Share

Pindah ke Kota

Penulis: Moza_reeya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-06 09:31:41

"Apa maksudmu?" tanyaku tak mengerti.

"Aku barusan dengar, kalau kamu menikah sama Mas Azam. Kamu kan, tahu aku sangat mencintai Mas Azam."

Setelah berkata demikian, dia terdengar menangis begitu kencang.

Aku memijit keningku, bingung. "Rin, ini tidak seperti yang kamu pikirkan!"

"Kamu tega, Jihan, tega!" Ririn semakin menangis.

"Maafkan aku, Rin! Aku dijodohkan sama abah!"

"Kamu, kan bisa menolaknya?"

"Tap–tapi, Rin!"

"Kamu kan, tahu sendiri. Mas Azam itu kan hidupku, cinta pertamaku. Kamu sendiri makcomblangnya!"

"Rin, dengerin penjelasanku dulu!"

"Tak perlu dijelaskan lagi! Aku benci kamu. Aku tak mau punya sahabat sepertimu, lagi!"

Tut!

Ririn pun langsung menutup telponnya.

Astaga! Aku baru ingat Ririn memang sangat mencintai Mas Azam. Bahkan aku yang selalu berusaha menyampaikan salam maupun surat dari Ririn untuk Mas Azam di kota. Saat itu kami masih sekolah, dan setelah lulus, Ririn masuk pesantren di Pasuruan, sedangkan aku hanya mengaji di pesantren di dekat rumahku.

Gimana ini, Ririn membenciku?

Apa aku harus ke rumahnya dan minta maaf?

Aku semakin dilema dan merasa bersalah. Aku kok, merasa seperti menjadi perebut kekasih teman sendiri, ya! 

Padahal, aku pun juga terpaksa.

Aku menghela napas.

Sayangnya, aku tak punya waktu.

Aku bahkan sudah siap diboyong ke kota lain oleh Mas Azam.

Rasanya hati ini terasa berat. Di saat untuk pertama kalinya aku akan pergi jauh dari keluarga besarku dalam waktu yang cukup lama.

Rumah orang tua kami berdekatan, bahkan berdampingan. Kedua orang tua kami pun saling menyayangi dan rukun karena mereka memang bersaudara.

Saat aku dan Mas Azam berpamitan, kedua orang tua kami juga sebagian saudara lainnya ikut nimbrung dalam acara pelepasan aku dan Mas Azam ke kota.

"Jihan, jangan lupa, kalau sudah sampai ke kota, kabari Umi!" pesan Umi saat memelukku dengar erat, seolah tak ingin melepasku.

"Azam, aku titip Jihan padamu!" Sementara itu Abiku berbicara pada Mas Azam.

Abi terlihat lebih tegar daripada Umi. Abi bahkan tak pernah menunjukkan cintanya padaku selama ini. Bahkan saat menjadi wali nikahku saja, dia tak menampakkan wajah haru atau bangga melihat anak gadisnya menikah.

"Iya, pasti, Abi," jawab Mas Azam.

Kulihat Mas Azam sudah terlihat tidak kaku menyebut abiku dengan panggilan abi. Padahal biasanya panggil Paman Hasyim. Sedangkan sampai sekarang aku seakan masih tak percaya kalau Mas Azam adalah suamiku.

"Jihan sayang, kamu di sana baik-baik ya. Kamu tak perlu repot-repot masak. Karena Umi tahu kalau kamu tidak bisa masak. Tapi aku sudah bilang sama Azam agar dia ngajarin kamu nantinya, dan jika Azam macam-macam sama kamu, langsung bilang sama kami, ya!"

Ucap Bi Wardah yang selama ini memang sayang padaku. Bahkan menurutku, Bi Wardah lebih menyayangiku dari Mas Azam. Karena dari dulu Bi Wardah sangat ingin punya anak perempuan.

"Iya, Bi." aku hanya bisa mengiyakan permintaannya.

"Kok Bibi? Umi, dong! Sekarang, aku ini sudah jadi mertuamu, loh!" Bi Wardah protes.

"Iya, Mi!"

Tuh kan!

Aku masih kaku dengan keadaan ini. Dia memang bibiku yang sangat menyayangiku dan sekarang telah menjadi mertuaku.

Setelah banyak wejangan dan pelukan orang tua kami masing-masing, serta barang-barang yang di bawakan keluargaku sudah rampung masuk ke mobil, akhirnya acara pamitannya selesai juga.

Tampak Om Hasan dan Abiku masih memberi wejangan yang serius pada Mas Azam. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak mendengarnya, karena aku sudah masuk ke dalam mobil.

Setelah jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, akhirnya mereka pun melepas kepergian mobil kami dengan lambaian tangan dan keharuan.

"Mas, aku pingin mampir dulu ke rumah temanku, boleh nggak?"

Dua menit setelah mobil melaju, aku meminta izin pada Mas Azam agar mampir dulu ke rumah Ririn.

"Iya boleh. Di mana rumahnya?"

"Tuh, di pertigaan depan, dekat rumahnya Pak Anshori."

Mas Azam segera menghentikan mobilnya dan tak lupa mengingatkan agar aku tidak lama-lama.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumussalam, eh Nak Jihan. Pasti mau cari Ririn ya?"

Bi Sumi menyambutku dengan ramah. Apalagi aku sudah biasa main ke rumahnya.

"Iya, Bi. Ririnnya ada?"

"Ada di kamar. Kamu masuk saja!"

Aku pun segera masuk dengan langkah pelan sekaligus ragu.

"Rin!"

Ternyata Ririn sedang duduk di ranjangnya dengan mata sembab.

"Ngapain ke sini?" tanyanya ketus.

"Rin, kamu jangan marah begitu, dong!!" Aku mendekatinya, tapi ia memalingkan wajah.

"Rin, sebelum Abah meninggal, dia berwasiat agar Mas Azam menikahiku. Jadi aku tak ada niat sedikit pun untuk menikungmu, kamu jangan salah paham, ya!"

Kuberanikan diri mengatakannya. Tapi Ririn hanya diam dan cuek. Sepertinya dia benar-benar marah padaku.

"Ya, sudah kalau kamu tak mau mendengarkan penjelasanku, aku terima. Aku juga terima kalau kamu membenciku. Yang jelas, aku tak pernah ada niat menikungmu."

Tak ada jawaban. Karena merasa tak nyaman, aku pun pamit.

"Rin, pamit. Aku pergi, sekarang!"

Aku semakin merasa tidak enak padanya. Tapi mau bagaimana lagi, semua sudah takdir dari Alloh.

Kulihat Ririn masih diam dan mengacuhkanku. Akhirnya aku memutuskan untuk segera kembali ke mobil, di mana Mas Azam menungguku.

"Kamu nangis?" tanya Mas Azam.

"Enggak, kok!"

"Ya sudah, kamu tak mau mampir-mampir lagi?"

"Tidak, Mas!"

"Oke, sekarang kita akan segera berangkat. Pekerjaanku sedang menungguku!"

*****

Setelah menempuh perjalanan satu jam tiga puluh menit, akhirnya kami sampai juga di Kota Surabaya melalui Tol Pandaan menjelang adzan maghrib.

Perlahan mobil yang dikemudikan Mas Azam masuk ke gang yang lumayan lebar dan sepi dari kendaraan lainnya. Tapi banyak orang yang lalu lalang. Terlihat dari mereka sepertinya mau ke masjid. Sebagian lagi baru pulang kerja dan ada yang hanya sekadar nongkrong.

Mas Azam berhenti di sebuah rumah dengan pintu gerbang warna coklat. Perlahan ia turun untuk membuka gerbang itu sendiri dan kembali lagi ke mobil kemudian memasukkan mobil ke garasi.

"Ini rumah Mas Azam?" tanyaku penasaran setelah masuk ke dalam rumah.

"Iya."

"Lumayan besar juga ya. Padahal ini termasuk kota, memangnya Mas Azam kerja apa, sih?"

"Nanti juga tahu. Tapi, sebagian lagi uangnya dapat bantuan dari Abi."

"Pasti mahal?"

"Lumayan."

"Atau ini yang KPR itu?"

Mata Mas Azam melotot. "Bukanlah! Abi ikut menyumbang karena tak ingin aku beli yang KPR, agar hidupku bisa tenang tidak dikejar-kejar utang."

Aku seketika tertawa canggung. Untungnya, adzan maghrib pun mulai menggema.

Suaranya sangat nyaring yang berarti masjidnya dekat dari rumah ini!

"Aku mau ke masjid dulu, kamu sholat di sini saja. Masalah kamar biar nanti aku urus," pamitnya--meninggalkanku yang buru-buru mengambil wudhu untuk melaksanakan kewajibanku.

Hanya saja, begitu pria itu pulang, aku terkejut kala Mas Azam tiba-tiba menghampiriku dengan cepat.

"Jihan, ini kamarku dan itu kamarmu!" ucapnya sembari menunjuk dua kamar berbeda.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MALAM PERTAMA DENGAN KAKAK SEPUPU   Sudah takdir

    Sudah takdir(Masih flashback)Hati Agnes selalu merasa bersalah karena menjadi orang ketiga dalam hubungan Azam dan Jihan seperti yang bicarakan Jihan padanya.Apalagi saat ia bertemu ayah Azam, ada rasa bersalah yang selalu menyergap di setiap langkahnya."Meski ayah Azam tidak mempermasalahkan keberadaanku sebagai istri kedua Azam, tapi dari tatapannya sangat jelas menyiratkan bahwa dia berharap aku pergi sebagaimana Jihan sangat mengharapkan aku pergi dari kehidupan mereka. Sedikit banyak, aku bisa membaca ekpresi orang lain apalagi orang itu berbicara padaku secara langsung, jadi aku tahu apa yang di harapkan Jihan maupun Ayah nya Azam.Sepertinya aku memang harus pergi dari kehidupan mereka, meskipun sebenarnya aku tahu aku sangat mencintai Azam, apalagi dia adalah cinta pertamaku. Ya, aku memang harus pergi dari mereka, cukup buah hati kami ini yang menemaniku. Karena aku ingin Azam bahagia dengan Jihan. Aku ingin melihat orang yang aku cintai bahagia.Aku tak bisa bayangkan

  • MALAM PERTAMA DENGAN KAKAK SEPUPU   Pertemuan Agnes dan Jihan

    Pertemuan Agnes dan Jihan.Ada rasa sesal yang tiba-tiba mendera hatiku saat kembali bertemu dengan seseorang yang pernah ada dalam bagian hidupku, yaitu orang yang pernah dicintai suamiku. ~~~~~♡♡♡~~~~(POV author)"Mas, aku ijin mau keluar!" Ucap Jihan pada Azam yang sedang duduk di kursi kesayangannya di studio miliknya."Mau kemana, biar aku anter!" "Tidak usah, aku biasa sendiri, aku cuma beli sesuatu di minimarket, kemarin kelupaan.""Tapi kamu itu jarang keluar sendiri, loh!" Azam merasa kawatir."Nggakpapa, deket sini kok, palingan nanti cuma mau mampir beli seblak atau mi ayam. Mas jangan kawatir, aku sudah bisa naik motor lagi, kok!""Tapi...,""Aku ini bukan anak kecil lagi, Mas!" Jihan merasa kesal."Ya sudah, hati-hati ya!" Dengan berat hati, Azam akhirnya mengijinkannya, Azam masih kawatir pada Jihan, sebab saat itu dia masih nifas karena tiga minggu sebelumnya habis keguguran.Setelah salim pada suaminya, Jihan pun segera berangkat dengan senyu

  • MALAM PERTAMA DENGAN KAKAK SEPUPU    Masih ada rindu

    Masih ada rinduAgnes terdiam, bibirnya yang masih ranum itu seakan berat untuk menjawabnya, sementara tatapan matanya terlihat sedang berusaha menghindari tatapan mataku. Selain itu, aku juga merasa bahagia, karena ternyata dia masih mengenakan hijab bahkan gamis yang dikenakannya gamis yang lebar dan longgar."Alhamdulillah, ternyata dia masih memeluk agama islam, dan aku bisa melihat dia semakin cantik dan anggun, dan..., ya Allah, aku benar-benar sangat terpesona padanya, saat ini, aku sangat merindukanya," guman batinku."Kamu di sini sama Jihan?" Ucapnya padaku, tapi aku tak segera menjawabnya karena aku masih terjebak oleh rasa yang tiba-tiba muncul lagi. Iya, aku sedang terpesona padanya.Bagaimana aku tidak terpesona, di depanku ada seorang wanita chindo yang cantik mengenakan jilbab dan gamis syar'i, terlebih lagi dia adalah wanita yang pernah menjadi kekasih bahkan pernah menjadi istriku. Andai dia masih halal untukku, sungguh aku ingin memeluknya lebih lama dengan erat da

  • MALAM PERTAMA DENGAN KAKAK SEPUPU   Kota baru

    Kota baruPov AzamDua tahun sudah, aku dan Jihan pindah ke kota Jakarta, meskipun pada awalnya kepindahan kami di tentang oleh keluarga, tapi setelah melalui perdebatan yang alot, akhirnya dengan berat hati keluarga pun mengijinkan. Sementara itu rumah yang di kota Surabaya sudah kujual.Selain karena untuk menghindari dari orang-orang yang Hasad, aku juga ingin menghindari kenangan-kenanganku bersama Agnes.Rumah yang di Jakarta memang tidak sebesar di Surabaya, tapi aku sangat bahagia dan kami selalu harmonis.Aku sangat bersyukur, hubungan kami selalu dipenuhi cinta, keluarga yang sangat menyayangi keadaan ekonomi juga sangat mendukung, tapi ternyata kami tak luput dari ujian, yaitu sampai sekarang kami masih belum dikaruniai anak. Terhitung sudah lima kali dalam empat tahun pernikahan kami, Jihan selalu mengalami keguguran. Hati Jihan sangat hancur, tapi aku dan keluarga selalu memberi dukungan dan selalu menghiburnya sehingga kegundahan hatinya tak begitu berarti.Sehari-hari J

  • MALAM PERTAMA DENGAN KAKAK SEPUPU   Kehilangan

    Kehilangan"Sore tante!" Setelah dirasa cukup, akhirnya Azam menampakkan diri di hadapan mereka. Sontak keduanya terperanjat, seperti seorang pencuri yang ketahuan oleh pemiliknya."Azam?" Tante Monica shock, tapi ia tetap berusaha tenang agar tidak terlihat lemah di hadapan Azam."Aku tahu apa yang kalian bicarakan. Dan kamu Randi, aku tak menyangka ada orang yang begitu buruk nya memperlakukan wanita. Jka kamu iri dan dengki pada pencapaianku, cukup dengan fitnah saja mampu membuat karier dan namamu hancur seperti yang telah kamu lakukan, tapi perlakuanmu pada Jihan, itu sungguh tak bisa ku maafkan," ujarnya dengan mengepalkan tangan karena geram. Namun, Azam berusaha meredam emosinya agar tidak melakukan kekerasan, sebab ia tahu di cafe itu ada cctv dan itu tidak baik untuknya dan kariernya, tapi ia masih menganktifkan perekam ."Baguslah kalau kamu tahu. Berarti kamu sudah menyadari dosa-dosamu, dong!" Ujar Tante Monica dengan melipat tangan di dada nya dengan raut wajah angkuh d

  • MALAM PERTAMA DENGAN KAKAK SEPUPU   Luka Jihan

    Luka Jihan.Jihan menangis sedih, bukan karena merasa sakit di t4ampar, tapi ia justru merasa kawatir dan takut kalau Azam mengetahui dirinya di sakiti oleh orang lain, ia akan marah dan nantinya akan menimbulkan masalah yang semakin besar.Karena rasa kawatirnya itu, ia pun menghubungi Azam dan minta ijin bahwa dia akan menginap di tempat kosan-nya Hera.Awalnya Azam tidak setuju, tapi karena Jihan terus membujuk, akhirnya diperbolehkan, tapi prasaan Azam merasa tidak enak, sehingga ba'da maghrib dia mengunjungi kos-an Hera tanpa sepengetahuan Jihan."Sebaiknya kamu pulang, apalagi kamu sedang hamil!" Ucap Azam saat tanpa sengaja Jihan keluar bersama Hera menemui tamu yang ternyata adalah Azam, di tempat kos-an Hera tersebut."Tapi, Mas. Aku sedang ingin menginap di sini."Jihan berusaha menunduk, takut Azam melihat pipinya yang sedikit merah. Kulit Jihan memang sensitif, sehingga saat Randy men4mparnya bekasnya sedikit terlihat, meski samar-samar. Tapi, justru karena sikap Jihan yan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status