Share

Bab 7

"Bu..Ibu yakin akan menjual rumah ini ?" Tanyaku yang masih belum yakin akan keputusan Ibu kala itu.

"Kita akan memulai hidup baru Aina. Ruang baru untuk kamu bangkit dari keterpurukan." Ibu menatapku serius.

Tanganku reflek terhenti memasukkan barang barang kedalam kardus. Saat itu aku dan Ibu sedang sibuk mempacking perabotan yang akan kita bawa pindah ke rumah baru.

Memang tak terelakkan sejak kehamilanku hingga Aiswa lahir, aku hampir tak pernah keluar rumah. Mengurung diri di kamar. Demi tidak mendengar cuitan orang orang diluar sana.

Hilang sudah pribadi seorang Aina yang dulu selalu ceria dan energik.

"Lanjutkan sekolahmu Aina !"Ibu meyakinkanku.

"Tapi Bu..."

"Biar Ibu yang mengurus Aiswa. Ibu juga sudah mendaftarkanmu disekolah yang baru. Tata lagi masa depanmu !" Ibu memotong ucapanku.

Ibu seperti mengerti keraguanku. Perlahan berjalan ke arahku, memelukku dan berbisik kemudia, "Jangan biarkan dirimu terlarut kesedihan masa lalu Aina!"

Aku hanya mengangguk. Tak mampu berkata apapun lagi. Pelupuk mataku kian basah. "Apakah semua itu mungkin ?"

💖💖💖

Pagi ini aku benar benar gemas dengan kemacetan lalu lintas Jakarta. Hampir 2 jam aku terjebak dijalan menuju kantor.

"Shiiiit.....!" Aku mendengus kesal memukul stir mobil.

"Aku bisa terlambat sampai di kantor !" Desisku frustasi.

Akan ada rapat penting terkait pengembangan proyek perusahaan. Dan aku harus segera memberikan proposal presentase proyek kepada atasanku.

Bagaimanapun aku harus selalu menjaga kredibilitasku dalam bekerja. Mengingat sangat tidak mudah bagiku mendapatkan posisi sebagai manager keuangan seperti saat ini.

Setelah lulus sekolah, Ibu tak sanggup lagi membiayaiku kuliah. Uang pensiunan yang tiap bulan ia terima tak lagi cukup memenuhi kebutuhan kami. Apalagi susu khusus Aiswa yang alergi protein hewan juga cukup mahal.

Aku memutuskan melamar pekerjaan untuk membiayai sendiri pendidikanku di Universitas.

Tak mudah rupanya mencari kerja dikota, apalagi hanya berbekal ijazah SMA. Melamar dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Lamaranku selalu saja ditolak. Sungguh melelahkan..!

Aku hampir putus asa.

Sampai akhirnya nasib baik memihakku. Lamaranku mendapat panggilan, meski hanya untuk sebagai cleaning service. Tak mengapa, yang terpenting aku bisa menghasilkan rupiah. Setelah lulus kuliah, toh aku bisa mencari pekerjaan yang lebih layak.

"Braaakkkk....!" Aku berjalan begitu tergesa hingga tak sengaja menabrak seseorang didepanku.

Berkas berkas yang kubawa berhamburan. Aku berjongkok untuk mulai memungutinya.

"Aina...!" Sebuah suara bariton menyebut namaku.

Aku mendongak untuk melihat pemilik suara itu.

Mataku terbelalak. Mulutku melongo melihat seorang yang berdiri didepanku. Sungguh tak percaya !

"Di..Di...Dion ?" Aku tergagap menyebut nama pria itu. Pria dari masa laluku. Ya....dialah Dion, mantan tunanganku.

" Apa kabar, Aina ?" Dion tersenyum dengan lesung pipitnya. Membuatku terpaku beberapa detik.

"Baik..!" Jawabku singkat.

Dion ikut berjongkok membantuku memungut kertas yang terserak.

"Sayang....aku pikir kamu sudah tiba duluan tadi di ruangan direktur. Ternyata kamu disini, dan....." Perkataan wanita itu terputus tatkala aku menoleh kebelakang.

Mata kami bersitatap.

"Nita..?"

"Aina...?" Ucapnya kemudian

tak kalah terkejut saat melihatku.

Mulut kami saling bungkam seketika. Jantungku berdegup kencang menyadari panggilan yang dia tujukan untuk Dion barusan. Panggilan itu...panggilan yang sama yang pernah aku sematkan untuknya dulu. "SAYANG".

"Nita dan Dion?"

Belum selesai keterkejutanku, Nita berjalan menghampiri Dion. Lalu berdiri tepat disampingnya. Aku melihat ia menggamit mesra tangan Dion kemudian.

"Aina, aku tidak menyangka kita akan bertemu disini setelah sekian lama tak ada kabar."

"Kenapa kalian bisa berada disini?" Aku belum bisa menyembunyikan keterkejutanku.

"Aku dan istriku mewakili perusahaan kami mengikuti rapat kerjasama proyek dengan perusahaan Edwin Group." ujar Dion menjawab pertanyaanku.

Aku yang masih shock, belum bisa mencerna penjelasan Dion barusan.

"Oh ya, aku belum memberitahumu jika kami sudah 6 tahun menikah, Aina!"

"Jeduaaarrr!" Petir terasa menghantam tubuhku mendengar ucapan Nita barusan.

Sahabat terdekatku masa SMA menikah dengan Dion, mantan tunanganku? Kenyataan yang begitu sulit kupercaya!

Sudah 6 tahun? Berarti mereka menikah saat aku mengandung Aiswa. Dan itu juga berarti, sesaat setelah Dion memutuskan pertunangan kami. Batinku bergejolak saat pikiranku mulai mencoba menebak nebak.

"Pemerkosaan, hamil tanpa suami, sahabatku menikah dengan tunanganku!" Hatiku memanas mengingat semuanya.

" Apa kamu bekerja di perusahaan Edwin group ini, Aina?"

"Huuuuffff!" Ku tarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Mengisi rongga dada yang terasa begitu sesak.

"Oh, iya! Aku memang bekerja di Edwin Group, Nita." Aku berusaha tenang menyembunyikan kekalutanku.

"Waow, bagus sekali! Itu berarti kita akan sering bertemu untuk proyek kali ini. Benar begitu kan, Sayang ?" Nita mengerling ke arah Dion.

Perih! Perih sekali rasa hatiku. Ucapan Nita barusan seolah menyiram garam diatas lukaku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status