MELAWAN PELAKOR

MELAWAN PELAKOR

By:  Anik Safitri  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
39Chapters
569views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Suami yang diperlakukan baik oleh keluargaku, justru tega bermain apa. Bahkan dengan wanitanya, ia menyusun rencana diluar nalar. Apa aku tinggal diam? Oh tentu saja tidak. Jika dia bisa bermain di belakangku, aku juga bisa mempermainkan nasib mereka.

View More
MELAWAN PELAKOR Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
39 Chapters
1
MELAWAN PELAKOR"Maaf, anda siapa? Ada perlu apa?" tanya seorang wanita dengan wajah masam di meja resepsionis yang ku ketahui bernama Clara dari ID Card yang dia pakai.Aku hanya menggeleng pelan. Yang aku tahu dulu resepsionis nya bernama Aisyah. Wanita cantik, berhijab dan sopan. Bukan seperti wanita di depanku yang berpakaian terlalu terbuka dan berwajah ketus."Saya mau bertemu Pak Ridwan, pimpinan di kantor ini," jawabku dengan senyum yang kupaksakan."Sudah ada janji?" tanyanya lagi tanpa menoleh ke arahku justru asyik bermain handphone di tangannya. Aku sampai heran kenapa bisa Mas Ridwan mempekerjakan resepsionis seperti ini."Tidak perlu janji saya istrinya,"Resepsionis itu langsung mendongak ke arahku dengan melongo. Aku kira dia sadar dengan perlakuannya barusan lalu meminta maaf dan merasa bersalah. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Dia menahan tawa namun tidak bisa, lalu dilepaskanya dengan terbahak-bahak. Dia menertawakanku."Ada yang lucu?" tanyaku tajam."Mbak,
Read more
2
Aku tarik nafas dalam-dalam. Aku hembuskan pelan Menyaksikan dengan langsung perselingkuhan suami memang begitu menyayat hati. Tetapi aku tidak boleh gegabah. Aku jatuhkan tas ku hingga menimbulkan bunyi. Aku membungkuk agar mereka mengira aku belum sampai menyaksikan perselingkuhan mereka. Ekor mataku menangkap suamiku yang salah tingkah, lalu ia berpura pura menandatangani berkas-berkas. Sekertaris hanya bingung melihat perubahan sikapnya hingga menyadari ada aku disitu.Aku melangkah penuh senyum ke dalam ruangan suamiku walau hati ini penuh sesak. Aku kira pelakor hanya ada di cerita-cerita fiksi atau sinetron yang pernah aku lihat. Tetapi nyatanya memang ada. Dan kini aku menghadapinya."Asalamuakaikum mas.""Wa'alaikumsalam Nis,". Aku mencium tanganya. Kebiasaan yang selalu kami lakukan. Sementara wanita itu masih berdiri disitu tanpa sungkannya."Kenapa ruangan direktur utama sekarang di desain seperti ini mas? Kok tidak izin sama aku? Belum tentu aku mengizinkan lho."Wanita
Read more
3
Wajah Ratih seketika berubah menjadi merah padam bak kepiting rebus. Aku memberikan senyum sinis penuh kemenangan."Nis, kamu kok bicara seperti itu kepada Ratih? Seolah-olah aku dan Ratih seperti ada hubungan saja," tanya Mas Ridwan beralibi."Lalu kamu mau nya bagaimana mas? Aku menghormati wanita kegenitan seperti dia. Lagipula kenapa tidak ditegur sih mas. Disini dia kerja bukan mau clubing. Pakai baju yang agak longgar apa nggak bisa.""Bukan begitu Nis. Memang dia bawahanku. Tapi kamu selalu bilang bahwa semua manusia itu sama. Kamu paham kan?""Banyak orang lain ingin dihargai tapi lupa caranya menghargai orang lain. Saya tidak peduli jabatanya maupun pekerjaanya. Yang aku lihat dari caranya memperlakukan orang lain. B*jing*n sekalipun akan saya hormati jika dia dapat menghargai saya."Mas Ridwan diam seribu bahasa. Mungkin menyadari sikap Ratih saat melihatku.Aku tidak bermaksud menguasai Mas Ridwan. Bukan juga merasa unggul atau suamiku. Walau dari segi pendidikan, ekonomi d
Read more
4
Mas Ridwan kembali memasuki mobil lagi. Dia sempat melihatku memegang handphonenya. Aku salah tingkah. Kenapa Nis? Curiga aku berbalas pesan dengan Ratih?" tanyanya terlihat santai.Bahkan aku lupakan sekejap pelakor itu. Aku penasaran dengan keadaan ibu mertua."Mas, ini tadi Anggun mengirim pesan,"Ku tunjukan handphone nya padanya." Oh.""Mas kok tenang saja. Mas tidak khawatir?""Iya nanti aku kirim uang.""Mas aku rasa mereka tidak hanya butuh uang. Tetapi juga butuh kehadiran mu ditengah mereka. Nanti kita jenguk ibu ya mas. Lagipula Nisa juga sudah lama tidak bertemu beliau.""Ngapain sih Nis? Rumah mereka jauh. Mas capek pulang kerja. Di kirim uang juga sudah selesai,""Kalau mas capek, biar aku yang nyetir nanti.""Anisa, aku ini suami kamu. Tolong turuti suami. Mas juga tidak mengizinkan kamu kesana tanpa mas."Aku hanya melipat tangan. Menggerutu. Aneh sekali Mas Ridwan terlihat santai mendengar kabar ibunya sedang sakit. Memang Mas Ridwan tidak pernah mengalami kehilanga
Read more
5
Aku kejar ibu. Kenapa beliau menghindar dariku? Lalu lalang orang di trotoar membuat ku kehilangan sosok ibu. Kemungkinan ibu telah naik angkot yang lewat tadi.Aku kembali terpaku di kursi kemudi. Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah kemarin Anggun mengirim pesan kepada Mas Ridwan bahwa ibu sakit? Kenapa sekarang justru ibu berjualan?Mungkin memang pada Mas Ridwan lah aku menemukan kunci jawabannya. Semoga aku bisa mengorek apa yang sebenarnya terjadi.*Malam harinya..."Mas tadi aku ketemu ibu.""Dimana?"Degg. Apa aku bilang di sekitar kantor? Saat aku kesana tadi Mas Ridwan kan tidak tau."Ehm di sekitar kantor mas. Tadi aku lewat. Aku berhenti lalu ingin mengejar ibu, tetapi beliau menghindar mas. Bukan kah ibu sedang sakit mas?""Lah itu kamu tau sendiri. Kamu salah lihat paling Nis.""Enggak mas. Aku yakin itu ibu.""Mana mungkin Nisa. Rumah ibu itu jauh. Tidak mungkin ibu berjualan sampai sini. Lagipula ngapain ibu berjualan. Uang yang aku kirim lebih dari kata cukup kok.
Read more
6
"Anisa," panggil pria itu.Aku menoleh ke arahnya. Aku memicingkan mata. Memori otak ku bekerja. Ah aku gagal mengingat dia itu siapa. Clara memandang ku penuh tatapan tak suka. Apalagi pasangannya memanggilku."Aku Hisyam," ucapnya.Ku lihat Clara sepertinya protes, dia memanggilku. Mungkin juga dia melarang untuk menyapaku."Oh Hisyam. Apa kabarnya? Kamu masih ingat aku?""Bagaimana aku lupa Nis ? Karena kebaikan ayahmu lah yang membuatku hidup sampai sekarang. Ayahmu yang memungutku di jalanan, merawat ku dan menjamin pendidikanku."Ayah dulu memang senang merawat anak jalanan lalu menjamin pendidikan nya. Ayah membangunkan sebuah pondok bagi mereka. Dan dulu aku sering diajak kesana. Agar aku selalu bersyukur bisa dekat dengan orang tua. Karena ada yang nasibnya dibawah ku.Setelah berbasa-basi, aku melanjutkan mengikuti Mas Ridwan lagi. Ku pepet pundak Clara."Lihat ini yang kamu sangka orang gila tempo hari, pasanganmu justru menyapaku tuh. Malu atuh neng," bisik ku melangkah pe
Read more
7
"Kamu kenapa sih Nis? Dari kemarin uring-uringan gara-gara ibu terus?" tanya Mas Ridwan tiba-tiba.Aku tidak boleh menceritakan perihal pertemuanku tadi dengan ibu. Takut memang ini sebagian rencana dari Mas Ridwan."Enggak mas. Nisa cuma ingat ibu saja. Kan baru kali ini lagi Nisa merasakan sosok seorang ibu.""Yang penting keluarga ibu itu setiap bulan diberi nafkah ya udah. Selebihnya jangan kamu pikirkan."Aku hanya mengangguk pelan walau dalam hati tidak terima atas semua kalimat yang dilontarkan Mas Ridwan. Aku harus mengatur jadwal kapan aku bisa ke rumah ibu.Tapi mungkin jika dalam waktu dekat, aku takut ibu masih dalam sikapnya seperti tadi. Biarlah aku jeda beberapa hari dulu.Handphone Mas Ridwan berdering menandakan ada pesan masuk dari aplikasi hijau tersebut. Mumpung Mas Ridwan masih di toilet, aku reflek membuka nya walau hanya di layar kunci, pesan itu terlihat.[ Mas, besok lunch yuk. Sudah lama nggak hang out bareng ]Pesan dari kontak bernama R. Sudah ku pastikan i
Read more
8
"Yang penting kan isinya. Bukan dompet nya," jawabku sinis.Ratih hanya tersenyum kecut dan melenggang pergi. Ku tarik nafas, ku keluarkan pelan pelan. Panas. Iya hati ku panas. Melihat raut wajah Ratih. Melihat lirikannya pada suamiku. Oh Tuhan jika memang Engkau menganggap ku kuat menerima ujian ini, maka kuatkan aku. Sabarkanlah hatiku.Ya aku memang rapuh. Tapi aku tidak mau terlihat lemah di depan mereka. Di depan orang-orang yang memang harusnya aku singkirkan dalam hidup. Bukan hanya karena cinta dan merasa di khianati. Tapi hatiku lebih sakit ketika kepercayaan almarhum ayahku disia-siakan. Lelaki yang dianggap baik, yang dititipi amanah, yang di percaya bisa melindungi ku, kini menggores luka hati dengan sengaja. Aku butuh ketenangan. Ya setelah aku mengikuti saran Mas Ridwan untuk program hamil dan lebih banyak beristirahat, aku meninggalkan kebiasaan ku dulu."Mas, nanti sore aku mau ikut pengajian lagi di masjid Al Furqon setelah itu ikut berpartisipasi mengajar anak-ana
Read more
9
" Aku hanya teman biasa dengan Clara," jawab Hisyam." Hah serius ? Tetapi sewaktu di pesta kemarin, Clara sepertinya marah kamu menyapaku,"" Ah masak iya sih ? Kebetulan kemarin Clara meminta ku menemaninya. Malu sama teman-temanya katanya kalau tidak bawa pasangan. Kalau aku memang ada hubungan dengan Clara, harusnya kemarin aku takut dong menyapamu,"Kami tertawa bersama. Aku terakhir kali bertemu Hisyam sewaktu SMA. Selepas SMA, kami melanjutkan kuliah di kota yang berbeda." Bukanya Clara itu bekerja di kantor suamimu ya Nis ?"" Iya,"" Kenapa dia terus menatapmu sinis. Penuh perasaan tidak suka ?"" Memangnya Clara tidak cerita Syam ?"Hisyam salah tingkah. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang mungkin tidak gatal." Iya cerita. Tapi aku tidak serta merta mempercayainya Nis. Kamu wanita yang baik, pintar, insya Allah solehah. Kurang apa lagi dan dengan alasan apa dia menduakanmu ?"" Kurang cinta. Kurang cantik mungkin Syam," jawabku sambil tersenyum." Kalau semua menuruti nafsu,
Read more
10
Pagi ini setelah Mas Ridwan pergi, aku memanasi mobil ku. Kali ini kuajak dia bepergian jauh ke luar kota. Dan memutuskam untuk menyetir sendir agatbtifak ada seorang pun yang tau tentang apa yang akam terjadi nanti. Ya aku ke rumah ibu mertua. Mencari tau apa yang sebenarnya terjadi.Kini aku telah berdiri di depan rumah mertua ku. Rumah yang masih sama, tidak ada perubahan sedikitpun. Tapi rumah itu tampak lengang tak seperti biasanyaAku ketuk pintu, ku ucapkan salam. Tapi lama tidak ada sahutan. Lama akhirnya ada suara dari dalam menyahut." Iya sebentar,"Aku tunggu. Dan seorang perempuan muda mebukakan pintunya. Anggun." Mbak Nisa,"Aku tersenyum. Belum sempat aku mengajakmya bicara terdengar sahutan lagi dari dalam." Siapa Nggun ?" teriaknya. Anggun hanya diam mematung tanpa mampu menjawab. Kenapa dia melihat aku seperti momok yang menakutkan." Ngapain kamu kesini ?" tanya Mbak Mira kakak pertama Mas Ridwan.Aku mengulurkan tangan untuk sekedar berjabat tangan. Tapi dia men
Read more
DMCA.com Protection Status