Share

Pobia danau

Dito berjalan gontai menuju mobil mewahnya yang diparkir di basmant, tepat saat keluar dari basmant dia melihat seorang perempuan yang memakai kacamata tebal tengah berjalan gontai.

Dito menghentikan laju mobilnya, dari balik kaca mobil matanya memperhatikan perempuan itu dengan lekat.

Mawar sungguh cantik meskipun mata indahnya dihalangi oleh kacamata tebal. Setelah Mawar sudah agak jauh barulah Dito keluar dari mobil, mengikutinya secara diam-diam.

"Halo, kalian!" Sapa Mawar dengan ceria, bibirnya tersungging lebar.

"Ohh Tidaaaak! Kenapa kau mati?" 

Sementara di kejauhan tampak seorang lelaki bersembunyi di balik tembok sedang memperhatikan Mawar yang sedang berada di taman penuh dengan bunga Mawar. 

Dito menyunggingkan senyumnya, meskipun suara Mawar tidak terlalu terdengar olehnya, dia cukup terhibur dengan eskpresi keceriaan perempuan itu. Tapi hanya sementara karena setelahnya, dia melihat raut sedih dari perempuan itu.

"Meow...meow"

Kening Dito mengernyit, lalu menoleh dia ke samping kirinya, matanya melotot mendapati seekor kucing yang tengah menatap ke arahnya.

Dito menggelengkan kepala dan mengangkat jari telunjuknya, memperingati agar kucing itu tetap diam di tempat. Dito tersenyum lega melihat kucing itu menurut padanya.

Saat Mawar akan mencabut satu tangkai bunga Mawarnya yang sudah mati, dia tersentak ketika mendengar teriakan seseorang. Matanya mengedar dan terkejut saat matanya melihat Dito dari kejauhan.

"Bangsat! Pergi! Anjing!" Dito menggeleng frustasi, kucing itu malah berjalan kembali mendekatinya. Ekor milik kucing itu yang selalu bergoyang membuatnya ingin menghabisi kucing itu segera.

"Itu kucing, bukan anjing," Mawar menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.

Mawar mendekati kucing itu lalu menatap Dito dengan tatapan penuh kebencian, sekaligus tersiksa karena harus menahan tawanya saat melihat wajah Dito yang memucat.

"Pus..pus.. kemari," Kucing berwarna oranye itu menghampiri Mawar. "Aw pintar sekali." ucapnya senang.

Dito bergidik ngeri melihatnya. "Jadi itu kucing punyamu? Pantas saja jelek, seperti pemiliknya," ucapnya mencemooh.

Mawar memberikan tatapan tajam, dia berdiri dengan tangannya yang menggendong kucing tersebut.

"Kalo iya, kenapa?" Tanya Mawar menantang.

Dito mengernyitkan kening tidak suka. "Aku alergi kucing, Culun!"

Mawar tersenyum semringah, kakinya malah melangkah mendekati Dito.

"Mawar, jangan coba-coba," Dito memperingati.

Seakan tuli dengan peringatan Dito, Mawar malah semakin melangakah mendekati pria itu, menjulurkan kedua tangannya yang tengah menggendong kucing tersebut. "Kau takut?" Tanya Mawar dengan wajah jenaka.

Dito menggeleng, "Tidak, siapa yang takut huh?" 

Mawar mendelikkan matanya, tersenyum penuh arti.

"Bawa kucing itu pergi, sialan!"

"Ini lucu tahu, coba saja pegang." Dito menggeleng kuat, membuat Mawar semakin bersemangat lalu dia berpura-pura melemparkan kucing itu ke arah Dito, ingin memberikan pelajaran kepada pria brengsek tersebut.

"Meow!!"

Bruk

Mawar tergelak, Dito jatuh tersungkur karena menghindari kucing yang meloncat kearahnya. Sebenarnya Mawar tidak bermaksud seperti itu, saat hendak berpura-pura melemparkannya tadi, kucing itu malah meloncat sungguhan. 

Sayangnya tawa itu tidak berlangsung lama.

Dito bangkit, dia menggerakkan lehernya ke kiri dan ke kanan, ekspresi pria itu sangat cabul, membuat Mawar waspada.

"Meow....Meow." Mawar langsung melarikan matanya ke bawah.

Lalu segera mengambil kucing itu ke dalam gendongannya, tersenyum puas mendapatkan senjata andalannya lagi, dengan ini Dito tidak akan pernah berani berbuat macam-macam kepadanya.

Tapi senyuman di wajahnya perlahan luntur saat matanya melihat seseorang dari kejauhan, ketika objek semakin mendekat, Mawar melebarkan kedua matanya.

Dito pun menoleh kebelakang, dia menyunggingkan senyum mencemooh saat melihat Nico berjalan menghampiri.

Dito menoleh kembali pada perempuan yang sudah berhasil mempermalukan dirinya, membuatnya jatuh tersungkur dengan sangat tidak elegan, sungguh memalukan martabatnya sebagai seorang lelaki.

Mawar meringis ngeri melihat ekspresi Dito yang seperti ingin memakan dirinya hidup-hidup.

Setidaknya Mawar merasa lega karena Nico tidak akan membiarkan Dito berbuat macam-macam kepadanya, tidak mungkin pria itu tega membiarkan istrinya diperlakukan tidak baik oleh sahabatnya sendiri.

Mawar tersentak kaget saat kucing yang berada di dalam gendongannya melompat, keningnya mengkerut melihat kucing itu berlari kearah Nico. 

"Mau kemana, kau?" Dion berhasil mencengkram pergelangan lengan Mawar, sehingga Mawar yang hendak melarikan diri gagal.

Mawar encoba melepaskan lengannya yang berada di cengkraman kuat Dito, dia meringis karena cengkramannya terlampau erat. Padahal lengannya masih sakit akibat cengkraman Nico tadi pagi.

Tapi perlahan cengkraman Dito di lengannya mengendur, lalu Mawar memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya.

Dadanya berdetak kencang, melihat tatapan itu, tatapan penuh kebencian dan mencemooh sekan Nico sangat Jijik kepadanya.

"Kau masih istriku. Perhatikanlah sikapmu," ucap Nico datar.

Mawar menarik lengannya dengan paksa, lalu mengusap lengan itu. "Aku tidak melakukan apa-apa," Mawar menggeleng, menepis fikiran buruk Nico terhadapnya.

"Lalu apa yang sedang kalian berdua lakukan disini?" Tatapannya kini beralih pada Dito yang tengah tersenyum miring, seakan mengejeknya. Brengsek!

"Aku hanya ingin melihat bungaku lalu pria itu tiba-tiba ada disini." tunjuknya pada Dito yang sedang memperhatikannya dengan diam seperti sedang mengamati interaksi dirinya dengan Nico.

"Ck, aku juga menyukai Mawar," ucap Dito.

"Tapi aku tidak menyukaimu, kau pria brengsek. Aku benci padamu," 

Dito terkekeh. "Aku suka bunga Mawar, jangan terlalu percaya diri. Wanita jelek seperti dirimu tidak mungkin bisa membuat pria tampan sepertiku menaruh hati padamu,"

Hati Mawar bagai di remas, malu sekali dia telah menganggap pria brengsek itu menyukainya.

"Aku kasihan padamu Nic, selain jelek dia juga sangat percaya diri ternyata," ucap Dito pada Nico.

"Kau pikir, kau tampan? Dari pada kau, Si Juno lebih tampan darimu," ucap Mawar tidak terima.

"What?! Juno? Who is he?" Tanya Dito penasaran.

"Anjingku," ucap Nico datar.

Nico melangakah hendak pergi tidak ingin terlibat lebih lama dengan obrolan tidak bermutu tersebut, tapi teriakan Dito yang tiba-tiba, membuat otak Nico mendapatkan ide untuk menakuti pria itu.

"Nic! Jauh-jauh!" Dito berteriak histeris.

"Aku tak perduli." ucapnya datar.

Dito menggelengkan kepalanya saat dadanya perlahan menjadi sesak. Sial! Nico memang tidak pernah main-main dengan ucapannya. 

Dulu saat mereka masih bersekolah di high school, Nico pernah menjerumuskan nya kedalam kamar yang berisi penuh dengan kucing, tentu saja sebagai hukuman karena Dito dengan tak tahu diri telah meniduri wanita yang menjadi teman tidur Nico. 

Apes memang, Dito yang selalu tidak tahan saat melihat wanita cantik malah tergoda hingga akhirnya berhasil merayu wanita tersebut, tentu saja dengan wajahnya yang tampan dia berhasil menidurinya. Tapi sebagai balasannya, dia mendapatkan perawatan di rumah sakit selama tiga bulan lamanya.

Dito menggelengkan kepalanya, merasa ngeri mengingat kejadian itu.

Tangan Nico perlahan terulur dengan seringaian jahat diwajahnya. 

Dito segera berlari mengindar, tak disangka Nico malah berlari mengejarnya. Dito semakin histeris. Jika bulu kucing itu terhirup olehnya, dadanya akan sesak dan badannya menjadi gatal atau bahkan dia bisa mati jika bulu kucing itu banyak mengendap di paru-parunya. Dito sangat alergi dan fobia dengan kucing lalu ekor sialannya itu yang paling di bencinya, membuat penglihatannya sakit!

Mawar menatap datar ke arah dua lelaki yang sedang bermain kejar-kejaran itu, tingkahnya mirip seperti dua bocah yang kehilangan masa kecilnya. Ingin tertawa tapi tidak bernafsu, akhirnya Mawar melangkahkan kakinya pergi meninggalkan mereka.

Mawar melambaikan tangannya kepada bunga Mawar yang berjejer indah dengan hati senang mengucapkan selamat tinggal, tidak salah ibunya memberinya nama Mawar karena sejak kecil dia memang sangat menyukai bunga itu.

Mawar menyusuri tepi danau, setelah tenggelam di kolam tadi pagi, rasa takutnya terhadap danau semakin berkurang. Sekarang dia menjadi lebih berani menatap Danau luas di depannya. Pemandangannya sangat indah apalagi disekitar danau terdapat taman bunga yang menjadi kesukaannya. Tapi dia juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa masih ada sedikit rasa takut terhadap danau itu.

"Hai, culun?"

Mawar menoleh, satu lagi orang berengsek ketika berkunjung ke mansion selalu mengincar Mawar untuk di jadikan bahan tindasan. Memang, temannya Nico tidak jauh-jauh dari orang berengsek. 

"Sendirian saja? Tidak ikut bergabung dengan mereka?" Tunjuknya pada dua bocah yang masih saling kejar-kejaran.

Mawar mengabaikan Dion, dia terus berjalan walau dengan perasaan risih di hatinya, takut jika Dion melakukan hal yang tidak baik kepadanya. Misal menyeburkannya ke danau.

Menyadari itu, Mawar segera berlari menjauhi danau, tapi terlambat karena Dion sudah berhasil mendorongnya terlampau kuat hingga tubuhnya yang kurus tercebur ke danau.

Byur!

Mawar mencoba berenang, tapi seberapa keras pun mencoba hanya kesia-siaan yang dia dapat. Akhirnya dia hanya memejamkan mata menghalau rasa takutnya. Memang dirinya terlahir hanya untuk di jadikan lelucon, bahkan nyawanya pun akan menjadi lelucon yang sangat membahagiakan jika dia mati nanti.

Andai, andai saja dia bukan perempuan dari desa. Andai, Andai saja dia berasal dari keluarga kaya sama seperti mereka, mungkin mereka akan sedikit lebih berbelas kasihan kepadanya.

Mawar menekan dadanya dengan kedua tangannya, dia sudah siap jika harus mati.

Tapi bagaimana dengan keluarganya di kampung? mereka hidup dari hasil uang yang rutin di berikan Nico setiap bulan, jika dia mati maka keluarganya akan kembali kesusahan dan ibunya akan kembali menjadi pelayan. Tidak! Tidak! Itu tidak boleh terjadi!

Mawar membuka kedua matanya, dia tidak boleh mati sekarang. Keluarganya masih membutuhkannya, apalagi ibunya yang selalu menjadi semangat nya. 

Raut tua itu tetap cantik meski usianya hampir memasuki setengah abad, lalu wajah adiknya yang selalu ceria menyambut kedatangannya ketika berkunjung, meskipun dia jarang berkunjung kesana. Mawar menangis, sesak itu semakin memenuhi rongga dadanya.

Dengan seluruh tenaga, Mawar mencoba berenang lagi ke atas, tapi itu hanya sia-sia saja. Kini tubuhnya malah semakin terjun kebawah dan kesadarannya semakin menghilang, lalu perlahan matanya tertutup.

Tapi sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, dia merasakan seseorang mendekap tubuhnya. Matanya ingin terbuka tapi sesak di dadanya tidak tertahankan, tubuhnya lemas, lalu dia merasakan perlahan air masuk kedalam hidungnya menyumbat pernapasannya hingga membuat dadanya kian terasa sesak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status