Share

Rahasia masa lalu

last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-26 14:59:37

"Siapa yang kuli? Dia bukan kuli! Dia itu pemilik semua ini!" 

Yaa Allah, Mbak Wati. 

Aku melotot ke arah mbak Wati. Untungnya Meri menghadap ke arahnya, jadi ketika aku memberi kode, Meri tidak melihat. 

"Maksudnya apa? Siapa pemilik semua ini?" tanya Meri seperti penasaran. 

"Em ... Itu ... Dia pemilik semua barang sampah ini. Jadi dia bukan kuli. Dia mengambil semua itu untuk tambah-tambah pemasukan," sanggah mbak Wati.

"Oh ... Aku kira dia pemilik toko ini. Duit dari mana? Hasil ngepet!" sindir Meri sambil berlalu.

Aku bernapas lega. Jika tadi mbak Wati sampai membocorkan semua ini, alamat Meri akan berubah seratus delapan puluh derajat. 

"Kenapa, si, Mbak? Dia siapa?" tanya mbak Wati penasaran dengan kejadian barusan. 

"Dia iparku, Mbak. Pokoknya jangan sampai ada keluarga mas Anjar yang tau kalau toko ini milikku. Apa lagi perempuan tadi," jelasku.

Kami kembali ke rutinitas semula, setelah menutup toko, Mbak Wati berpamitan untuk pulang. Sementara aku menuju warung nasi padang. 

Kemarin, mendengar mama berbicara melalui sambungan telepon entah dengan siapa. Beliau bilang pengen makan nasi ladang, karena aku berkata kalau hari ini gajian, maka aku akan membelikan mama dan mas Anjar nasi padang sebagai oleh-oleh. Untuk Meri, semenjak insiden itu aku tidak lagi memberikan secuil apa pun untuknya.

"Uda, nasi rendang plus dadar satu, nasi rendang plus perkedel satu, nasi rendang plus limpa satu. bungkus, ya." 

"Siap, Uni," canda Uda Hadi.

Aku sudah berlangganan dengan warung padang ini, semenjak masih belajar jualan sayur sampai sekarang sudah mahir, kalau kepengen nasi padang pasti ke tempat ini. 

"Bungkusin lele dua, ayam goreng tiga sama paru, ya, Uda. Satu saja parunya," ucapku sambil terus fokus ke ponsel di genggaman. 

Saat aku membalas chat salah satu pelanggan yang memesan beberapa sayuran, aku di kagetkan dengan suara berisik tepat di meja paling ujung. 

"Tadi kamu yang janji mau traktir, kenapa malah nggak dateng? Aku sudah pesan banyak gimana dong?" 

Aku hapal degan suara tersebut. Meri, ternyata teman yang akan mentraktirnya tidak jadi datang. Aku melirik ke arah mejanya.

Yaa Allah, penuh dengan makanan.

"Uni, ini pesannya sudah siap," ucap pria pemilik warung makan ini. 

Setelah memberikan sejumlah uang untuk membayar pesanan, aku beranjak untuk keluar toko.

"Mbak Maryuni!" teriak Meri. 

Aku pura-pura tidak mendengar panggilan Meri. Biar dia mempermalukan dirinya sendiri. 

[Uda, tolong kalau perempuan yang memanggil aku tadi tanya2, bilang nggak kenal, ya.]

Send.

+++

Melihat mama dengan lahap menyantap makanan yang kubawa membuat mata ini berembun. Seandainya simbok masih ada, ingin rasanya aku mengajaknya jalan-jalan dan menuruti semua keinginannya, tetapi semua itu sudah tidak mungkin terjadi. 

"Ma, mau paru?" tanyaku sembari mengeluarkan bungkusan itu dari dalam plastik.

"Udah ini saja, makasih, ya, Mar," ucapnya kemudian.

"Iya, sama-sama, Ma. kapan-kapan kita jalan-jalan, yuk," ajakku.

Sekilas mama menatapku, lalu kembali fokus menyantap makanan di hadapannya. 

"Nggak usah sok perhatian sama mama!" teriak Meri yang masih berada di ruang tamu. 

Aku dan mama terperanjat oleh teriakan Meri. Sepertinya dia sudah bisa membayar makanannya setelah aku tinggal tadi. 

"Apa masalahnya? Kalau aku perhatian sama orang lain itu baru salah. Wong perhatian sama mertua, kok, salah," ucapku datar. Aku berupaya keras agar tidak terpancing oleh Meri. 

"Sudah! Kalian yang akur. Mama harap kalian baik-baik saja, biar nanti kalau mama sudah nggak ada nggak khawatir lagi," ucap Mama sembari tetap menyantap makanan di hadapannya.

"Mama benar-benar sudah terpengaruh oleh perempuan kampungan ini! Dasar tukang cari muka!" bentak Meri lalu pergi begitu saja. 

Seandainya Meri sudah tidak punya seorang ibu, mungkin dia akan berlaku sama. Tapi apa mungkin dia akan berubah. Entahlah. 

"Aku masuk dulu, ya, Ma." 

Kutinggalkan mama sendirian, kenyang rasanya setiap kali mendengar ucapan Meri, seketika membuat napsu makan ini menghilang. 

"Lo, bukannya belom habis?" 

"Sudah kenyang," kilahku.

Kusimpan makanan untuk mas Anjar di dalam kamar, karena jika aku tinggal di atas meja makan. Pasti mas Anjar tidak akan kebagian. 

Aku heran dengan Meri, badan dia kecil, nggak kurus-kurus amat, si. Akan tetapi, dia doyan banget makam. Banyak lagi. 

Pengen sekali seperti itu. Bukanya itu salah satu impian para emak-emak. Makannya banyak tapi timbangan stay terus nggak geser nganan. Yaa sudahlah, mungkin nasib orang memang berbeda-beda. 

Sambil meninggi mas Anjar pulang, dibersihkan badan yang terasa semakin lengket, di tambah tadi makan sambel banyak sekali bareng mama. 

Segarnya bila terus bertemu dengan air dingin yang mengalir. Dari pada membayangkan lebih baik aku segera mandi, agar setelah mas Anjar pulang aku sudah dalam keadaan bersih. 

+++

"Dek, gaji kamu berapa? Jadiin satu aja, ya?" pinta mas Anjar usai menyantap nasi padang yang aku beli. 

"Bukanya dari awal aku sudah bilang nggak mau, kenapa sekarang mas bahas itu lagi?" Malas rasanya.

Aku bersikukuh untuk tidak memberitahukan berapa gajiku sebulan ini. Serta menolak permintaannya yang teramat sangat aneh. 

Mas Anjar keluar kamar tanpa berkata apa-apa setelah mendapat penolakkan dariku. Aku tidak peduli dengannya.

Satu jam lebih mas Anjar belum juga masuk kamar, aku heran pergi kemana dia. Sebaiknya aku keluar sebentar. 

Samar-samar aku mendengar obrolan di ruang tamu, pelan aku hampiri mereka. 

"Sekarang gaji mas kan udah banyak, jadi tidak perlu mengusik gaji Yuni." Suara mas Anjar tidak begitu keras, tetapi tertangkap oleh indera pendengaranku.

"Paksa dia dong, Mas. Aku tidak mau kalau dia sampai seperti mantan istri kamu!" Suara Meri seperti menahan amarah. 

Maksudnya seperti mantan istrinya yang bagimana?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MARYUNI (Dari Kampung Dikira Miskin)   Wanita tidak tahu malu

    "Yuni, aku kesini mau minta biaya rumah sakit untuk mas Anjar!" teriaknya tidak tahu malu.Dari mana perempuan ini tahu kalau aku berada di sini?"Ha!" Suara kami berempat hampir bersamaan. "Kenapa malah bengong? Sudah sini uangnya?" pintanya semakin kasar. Yaa Allah, kenapa Engkau pertemukan hamba dengan orang-orang seperti mereka? Hamba lelah Yaa Allah. Kuhembuskan napas kesal, jujur ingin rasanya menampar mu lut itu. Dia pikir aku ini mesin ATM yang sewaktu-waktu butuh tinggal ambil? Dasar E dan!"Saya tidak pernah di kasih uang sama calon suami, Anda, jadi jangan minta kepada saya. Karena Anda yang selalu di beri uang dan apa saja yang Anda butuhkan selalu di turuti, kenapa nggak Anda sendiri yang membayarnya? Apa Anda terlalu miskin?" ejekku.Wajah santi merah padam, mendengar omonganku. Aku sengaja membuatnya marah dan meninggalkan tempat ini. "Heh! Dasar perempuan udik! Nggak tahu diri! Seharusnya kamu itu sadar diri kenapa sampai Anjar tidak mau sama kamu? Lihat wajahmu

  • MARYUNI (Dari Kampung Dikira Miskin)   Kecelakan Anjar

    "Permisi, apa benar ini toko Ibu Anjar?" tanya seorang berseragam kepolisian."Benar, ada yang bisa kami bantu, Pak?" tanya bapak sembari berjalan mendekati lelaki berseragam dinas tersebut. "Pak Anjar mengalami kecelakan sekarang sudah di bawa ke rumah sakit, mohon untuk segera datang ke sana," tambahnya."Baik, Pak. Kami akan segera datang," jawab bapak mewakili. Aku hanya terdiam, bukan aku tidak khawatir dengan keadaan mas Anjar sekarang, tetapi kenapa polisi ini bisa tahu kalau aku istrinya mas Anjar? "Kalau begitu kami permisi," pamitnya undur diri. "Silahkan, Pak." Bapak menatapku sebentar, kemudian membuang napas kesal. Aku tahu perasaan bapak saat ini, mungkin heran kenapa mas Anjar bisa kecelakaan di daerah sini. Bukankah jarak antara rumah dan tempat ini lumayan jauh? Entahlah aku tidak ingin menduga-duga. "Sebaiknya kamu segera datang, Yun. Tunjukkan bahwa kamu bukan wanita biasa. Tapi bapak sarankan agar kamu hati-hati dalam bersikap, terlebih Anjar sudah tahu kalau

  • MARYUNI (Dari Kampung Dikira Miskin)   Keputusan bapak

    "Tidak berlagak, untuk membayar barang belanjaan wanita di sampingmu itu saja dia mampu!" tantangnya. Yaa Allah, dia datang. Lelaki cinta pertamaku itu sedikit menegang urat lehernya, setahu dia aku selalu baik-baik saja dengan pernikahan ini, nyatanya di depan mata kepalanya sendiri anak gadis yang sangat istimewa untuknya di permalukan. "Bapak!" Suaraku dan mas Anjar hampir bersamaan. "Siapa lelaki tua itu, Mas?" Gun dik mas Anjar terlihat tidak suka dengan kedatangan bapak. Sebab dia tidak tahu kalau mas Anjar begitu hormat dengan beliau, entah kalau sekarang. "Saya mertua lelaki yang saat ini sedang berada di samping mu!" Bapak menekan suaranya.Tidak ada takut-takutnya perempuan itu, aku lihat dia justru tersenyum sinis. "Anjar, apa yang sedang kau lakukan dengannya? Kenapa kau membiarkan istrimu persegi seorang diri? Di mana tanggung jawabmu?" tanya bapak menelisik.Aku tidak bergeming, tetap berdiri di depan kasir di sebelah gun dik dan suamiku. Kubiarkan bapak mengeluar

  • MARYUNI (Dari Kampung Dikira Miskin)   Tak tau diri

    "Ternyata ini alasan kamu ingin meninggalkan Aku!" Yaa Allah, kenapa dia harus datang di waktu yang tidak tepat. Dengan sigap aku segera melepaskan pegangan dari lelaki itu. "Ini bukan seperti yang kamu pikirkan, Mas. Dia menolongku," jelasku. Jujur, ada perasaan khawatir, takut dia mempermalukan aku. "Tidak bagaiamana? Jelas-jelas kalian sedang pegangan tangan di tempat begini. Di sini nggak semua orang lihat, lo. Jadi, mau berkilah yang bagaiamana?" Mas Anjar memojokkan aku, aku tidak tahu lagi mau berbuat apa. Aku takut jika orang lain datang, orang pasar banyak yang mengenalku. Mereka banyak tahu tentang aku, takutnya mereka akan memberitahukan siapa aku sebenarnya."Maaf, Bung! Apa nggak sebaiknya masalah rumah tangga di selesaikan di rumah. Ini tempat umum, seharusnya Anda punya etika," sela lelaki yang sedang berdiri tegak di sampingku. "Ini bukan urusanmu! Apa sejak dia mengenalmu dia rela merubah penampilan? Demi apa aku sangat menyayangimu, Dek. Tidak perlu kamu harus

  • MARYUNI (Dari Kampung Dikira Miskin)   Chat dari nomor baru

    "Kamu siapa!" teriak seseorang yang tiba-tiba sudah berada di belakangku. Sungguh aku kaget bukan main, tiba-tiba mas Anjar sudah ada di belakangku. "Yuni?" Mas Anjar terlihat terkejut melihat kedatanganku. "Iya, aku Yuni, Mas. Aku kesini hanya ingin mengambil pakaianku saja," jelasku, masih tetap membereskan pakaian dan perlengkapan miliku. Dia kembali melihatku dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Kamu cantik sekali," gumamnya pelan, tetapi dapat tertangkap oleh indera pendengaranku.Aku tersenyum sinis, mungkin selama ini dia tidak pernah melihatku secantik ini. Bukan aku tidak mampu melakukannya, tetapi aku sangat berharap bahwa lelaki yang akan menerimaku adalah orang yang akan berjuang membuatku semakin cantik. Nyatanya, dia sangat perhitungan dalam segala hal, apa lagi mengeluarkan uang untuk membuatku semakin cantik. "Aku permisi, Mas. Aku merasakan bahwa hubungan kita sudah tidak sehat. Mungkin selama ini aku hanya akan diam saat mas mengabaikanku dan pelit dalam mena

  • MARYUNI (Dari Kampung Dikira Miskin)   Awal perubahan

    Apa benar ini Maryuni yang kampungan itu? Aku menatap cermin kembali, betulkah yang aku lihat? Benar kata mbak Wati, aku harus merubah penampilanku. Akan aku buat mas Anjar menyesal setelah bertemu denganku nanti. "Ada yang masih kurang, Mbak?" tanya pegawai yang berada tepat di sampingku. "Nggak, sudah cukup," jawabku, sembari takjub dengan karunia Allah yang selama ini aku abaikan. "Belum, masih kurang, lihat ini." Dia menunjuk pakaian yang berada di tangannya. Aku mengerutkan kening, belum paham apa maksudnya. "Coba mbak kalau baju ini," perintahnya. Aku hanya menurut, berjalan menuju kamar pas. Di dalam kamar pas aku merasa sangat bahagia, tetapi kalau aku berpakaian seperti ini bagaimana kalau sedang jualan? Entahlah, itu urusan nanti, yang penting sekarang menikmati saat ini. "Cantiknya," sambut para pegawai salon.Sejujurnya aku pun takjub dengan karunia Allah yang selama ini aku abaikan ini. Hari ini aku berubah, terlihat begitu sempurna, bahkan pesta pernikahan yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status