Share

2

Aku tarik nafas dalam-dalam. Aku hembuskan pelan

 Menyaksikan dengan langsung perselingkuhan suami memang begitu menyayat hati. Tetapi aku tidak boleh gegabah. 

Aku jatuhkan tas ku hingga menimbulkan bunyi. Aku membungkuk agar mereka mengira aku belum sampai menyaksikan perselingkuhan mereka. Ekor mataku menangkap suamiku yang salah tingkah, lalu ia berpura pura menandatangani berkas-berkas. Sekertaris hanya bingung melihat perubahan sikapnya hingga menyadari ada aku disitu.

Aku melangkah penuh senyum ke dalam ruangan suamiku walau hati ini penuh sesak. Aku kira pelakor hanya ada di cerita-cerita fiksi atau sinetron yang pernah aku lihat. Tetapi nyatanya memang ada. Dan kini aku menghadapinya.

"Asalamuakaikum mas."

"Wa'alaikumsalam Nis,". Aku mencium tanganya. Kebiasaan yang selalu kami lakukan. Sementara wanita itu masih berdiri disitu tanpa sungkannya.

"Kenapa ruangan direktur utama sekarang di desain seperti ini mas? Kok tidak izin sama aku? Belum tentu aku mengizinkan lho."

Wanita itu menautkan alis. Menatap Mas Ridwan dan aku bergantian. Dasar ular. Kamu pikir perusahaan ini milik lelaki ini?

"Ehm Ratih. Bisakah kamu meninggalkan ruangan ini. Saya ingin bicara dengan istri saya," pinta Mas Ridwan halus kepada wanita itu yang sekarang ku ketahui bernama Ratih.

"Istri?" tanyanya dengan melongo lalu menahan tawa seperti apa yang dilakukan Clara. Bukanya aku malu justru aku cekat tanganya.

"Berapa nomor id dan siapa nama kamu?"

Aku merogoh saku mencari kertas yang aku gunakan untuk mencatat id dan nama Clara tadi.

Ratih hanya melirik Mas Ridwan dengan tatapan marah. Seolah bertanya bagaimana ini? Tetapi justru Mas Ridwan lemah di depan nya. Karena memang dia tidak berwenang disini. Ratih meninggalkan ruangan dengan menunduk dan dengan bahasa wajah yang sulit aku artikan.

"Nis, kamu kesini kok tidak bilang-bilang sih?"

"Biar sama sepertimu mas. Merombak perusahaan ini juga tidak bilang-bilang,"

"Bukan begitu Nis. Aku tata ulang biar tidak bosan," jawabnya lirih

'bosan denganku atau dengan ruangan ini,' batinku.

"Ah sudahlah mas. Aku kesini ingin memeriksa catatan keuangan. Kemarin Mas Roy telefon," . Roy adalah kakak ku yang tinggal di Belanda. Karena jauh, almarhum ayahku memasrahkan perusahaan ke tangan Mas Ridwan. 

Awal mula aku percaya saja. Tetapi setelah menyaksikan perlakuan suamiku dan sekertarisnya membuat rasa percayaku mulai memudar. Iya aku takut harta ayahku mengalir ke kantong wanita itu.

Reaksi Mas Ridwan justru mengagetkan. Ia tampak kelabakan mendengar aku ingin memeriksa laporan keuangan.

Dengan ragu ia menyerahkan sebuah map kepadaku. Aku menautkan alis, ganjil sekali laporan ini.

"Mas, ini kok ada dana mengalir ke rekening kamu?"

"Ehm itu sayang. Ibu kemarin sakit, jadi aku harus transfer dana yang lumayan. Aku sungkan harus bilang kamu,"

Mertua ku adalah seorang janda, dan Mas Ridwan mempunyai adik yang masih kuliah. Sebenarnya adiknya enggan melanjutkan sekolah. Tapi karena doronganku dan biaya dari ku, ia mau melanjutkan sekolah. Anggun namanya.

"Keluargamu itu keluargaku juga mas. Jadi lain kali bilang ya."

Aku mencoba bersikap manis pada suamiku. Sebelum aku mulai gencatan senjata itu. Ah rasanya bahkan tidak ada sensasinya jika harus membuangnya begitu saja. Mana ada gregetnya.

"Sayang, makan siang yuk diluar. Mumpung kamu disini," ajaknya. Aku hanya melirik sisa piring yang masih ada dimeja.

"Ngapain sih mas. Itu makananya masih," ku lirik bekas makanan itu dan sekertarisnya.

"Ah makanan tidak enak," jawabnya lalu menggandengku keluar ruangan.

Sekertaris itu hanya menunduk lalu menatapku dengan penuh benci saat aku berjalan bersama Mas Ridwan. Ku gandeng tanganya dengan mesra, agar semakin panas.

"Maaf bu atas sikap saya tadi. Bukan maksut saya menghina. Setau saya seorang istri bos itu bisa mengurus diri dan suami nya dengan baik," kata Ratih tiba-tiba.

Kata-kata perminta maafan yang halus tapi sengaja menyakiti. Baik. Kalau dia ingin bermain-main denganku, aku turuti.

"Oh iya. Ngomong-ngomong kamu sudah punya suami?"

Ratih hanya menggeleng.

"Tetapi kamu sudah paham tugas seorang istri?"

Kemudian ia mengangguk.

"Kalau kamu paham tugas seorang istri. Kamu paham cara mengurus suami, saya minta tolong jangan mengurus suami orang. Cari suami sendiri ya...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status