyata panggilannya tidak dijawab. "Kamu ada dimana, Sayang?" pikir Karin dengan cemas. "Nona, sudah sampai," ucap supir taksi. Karin yang melamun, tersadar kalau dirinya sudah tiba di depan gedung apartemen, "Terima kasih," jawab Karin sambil mengeluarkan dompet dan membayar ongkos taksinya. "Terima kasih, Nona," pamit sang supir. Karin masuk ke dalam lobby dan memencet tombol lift yang berada di samping meja resepsionis. Lift itu menuju lantai tujuh, dimana tempat tinggal Martin berada. Dengan hati bergetar hebat, Karin melangkahkan kakinya menuju apartemen Martin. Dipencet password kunci pintunya dan terbuka. Karin masuk dengan perlahan-lahan. Dilihat apartemen bagian dalam, ruang keluarga, sepi. Bahkan tidak ada Martin maupun Brenda. Hatinya sedikit lega. Namun ketika melihat dua gelas dan sebotol wine di minibar milik Martin, segera Karin berjalan ke kamar Martin. Di depan pintu kamar Martin, ada sepatu berwarna merah tergeletak, maka hatinya kembali bergejolak. Didekatinya pintu kamar itu, dan Karin mendengar desahan seorang perempuan sedang melakukan aktivitas suami istri. Tangan Karin mengepal, matanya menyipit dengan kemarahan. Dibukanya pintu kamar Martin yang tidak terkunci itu. Karin melihat bagaimana Brenda sedang berada dibawah kungkungan Martin tanpa busana sambil mengerang menikmati gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Martin. "Apa yang kalian lakukan!" teriak Karin dan tanpa terasa meneteskan air matanya. "Karin? Sedang apa disini?" tanya Martin terkejut. "Sedang apa katamu? Aku sedang memergoki kalian berselingkuh dibelakangku!" kembali Karin berteriak. Martin melepaskan diri dari Brenda dan mengenakan kembali pakaiannya, sedangkan Brenda menarik selimut dan menutupi tubuhnya. "Dasar brengs*ek!" tunjuk Karin pada Martin. Martin yang dikatakan brengs*ek, tidak terima, mencoba mendatangi Karin untuk memberi penjelasan, "Sayang! Ini salah paham, Sayang! Aku khilaf, aku diberi minuman oleh adikmu! Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa mengeceknya!" bela Martin. Mata Karin langsung menatap tajam pada Brenda yang berdiri dibelakang Martin sambil tersenyum. "Dasar jal*ng!" teriak Karin. Karin hendak menampar pipi Brenda, tapi dicegah oleh Martin. "Hei! Hati-hati berbicara kakak tiri! Bukankah sudah aku bilang, kalau Martin mencintaiku?" ucap Brenda dengan tersenyum. Dia memilin rambutnya dan mendekati Martin. "Apa kamu bilang? Aku mencintaimu? Aku mencintai Karin! Kamu menjebakku, Brenda!" hardik Martin kepada Brenda dengan marah. "Tidak, kamu memang mencintaiku, Martin! Bahkan eranganmu itu menyebut namaku dan bukan menyebut Karin!" Karin melihat pertengkaran dua orang di hadapannya merasa jengah. "Pintar kalian bersandiwara yah? Martin, mulai sekarang kita putus!" ucap Karin membalikkan badannya untuk segera pergi dari apartemen Martin, tapi dengan cekatan, Martin menarik tangan Karin dan memeluknya. "Karin, maafkan aku yah? Aku khilaf. Aku terpengaruh minuman dan obat yang diberikan Brenda padaku. Kamu harus percaya, bahwa cintaku hanya milikmu seorang," rayu Martin. "Khilaf? Sebelum kamu meminumnya, seharusnya kamu sudah bisa menolak Brenda masuk ke dalam apartemenmu!" bentak Karin. Dia merasa jijik dipeluk Martin dan berusaha untuk melepaskannya. "Maafkan aku, Sayang!" mohon Martin. "Khilaf? Kamu menikmatinya, Sayang, tidak ada kata khilaf. Kita sama-sama saling mencintai," protes Brenda pada Martin. Melihat Brenda yang senang dengan keadaan ini, Karin segera melepaskan diri dari Martin. "Kita putus, Martin!" pekik Karin yang mendorong Martin dan menampar pipi Brenda. "Puas? Ambil sampah ini untukmu!" gertak Karin kepada Brenda dengan mata melotot, lalu keluar dari kamar Martin dan berlari keluar apartemen sambil menangis. Di tepi jalan raya, Karin memanggil taksi dan masuk ke dalam jok penumpang sambil menangis. Sang supir menunggu beberapa saat sampai Karin menarik napas lega. "Maaf, Nona, Anda mau diantar kemana?" tanya sang supir yang tidak enak menyela karena Karin masih saja menangis. "Jalan saja dulu, Pak." Sang supir pun mengangguk, mungkin untuk menenangkan hati penumpangnya, sang supir melaju kendaraannya dengan perlahan. Hingga akhirnya Karin sudah merasa tenang, dia melihat sebuah pub dengan neon box besar bertuliskan The Glaze. "Pak, berhenti disini saja," perintah Karin. Supir menepikan kendaraannya dan membukakan pintu untuk Karin. "Baik, Nona, hati-hati," pamitnya. Karin tersenyum berterima kasih. Dilihatnya kembali gedung bertingkat itu, terdapat sebuah pub terkenal yang menyatu dengan hotel bintang lima. "Aku ingin bersenang-senang! Akan aku lupakan si Martin brengs*k itu!" teriak Karin di depan pub The Glaze. "Maaf, Nona, bisa menyingkir sebentar?" tanya seorang satpam menarik Karin agak ke pinggir. "Ada apa yah, Pak?" tanya Karin kaget dirinya disuruh minggir. "Kami mau sterilkan jalan buat bos kami," ucap satpam acuh. Beberapa bodyguard berpakaian serba hitam membentuk barisan sebelah kiri dan kanan. Ditengah-tengahnya, dibuat kosong. Karin hanya bisa memperhatikan apa yang dilakukan para bodyguard itu. Dua buah mobil datang dan menepi di depan pub The Glaze. Pada mobil pertama, salah satu bodyguard membuka pintu penumpang, dan seorang berbadan tambun keluar dengan pakaian jas lengkap. Tangan kanannya memegang cerutu yang baru dinyalakan oleh bodyguard, dan tangan kirinya memegang tongkat. Kumisnya tebal berkalungkan emas mencolok dengan cincin-cincin batu di jari-jari yang gemuk. "Siapa orang itu, sampai harus dibuat barisan bodyguard?" pikir Karin.āTuan Ethan?ā tanya Karin, suaranya tenang tapi sedikit bingung melihat tatapan pria itu begitu menusukāseolah sedang menembus lapisan terdalam wajahnya.āDuduklah,ā katanya datar, namun terdengar agak serak.Karin mengangguk pelan dan duduk. Di tangannya, surat rekomendasi dari Tuan Lucas sedikit bergetar. Entah karena hawa ruangan yang dingin atau karena ekspresi Ethan yang sulit ia tebak.Namun tatapan Karin tak menyiratkan apapun selain kesopanan profesional. Tampaknya dia tidak ingat dengan Ethan."Ini surat rekomendasinya," ucap Karin sambil menyodorkannya ke meja. āSaya diminta langsung oleh Tuan Lucas untuk bekerja di bawah divisi yang Tuan pimpin.āEthan duduk kembali, berusaha menjaga wibawanya. Ia menerima surat itu tanpa menyentuh tangan Karin. āKamu bekerja di divisi desainer, dan merupakan divisi baru langsung dibawah saya, dan juga mulai hari ini kamu akan menjadi asisten pr
āAstaga!ā Cepat-cepat Karin menutup pintu unitnya dan menguncinya. āOh Tuhan! Bagaimana bisa aku bertemu dengan pria mesum itu lagi?ā Jantungnya berdetak dengan kencang, segera dia masuk ke kamar tidurnya, lalu menguncinya kembali sebagai bentuk perlindungan. āSetidaknya, aku aman malam ini.ā Karin segera merapikan pakaiannya ke dalam lemari baju, alat make up dan lain-lainnya, lalu membersihkan diri dan mandi dengan air hangat.āSeharusnya aku bisa mengendalikan diriku. Aku, wanita yang bisa memutuskan hidupku sendiri. Aku tidak lagi dalam genggaman Daddy. Seharusnya, aku bisa dengan elegan menatap wajahnya,ā gumam Karin ketika merebahkan diri di atas kasur.āYa! Aku harus mempersiapkan diri, seperti yang tuan Lucas ajari. Elegan, percaya diri. Jangan pandangan orang lain meremehkanmu, Karin!ā ucapnya mensugesti diri.Dengan rasa lelah, Karin tidur dengan lelapnya, tapi mimpi buruk dimana Karin hendak dinikahka
āEthan, dimana Safira?ā ulang Brigitta sambil melihat ke arah belakang Ethan, karena mungkin saja Safira ada di belakang.āAkan aku ceritakan di rumah saja, Mom,ā jawab Ethan sambil mendorong troli berisi banyak koper menuju tempat parkir.Sang supir membantu memasukkan koper-koper ke dalam bagasi. Sedangkan Lucas, Brigitta, Ethan dan anak-anak masuk ke dalam mobil.Hampir satu jam perjalanan, mereka tiba di rumah. Semua pelayan menyambut kedatangan Lucas dan Brigitta.āSelamat datang kembali tuan Lucas, nyonya Brigitta,ā sapa Matilda. Sedangkan pelayan lain mengangguk sambil membawakan koper-koper yang dibawa supir.āDimana Safira?ā Kembali Brigitta bertanya pada Ethan.āMomā¦.āāApa yang terjadi, Ethan?ā tanya Lucas lebih tegas.āDia pergiā¦.āāApa maksudmu dengan ādia pergiā?ā tanya Brigitta dengan emosi.
Ethan melihat gawainya, mommy-nya, Brigitta telepon. Ethan menenangkan dirinya, menghembuskan napasnya lalu berjalan menjauhi lift lalu mengangkat teleponnya.āYa, Mom,ā sapa Ethan.āSayang, Mommy kangen padamu, Sayang. Terutama si kembar. Bagaimana dengan keadaan mereka? Dengar! Mommy dan Daddy akan segera pulang ke Indonesiaā.āāPulang?ā Ethan memijat pelipisnya. Bagaimana bisa dia akan menceritakan tentang Safira yang saat ini yang meninggalkannya dan berbicara pada kedua orang tuanya.āYa, Sayang. Daddy sudah merasa lebih sehat sekarang. Perusahaan pun sudah berjalan dengan baik. Kamu tahu, perawat yang kamu kirimkan dulu, ternyata seorang desainer interior. Dia sekarang bekerja dengan Daddy. Bahkan menjadi asistennya. Dia sudah seperti anaknya sendiri. Itu yang membuat Daddy semangat untuk pulih. Kami akan pulang ke Indonesia dan kami membawanya ikut serta. Mommy rasa tentu dia juga akan rindu dengan keluarg
Satu jam berlalu, dan Ethan sudah berada di dalam pesawat menuju Singapura. Beruntung Ethan tepat waktu, karena pesawatnya nyaris saja berangkat ketika Ethan tiba.Ethan tiba di bandara Changi sekitar jam satu siang. Ia tak membuang waktu. Ia langsung mendekati Customer Service.āIām looking for two Indonesian nationals. They arrived this morning on a flight from Jakarta. This is their photo.ā Ia tunjukkan ponsel, nama lengkap Safira dan Marco.āI have reason to believe theyāre running away. Please. I just need to knowāare they still in the airport?āPetugas wanita melihat foto, lalu menoleh ke layar komputer.āThey arrived at 07:55 this morning via Jetstar.āāYes,ā Ethan mengangguk cepat. āAre they still inside?āāNo. They cleared immigration at 09:10. Theyāre no longer in the transit zone.āCustomer service membenark
Ethan mengecup kening kedua anaknya. āPergilah bermain, Daddy akan mencari mommy,ā ucapnya sambil menurunkan Jaslyn dari pangkuannya.āDad, kenapa tidak mencari Mommy baru?ā tanya Jason penuh harap.Ethan tersenyum, āTidak semudah itu mencari Mommy baru, Sayang. Dia harus sayang pada kalian, tapi juga bisa menerima Daddy yang super sibuk. Apalagi Daddy sering keluar kota.āāDad, apa perlu kita bantu cari Mommy baru?ā tanya Jaslyn dengan polosnya.āSayangā¦,ā Ethan berlutut di depan anak perempuannya, ātunggu sampai Daddy tahu kemana Mommy Safira pergi ya? Jika Mommy Safira tidak sayang pada kita lagi, nanti kita cari Mommy baru,ā ucap Ethan berusaha menenangkan putrinya.Jaslyn mengangguk, kemudian menggandeng kakaknya untuk bermain kembali di kamarnya.Ethan memijat pelipisnya. Raut wajahnya menegang. āApa yang harus aku lakukan?ā Diambil gawainya, la
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments