Kamilia melihat ke arah ponsel Garganif. Nama itu tertera lagi … berulang-ulang.
"Siapakah Paulina? Mengapa menelpon berulang-ulang sepertinya sangat penting?" tanya Kamilia dalam hati.
Kamilia melihat ke arah suaminya yang tertidur pulas. Memperhatikan wajahnya, sambil menerka-nerka. Adakah kebohongan dalam dirinya. Garganif terlalu sempurna, dia tidak mungkin melakukan kesalahan. Apalagi berselingkuh.
Malam terasa sangat panjang bagi Kamilia. Nama itu mengusik hatinya. Ini adalah malam pertamanya, harusnya tidak ada sesuatu yang mengganggunya. Kamilia ingin segera tahu yang dilakukan Garganif keesokan harinya. Jangan harap dia bisa lolos dari penyelidikannya.
Rupanya Garganif terbangun oleh kegelisahan Kamilia. Dia membuka matanya perlahan. Melihat Kamilia terjaga, dia meraihnya ke dalam pelukan. Mendekapnya seolah-olah tidak ingin terpisahkan. Menghangat mata Kamilia membayangkan kecemasannya.
"Ada apa, Sayang?"
Kamilia mengg
Kenyataan bahwa Wiliam Garganif –suami Kamilia, sudah memiliki istri, sungguh membuat Kamilia menjadi patah hati. Lelaki itu tidak berusaha untuk menjelaskan apa pun dia. Kebohongan terus terungkap, Garganif tidak dapat lari lagi. Gerimis mulai turun saat Kamilia meninggalkan rumah sakit. Bumi seolah-akan berada di pundaknya kini. Berat sekali kenyataan yang harus dia terima. Pandangan mata menjadi kabur karena hujan dan air mata. Mereka berlomba untuk meneteskan air lebih banyak lagi.
Garganif tidak segera menjawab. Dia mendukung saat Rico berjuang untuk mendapatkan restu dari orang tua Paulina. Dia melihat bagaimana mereka berdua mempertahankan cintanya. "Mereka lari dari orang tua," jawab Garganif.
Garganif kaget mendengar jeritan Paulina. Lelaki itu mengajak Kamilia untuk pergi ke rumah sakit. Mereka pergi dengan hati berdebar-debar."Ada apa dengan bayi Paulina?" tanya Kamilia. Kekhawatiran menggelayuti wajah cantik tersebut. Naluri keibuannya muncul, dia sangat khawatir, takut terjadi apa-apa dengan bayi cantik tersebut."Entahlah," jawab Garganif. Lelaki itu juga sama. Merasakan kekhawatiran yang Kamilia rasakan. Apalagi Garganif mendampingi Paulina sejak wanita itu ngidam. Saat bayi mungil itu lahir, entah mengapa rasa sayangnya begitu besar terhadap Rinai."Rinai, kamu baik-baik, ya, Nak! Tunggu mami-papi!" Kamilia setengah meratap. Garganif melirik wanita tersebut. Lelaki itu bahagia Kamilia mau menerima bayi tersebut. Tadinya Garganif bingung harus bagaimana membujuknya.Perjalanan terasa lama sekali. Akhirnya mereka sampai juga. Terlihat Paulina sedang menangis di hadapan bayinya yang sedang diberi tindakan oleh dokter."Ada ap
Lamunan Garganif terjeda, lelaki itu melihat ke arah anaknya – Rinai. Lelaki itu menoleh lagi ke arah bangku taman tadi. Sosok Paulina lenyap. Garganif mengusap mimpi ketika melihatnya tadi adalah. Empat tahun sudah tidak bertemu dengan Paulina sejak Rinai dia bawa pulang."Anak Papi dari mana, sih?" tanya Garganif. Dia jongkok menjawil pipi tembem anaknya. Rinai sangat indah dengan pipinya yang seperti bakpao.
Kamilia tidak pernah menyangka sedikit pun kalau Paulina akan berkata demikian. Dulu, dia sendiri yang menyerahkan Rinai kepadanya. Kini, setelah melihat Rinai begitu mengagumkan timbul keinginan untuk memilikinya."Ini tidak boleh terjadi, aku harus memikirkan mereka," pikir Kamilia.Kamilia memandang Garganif, lelaki itu juga memandangnya sekilas. Kemudian, berkata kepada Paulina, "Kamu jangan merecoki hidup kami sekarang.""Bukan merecoki, aku hanya m
Kamilia memandang ke depan. Menerawang ke arah mobil-mobil yang terjebak kemacetan. Mencoba memikirkan ke mana Garganif bersama Paulina pergi."Kalau kau mencoba menghianatiku, kau tidak akan kumaafkan … Wiliam Garganif!" teriak Kamilia.Gerimis masih turun, ibaratnya alam juga mengerti dengan hati Kamilia. Akhir-akhir ini gerimis sering melanda hatinya. Sejak kedatangan Paulina kembali dalam hidupnya, Kamilia merasa tidak tenang.Kamilia melihat Garganif berbeda akhir-akhir ini. Selalu saja ada alasan untuk membawa Rinai jalan-jalan. Hanya mereka berdua tanpa Kamilia. Tadi lelaki itu sudah berani menjemput Rinai tanpa konfirmasi kepadanya."Ada apa dengan mereka," tanya hati Kamilia.Kamilia tidak tahu harus pergi ke mana kini. Dia yakin kalau Garganif tidak akan pulang. Pasti ada suatu tempat yang dituju mereka bertiga."Tunggu, aku tahu tempat tersembunyi di taman ini!" Kata-kata itu terngiang kembali di t
Kamilia mencari-cari sosok itu. Tetap saja tidak menemukan, malah hari sudah semakin gelap."Mami, cari siapa?" tanya Rinai."Tidak menemukan siapa-siapa," jawab Kamilia.Kamilia melakukan perjalanannya, ibunya kaget dengan kedatangan Kamilia. Dia tidak mengenali Rinai. Ibunya hanya tahu kalau Kamilia punya anak, tapi tidak pernah bertemu.
Kamilia mencoba menahan air mata agar tidak jatuh lagi. Cerita Saiful membuat dirinya begitu terguncang. Aib yang seharusnya dia jaga kini sudah tak ada gunanya lagi ditutup. Semua tentang dirinya Saiful tahu.“Kau… kau melihatku, Kang?” tanya Kamilia pelan."Ya," jawab Saiful.Oh, Tuhan. Kamilia menutup wajahnya yang merah padam.