Selesai sholat maghrib berjamaah di mushola, aku segera melipir ke shaff paling belakang untuk melaksanakan sholat istikharah. Sehabis sholat istikharah aku lanjutkan dengan berzikir dan berdoa. Memohon petunjuk atas tawaran Adjie karena hatiku diliputi oleh begitu banyak keraguan.Salah satunya adalah Trauma yang di tinggalkan Nur yang masih sangat dalam membekas. Rasanya aku begitu takut jikan nandti dikhianati kembali, namun aku juga tak kuasa untuk menolak permintaan Adjie yang telah begitu banyak membantuku keluar dari keterpurukan. Selain itu ada rasa tidak pantas untuk berdampingan dengan Rania yang sarjana sementara aku hanya lulusan SMK.Melihatku yang telah selesai berdoa, Adjie menghampiriku. Dia menyalamiku lalu kemudian dduduk di sampingku berniat menungguku. Melihat Aku yang tetap meneruskan dzikirku, Diapun akhirnya membuka Mushaf Alquran lalu mulai bermurajaah.Sungguh pernikahan ini bukan hal kecil dan harus dipertimbangkan matang - matang. Kegagalan pada pernikahan k
Kita tak tahu kemana takdir akan membawa kita pergi, rezeki, maut, dan jodoh, adalah sebuah misteri yang akan terpecahkan jika waktu yang ditetapkan oleh Sang Penulis Takdir telah tiba. Seperti yang terjadi padaku saat ini. Sungguh aku tak pernah menyangka jika aku akan menggenapi takdirku untuk menikah di sini, Sebuah kota yang dulu hanya ku lihat di peta dan dengan jalan yang di luar ekspektasiku. Sungguh aku merasa sangat beruntung. Beberapa hari yang lalu, aku masih gamang berkutat dengan trauma kegagalan rumah tanggaku bersama Nur, Dan sekarang aku telah berada di halaman takdir baru yang akan menuliskan namaku dan nama Rania di dalam satu bab yang sama.Pagi itu setelah sholat subuh aku diantar Adjie ke rumah Rania untuk didandani. Mereka memakaikanku jas berwarna broken white, topi kopiah putih berhias bordiran di sekelilingnya dengan warna yang senada dengan jasku, serta kalung yang terbuat dari utaian bunga melati segar. Tubuhku yang tinggi dan atletis membuat ak
Akhirnya hari ini tiba juga, sebuah peristiwa bahagia yang selalu diimpikan oleh banyak anak dara dalam hidupnya tak terkecuali diriku, bersanding dengan lelaki yang tampan dan mapan serta mencintai Tuhan. Namun bagiku pernikahan ini kuanggap sebagai sebuah malapetaka karena aku harus menikah dengan seorang duda yang sama sekali tak ku kenal demi menyelamatkan maruah keluarga besarku yang telah tercoreng oleh fitnah keji yang sangat kejam yang dilontarkan oleh orang yang tak bertanggung jawab padaku hingga pada akhirnya fitnah itu memporak porandakan impian dan cita - citaku untuk membangun sebuah maghligai rumah tangga indah yang penuh bahagia dan berlumur cinta dengan lelaki yang telah menguasai hati dan fikiranku selama beberapa tahun ini, Faisal. Dia satu – satunya lelaki yang mampu membuat hatiku berbunga hanya dengan kerlingan mata dan senyumannya. Sopan santun dan adabnya telah menawan hatiku, kelembutannya memenjarakan cintaku hingga tak sanggup lagi untuk berpaling pada lela
Aku termenung sendiri di dalam kamar, sesekali ku hidu aroma pengharum linen yang menguar dari Gamis hijau wardahku yang sedari tadi ku timang - timang. Kepalaku begitu penuh dengan ribuan tanda tanya yang tak kunjung kutemukan jawabannya. Siapa yang telah membawa gamis ini keluar dari lemariku lalu mengembalikannya kembali melalui jasa laundry. Siapapun dia, pasti orang yang sangat dekat denganku hingga dia bisa menjebakku dengan mudah. Membuat aku tak memiliki lagi alibi untuk mengelakkan diri dari fitnah keji itu. Gamis dan hijab itu kupakai pertama dan terakhir kali saat proses lamaranku. Selain itu Faisal juga tahu kalau mustahil ada yang menyamainya karena gamis itu ku pesan khusus dari pejahit kenamaan yang merupakan teman dekatku semasa kuliah dulu sekaligus sepupu Faisal. Adalah wajar jika semua menuduhku sebagai pelaku utama di video yang membuatku mual itu. Aku memejamkan mata berusaha mengingat – ingat siapa saja yang pernah memasuki kamarku dan patut kucurigai
Pagi ini aku terbangun dengan hati resah. Sejenak rasa resah itu hilang saat aku menunaikan kewajibanku di awal fajar. Namun kini rasa gelisah itu kembali datang. Bahkan untuk bernafas pun jadi terasa begitu berat. Kuperbanyak zikir dan istighfar untuk mengurangi sedikit sesak di dada. Perlahan namun pasti rasa gelisah yang menyelinap di hati mulai sirna berganti dengan rasa damai dan lega. Hari ini, sesuai rencana yang telah aku atur bersama ibu semalam, aku akan pergi ke laundry untuk menanyakan tentang siapa yang membawa gamis itu kesana untuk di laundry. Aku keluar kamar dengan rasa malas, khawatir akan kembali bertemu dengan kerabat yang masih menginap disini atas permintaan ibu. Beliau masih sangat berharap pernikahan tetap digelar apapun yang terjadi. Aku segera menuju ke ruang makan. Nampak beberapa kerabat jauh dari ayah masih berkumpul di sekitar meja makan. Para sepuh duduk di atas meja sementara anak – anaknya yang masih muda duduk lesehan di
Jantungku berdegub dengan amat sangat kencang seolah menggedor ingin keluar dari dadaku saat aku mengekori zaffran menuju ruang control CCTV yang ada di ruangan pimpinannya. Harusnya aku tak perlu cemas, namun kenyataan bahwa sebentar lagi aku akan mengetahui makhluk yang telah berhasil memporak porandakan mimpi – mimpiku tak urung memacu adrenalinku. “Saya sudah minta izin sama papa tadi, Mbak. Dan papa gak keberatan kalo Zaff ambil rekaman CCTV nya untuk Mbak.” Lelaki yang berwajah bocah itu menjelaskan tanpa kuminta. ‘Ah… Jadi Laundry ini punya Papamu ya, Zaff.” Aku menanggapi seadanya karena sibuk menenangkan jantung yang berdetak tak terkendali.&n
Fitnah sungguh lebih kejam daripada pembunuhan, sebuah kata bijak yang sangat mengena dengan kondisi yang aku alami saat ini. Semua kehancuran yang kualami terjadi karena sebuah fitnah jahat yang ditujukan padaku. Karena fitnah itu rencana pernikahanku jadi porak poranda, hingga meninggalkan malu yang tak terperi. Karena fitnah itu juga aku dicampakkan oleh lelaki yang telah berjanji akan membersamai langkahku hingga ke surga nanti. Dan fitnah itu pula yang telah membunuh karakter dan nama baik yang selalu ku jaga dengan segenap jiwa, Saat ini dihadapanku, dengan hati yang remuk tak berbentuk aku harus menerima kenyataan bahwa calon suamiku telah memiliki pengantin penggantiku. Lebih tepatnya pengantin yang akan menggantikan posisiku di hati dan di sisi Mas Faisal. Miris bukan, dia yang seharusnya berada di garda terdepan untuk melindungiku dan menjadi sandaran bagiku di saat aku jatuh seperti saat ini, malah dengan ringannya melangkah pergi lalu menggamit perempuan lain untuk dinika
Aku tiba di rumah saat jarum jam menunjukkan angka jam dua tepat. Demi mendengar suara motorku yang memasuki garasi, ibuku segera berhambur keluar untuk menyambutku dengan mimik wajah khawatir dan cemas. “Alhamdulillah, Nduk kamu sudah pulang. Kamu kemana aja? Mas Adjiemu dari tadi nelponin ibu terus, nanyain kamu sudah sampai atau belum. Syukurlah kamu udah pulang dengan selamat. Kamu gak apa – apa kan, Nduk” Ibu memelukku dengan penuh rasa lega. Aku hanya tersenyum getir. Jiwaku masih tergoncang hebat sehabis pertemuanku dengan Mas Faisal tadi. “Rania Gak apa – apa koq, Bu. Rania baik – baik saja.” Namun buliran kristal bening yang tiba – tiba mengalir dari kedua netraku membuat ibu faham apa yang terjadi. Wanita paruh baya yang mencintaiku dengan sepenuh jiwanya itu merengkuhku ke dalam pelukannya. Pertahananku runtuh, dalam pelukan ibu aku menangis tersedu. Tangisku terhenti kala Netraku menyapu ke sekeliling ruang tamu dan terpaku saat menatap bunga – bunga plastik hiasan pe