Adnan merasa tak tenang. Dia dalam lift yang membawa-nya turun, kakinya terus saja bergerak mengelilingi kotak lift.
Sampai pada lobby perusahaan keluarganya, Adnan pun bergegas untuk keluar. Pria itu lalu memacu kuda-kuda kakinya.
“Selamat siang, Pak Adnan..” Sapa beberapa karyawan setiap kali mereka berpapasan dengan Adnan.
“Ya, ya.. Sorry saya buru-buru..” Ucap Adnan, meminta pengertian jika saja tanggapannya terdengar dingin ditelinga para karyawannya.
Ketika indera penglihatannya menangkap Cinta yang hendak menaiki sebuah mobil, Adnan pun berteriak disela-sela langkah kakinya. “Cintaaa... Ciiiin!!”
“Cin.. Tunggu Mas, Cintaa!!”
Nahas, Cinta mengabaikan panggilan Adnan. Meski gadis itu sempat ditahan oleh pihak keamanan yang berjaga di depan pintu lobby, nyatanya Cinta tetap menutup pintu mobilnya dan berlalu pergi seolah Adnan tak pernah memanggil namanya.
“Pak, kenapa sekretaris saya dibiarkan pergi?”
“Bu Cinta bilang ada emergency, Pak Adnan.”
“Ya?”
“Kata Bu Cinta, Ayahnya ketahuan selingkuh dengan janda sebelah. Bu Cinta buru-buru, Pak, makanya nggak bisa nunggu Bapak.”
“Se-Selingkuh?!” beo Adnan, tergagap.
“Betul, Pak.. Kasihan ya, Pak. Mata Bu Cinta sampai bengkak tadi saya lihat.”
Adnan menyugar rambutnya ke belakang. Tak lupa ia menyempatkan diri untuk mengucapkan terima kasih sebelum memutar tubuhnya.
“Ayahnya Cinta ada affair? Nggak mungkin.” Gumam Adnan, sanksi akan alasan yang Cinta berikan agar dirinya diloloskan.
“Anak itu!” Adnan menggeleng-gelengkan kepalanya, gemas. Dari banyaknya hal yang dapat dijadikan alasan, mengapa Cinta sampai terpikirkan untuk menggunakan sang ayah.
“Cintanya mana, Nan? Nggak ke kejar?” tanya papi Adnan, bertepatan dengan Adnan yang membuka pintu ruang kerjanya.
“Kabur, Pi..”
“Wah! Abis kamu kalau dia ngelapor ke Mami..”
Ya sudah lah, Adnan pasrah saja. Dengan begitu ia akan tahu alasan mengapa Cinta sampai menangis.
30 menit pun berlalu. Disaat ketiganya tengah asyik membicarakan sesuatu, ponsel pribadi Adnan tiba-tiba saja berdering.
“Mami?" tanya Papi Adnan, sangat tepat sasaran.
Andan mengiyakan dengan gerakan kepala.
“Cepet angkat!! Udah ngadu kali itu calon mantunya.” Titah sang papi. Ia tampak serius memperhatikan Adnan dari tempat duduknya.
“Ahaha.. Saya jadi ikutan tegang, Om.” Oceh Nathan. Keseruan mereka dalam membicarakan perkembangan bisnis masing-masing keluarga kini berganti menjadi sebuah ketegangan.
“Om tiap hari tegang terus, Kim.. Pokoknya kalau udah urusan Adnan, Cinta sama Maminya, muter-muter kepala Om.”
“Padahal Adnan have a girlfriends ya, Om?”
Adnan melirik papinya. Ia menunggu jawaban apa yang akan papinya berikan kepada sahabatnya. Namun setelah sekian lama dirinya menunggu, papinya hanya diam, tak membalas.
Maka dari itu, Adnan pun memilih untuk segera menerima panggilan dari sang mami.
“Halo, Mi.. Ad..” belum selesai salam dan kalimat tanya Adnan terucap, diseberang sana maminya sudah berteriak nyaring. Perempuan itu mempertanyakan perihal Cinta yang secara mendadak ingin resign dari perusahaan mereka.
‘Kamu apain calon mantu Mami, Adnan?! Kenapa dia nangis isek-isekkan terus bilang nggak mau lagi kerja sama kamu?!’
“Mi, nggak mungkin. Kita fine aja tadi. Adnan juga nggak tau kenapa dia nangis. Adnan berani sumpah kalau Adnan nggak ngapa-ngapain Cinta.”
‘Kalau nggak diapa-apain kenapa dia minta RESIGN, ADNAN?!’ tekan sang mami, ngegas.
“I don’t know.. Adnan cuman suruh dia beli makanan. Just it, Mi..”
‘Tau lah! Nggak usah pulang ke rumah Mami kamu! Hidup aja sana di apartemen pacar kamu yang pemain FTV itu! Emang kamu pikir Mami nggak tau siapa yang beli itu unit, Hah?!’
“....”
‘Mami kecewa, Nan.. Kalau kamu emang nggak mau nikah sama Cinta, at least jangan nyakitin hati anak temen Mami. Kamu bisa omongin baik-baik.”
“Mam..”
‘Stop!! Talk to my hand ya, Adnan!’
Bagaimana caranya? Tangan maminya kan ada di rumah.
‘Mulai detik ini Mami usir kamu.. Silahkan nikah sama Anabel, Cerybel, Bel-Bel itu! Kita putus hubungan, bye!’’
“Ya Tuhan.. Mami..” desah Adnan. Sayangnya, sambungan telepon telah dimatikan sepihak oleh maminya.
“How, How? Apa kata Mami kamu, Nan?”
“Mami ngusir Adnan, Pi.” Jawab Adnan, lirih. Pria itu terlihat sangat putus asa sekarang.
Ia sungguh tak menyangka jika maminya tega memutuskan hubungan ibu dan anaknya hanya dikarenakan seorang gadis yang notabenenya merupakan orang luar.
“MATEK, kamu!” Seru sang papi.
“Sebenernya si Cinta kamu apain sih, Nan? Dia ngadu apa ke Mami mu?”
Adnan mengacak rambutnya, frustasi. “Nggak tau, Pi. Mami cuman bilang kalau Cinta minta resign.” Jelas Adnan sesuai dengan apa yang dirinya dengar.
Baru kali ini ia tak dapat membela diri sepanjang dirinya berargumen dengan maminya. Andai maminya menjelaskan alasan dibalik resign-nya Cinta, ia mungkin bisa membersihkan nama nama baik yang maminya curigai.
“Mami nuduh Adnan nyakitin Cinta..” Adnan menghela napasnya. “Masalahnya Adnan nggak ngerasa ngelakuin itu, Pi. Tanya Nathan. Iya kan, Tan?”
“Nan, maybe.. Just maybe, okay? Mungkin Cinta denger obrolan kita tentang dia. Timing kita ngebahas dia sama Om yang masuk ngabarin kalau dia nangis almost deketan, Nan..” tutur Nathan menyampaikan asumsinya. Jika dipikir-pikir kembali, obrolan mereka lah satu-satunya perihal yang dapat menyakiti hati sekretaris pria itu.
“Ah, ya, ya! Bisa jadi itu, Nan.. Waktu Papi masuk ke sini, pintu ruangan kamu nggak 100% nutup loh.”
“Astaga,” hela Adnan, mendesah.
“Kamu samperin ke rumahnya sana.. Coba ngomong baik-baik sama Cintanya. Mamimu nggak gampang, Nan, kalau urusannya nyangkut Cinta.”
“Adnan harus apa, Pi?”
“Be gentle.. Minta maaf ke Cintanya. Kamu nggak akan tau jodoh kamu siapa sebelum ijab qobul selesai kamu ucapin, Nan. Terlalu keras nolak Cinta bisa jadi bumerang buat kamu. Nggak selamanya loh Cinta mau mertahanin rasa sukanya ke kamu..”
“... yang namanya perasaan itu berubah-ubah, Adnan. Hari ini mungkin Cinta suka kamu, tapi hari-hari berikutnya siapa yang bisa jamin? Who knows kan kalau dia sukanya pindah ke Kim..”
“Amin, Om..”
Selorohan Nathan yang mengaminkan kalimat papi Adnan membuat anak dan ayah itu memalingkan wajah mereka. Keduanya menatap Nathan dengan pandangan yang sulit diartikan.
“Jangan ditikung lah, Kim. Tante kamu maunya cuman Cinta loh yang jadi mantunya. Kalau nggak Cinta, temen kamu ini bisa-bisa jadi perjaka tua sampai ajal menjemput.”
Nathan pun tergelak sejadinya. Pria keturunan Korea itu merasa terhibur dengan kunjungannya ke kantor Adnan.
“Pake mobil Papi sana, Nan. Ntar biar Papi minta jemput Bagas pulangnya.”
Adnan mau tak mau beranjak. Pria itu meminta maaf pada Nathan. “Next gue yang ke apart lo, Tan.. Kita lanjut di sana kalau masalah gue sama Cinta udah clear..”
“Whenever you come, the doors are always open, Bro..”
“Hus-Hus! Kim biar nemenin Papi ngobrol..” Usir sang papi, satu gerakan dengan maminya yang juga mengusirnya.
*
*
Setidaknya membutuhkan waktu hampir satu jam untuk sampai di kediaman orang tua Cinta. Rumah dua lantai yang tampak asri itu terlihat begitu sepi, seolah penghuninya tidak ada ditempat.
Tak mematikan mesin mobil, Adnan pun turun dari tunggangannya, berjalan menuju pos penjaga rumah Cinta.
“Selamat Sore.. Lho, Mas Adnan..” Sapa satpam yang tidak asing lagi dengan sosok Adnan. Selain dikarenakan Adnan yang beberapa kali ikut menghadiri acara keluarga, pria itu juga kerap mengantarkan anak majikannya pulang.
“Cintanya ada, Pak? Saya ada perlu dengan Cinta.”
“Mbak Cinta, Mas?! Ya nggak ada to, Mas. Sekarang kan belom waktunya pulang kerja. Mobil sama Pak Dadang aja belom ada tuh disana.” Satpam itu menunjuk lokasi dimana biasanya mobil pribadi Cinta terparkir.
“Kalau Ibu dan Bapak, ada, Pak?”
“Nggak ada di rumah juga, Mas. Tadi sih bilangnya mau ke Bandung. Pulangnya baru nanti malem setahu saya.”
“Cinta nggak ikut mereka, Pak?” tanya Adnan seiring dengan harapannya yang berdoa semoga Cinta pergi bersama kedua orang tuanya.
“Lah, ya enggak, Mas.. Kan saya udah bilang kalau Mbak Cintanya belom pulang kerja. Mas Adnan emangnya nggak papasan di kantor?”
Adnan menggaruk kepalanya, tampak sekali jika dirinya gugup.
“Sepertinya saya yang nyarinya nggak bener, Pak. Ya sudah, kalau begitu saya pamit ya, Pak..”
“Mas Adnan kok aneh..” Mata penjaga rumah Cinta memicing. “Anak majikan saya nggak mungkin ilang diculik orang kan?”
Duar!!
Boleh kah daku meminta review man teman? Jangan lupa kasih bintang untuk cerita ini yak. Oh iya. Selain on going cerita ini, Qey juga ada cerita baru yang judulnya Ketika Keyla Jadi Istri Kedua loh. Jangan lupa mampir yak semua
“O-iya loh. Mirip.” Samuel tak hentinya memandangi album foto berisikan potret bayi mungil yang tak lain adalah menantu perempuannya. Ia lalu menggeser pandangan, memindai kembali rupa cucu hasil pernikahan putranya dengan wanita itu. “Nggak ada bedanya sama sekali. Plek-ketiplek kayak yang Cinta bilang.” Plak! Gemas dengan keheranan suaminya, Diah pun melayangkan pukulan pada pundak pria paruh baya itu. “Apa sih, Pi? Masa baru percaya sekarang. Kita loh punya fotonya Cinta dari segala usia.” Tutur ibu kandung Adnan itu, memarahi Samuel yang baru bisa mempercayai penuturan mereka. Sudah dibilang Amora itu cetakannya Cinta. Tidak ada satupun bagian dari Cinta yang terlewat dalam proses terbentuknya rupa cucunya. “ini kali ya, yang dibilang kita punya 7 kembaran.” Diah melengos sedangkan Dimas, besannya— pria itu mengedikkan bahu. ‘Suka-Suka lo aja-lah, Sam.’ lontar Dimas, membatin. “Ckckckck! Niar banget loh sampe bawain foto bayi aku. Orang tuh nengok lahiran bawa makanan
Amora Anindya Wiyoko— nama itu Adnan ciptakan dengan mengingat sang istri dalam setiap pertimbangannya. Amora, suku pertama ini Adnan ambil dari kata amor yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia, akan merujuk pada nama wanita yang telah bertaruh nyawa untuk melahirkan putrinya. Sedangkan untuk Anindya, Adnan mengambilnya dari bahasa Sansekerta yang berartikan cantik. Paras ayu Cinta pasti akan menurun pada sang putri. Adnan berharap putrinya kelak dapat tumbuh rupawan seperti halnya istri yang ia kasihi. “Astaga.. Cinta banget mukanya. Padahal anak cewek loh.” Dan, yah! Harapan Adnan terkabul. Gen istrinya bekerja lebih banyak, membuat Adnan kini mempunyai miniatur wanita yang sangat dirinya cintai. “Bangun-bangun pingsan ini anaknya.” Mendengar celotehan ibu mertuanya, Adnan pun tak dapat menahan kekehannya. Semoga saja istrinya tidak berulah setelah sadar. “Aneh banget ya? Anak cewek loh. Kok malah lebih mirip mamanya daripada papanya.” Ucap Dimas, ikut heran sama se
“Simon gimana, Mas? Ada bales?” Adnan menggenggam erat telapak tangan Cinta. “Sayang.. Nggak usah mikirin Simon dulu ya.” Ia lalu meminta agar sang istri fokus pada persalinannya saja. Bagaimanapun juga, ketidakhadiran istrinya dalam pernikahan pria itu berada diluar kendali manusia. Absennya Cinta disebabkan oleh perihal yang tidak dapat diganggu gugat oleh seorang makhluk. Sungguh, ini benar-benar diluar kuasa mereka. “Iya, Cin. Bunda juga udah minta maaf ke maminya Simon. Kamu tenang aja. Simon pasti ngerti.” Ucap Nirmala, membelai kepala putrinya. Dini hari menjelang subuh, sahabatnya menelepon, mengabarkan jika Cinta mengalami kontraksi hebat. Setelah dilarikan ke rumah sakit ibu dan anak di daerah Kemang, dalam perjalanannya menyusul sang putri, ia mendapatkan kabar bila Cinta sudah mengalami pecah ketuban. Saat itulah, ditengah kepanikannya, ia menghubungi mami Simon. “Sakit, Mas.” “Sabar ya, Sayang. Kamu.. Kamu mau operasi aja?” tanya Adnan, semakin tak tega melihat sang i
“Bun, shopping yuk.” Ajak Cinta, tiba-tiba.Mendengar itu, Nirmala pun menghentikan aktivitas menyulam yang sedang ia kerjakan. Ia menatap sang putri, lalu bertanya, “mau belanja apa?” Saat putri dan menantunya berkunjung bersama suaminya, ibunda Cinta itu tengah mengisi waktu luangnya dengan menciptakan sebuah karya yang nantinya akan ia jadikan sebagai hadiah kelahiran cucu pertamanya.“Emang kalau shopping harus udah ada yang mau dibeli dulu ya?”“Ya, iya dong. Kocak ini anak. Kalau nggak ada yang mau dibeli, ngapain kamu ngajakin Bunda belanja?”“Astaga, Bun. Konsep dari mana itu? Nggak mesti ya! yang penting pergi aja dulu. Ntar juga pasti ada yang pengen dibeli.”Nirmala pun berdecak dan decakkannya itu membuat Cinta kembali berkata-kata.“Please, Bun. Jangan pelit-pelit banget sama diri sendiri. Suami Bunda loh banyak duit. Matanya dimanjain. Kalau nemu barang bagus, bungkus. Shopping diluar kebutuhan nggak akan bikin Bunda miskin kok.”Nirmala menggelengkan kepala, tak habis p
Keributan yang disebabkan oleh Cinta di dalam showroom milik sang ayah dapat teratasi dengan cepat setelah Dimas mendatangkan relasinya bersama datangnya satu unit motor bebek keluaran terbaru ke hadapan si ibu hamil. “Kalau ini dijamin Ibunya bisa naikin.” Seloroh Dimas, menepuk bagian kepala motor yang didatangkannya.Tahu bahwa ayahnya kesal, Cinta pun meringis. “Hehe..” Ia menunjukkan deretan gigi putihnya. Memasang ekspresi bersalah yang dibalut dengan cengiran manisnya. Ia kan hanya ingin berbuat baik. Berhubung ayahnya mempunyai bisnis jual-beli kendaraan, situasi itu hendak ia manfaatkan agar dirinya tak perlu keluar uang.“Moge yang tadi keren loh padahal. Ibu beneran nggak mau?” tanya Cinta untuk memastikan apakah si ibu benar-benar tidak berminat dengan motor yang ia pilihkan.Sedikit ngeyel nggak ngaruh kan? Toh keluarga ayahnya tidak akan jatuh miskin hanya karena menghibahkan sebuah motor.“Nggak, Non. Bahaya. Selain saya nggak bisa naikinnya, di lingkungan saya pasti r
Kata siapa menjadi istri pria kaya akan menghindarkan kita dari berbagai masalah? Siapa yang bilang, hah?!Sebagai istri pria keyong-reyong yang nantinya akan mewarisi kerajaan bisnis papi mertuanya, Cinta dengan sungguh menolak keras statement menyesatkan kaum materialistis itu.Para wanita yang memiliki pemikiran sesempit itu, Cinta yakin mereka hanya hidup di dalam angan-angan indah belaka. Mereka jelas merupakan kaum-kaum pengkhayal yang tak melibatkan unsur kelogisan ke dalam cara berpikirnya.Mana ada kaya sama dengan bebas masalah. Tidak seperti itu, Suketi! Karena yang namanya masalah pasti tidak memandang kasta. Akan tiba masanya dia datang tanpa membawa surat undangan. Seperti sekarang contohnya.“Hiks, itu orangnya mati nggak, Pak?” Cinta bertanya dengan tangis sesenggukannya.Secara tidak sengaja ia terlibat dengan kecelakaan ketika hendak menyusul Adnan. Sejak meninggalkan kediaman orang tua suaminya, ia tidak pernah menyusun planning untuk menabrak pengendara lain di jal