Pagi ini setelah Mas Ridwan pergi, aku memanasi mobil ku. Kali ini kuajak dia bepergian jauh ke luar kota. Dan memutuskam untuk menyetir sendir agatbtifak ada seorang pun yang tau tentang apa yang akam terjadi nanti. Ya aku ke rumah ibu mertua. Mencari tau apa yang sebenarnya terjadi.Kini aku telah berdiri di depan rumah mertua ku. Rumah yang masih sama, tidak ada perubahan sedikitpun. Tapi rumah itu tampak lengang tak seperti biasanyaAku ketuk pintu, ku ucapkan salam. Tapi lama tidak ada sahutan. Lama akhirnya ada suara dari dalam menyahut." Iya sebentar,"Aku tunggu. Dan seorang perempuan muda mebukakan pintunya. Anggun." Mbak Nisa,"Aku tersenyum. Belum sempat aku mengajakmya bicara terdengar sahutan lagi dari dalam." Siapa Nggun ?" teriaknya. Anggun hanya diam mematung tanpa mampu menjawab. Kenapa dia melihat aku seperti momok yang menakutkan." Ngapain kamu kesini ?" tanya Mbak Mira kakak pertama Mas Ridwan.Aku mengulurkan tangan untuk sekedar berjabat tangan. Tapi dia men
Sungguh hatiku berada di persimpangan dilema. Logika serta nurani ku bertabrakan. Ada rasa kasihan yang mendalam dengan keadaan keluarga Mas Ridwan.Baik kini saatnya aku berdamai dengan hati. Karena jiwa dan hatiku juga berhak bahagia bukan. Tentang keluarga Mas Ridwan, biarlah keyakinanku yang berbicara." Mas, Anggun itu sudah semester berapa ya ?" tanyaku disuatu malam." Entahlah Nis. Aku lupa. Urusanku bukan cuma Anggun saja. Lagi pula kalau waktunya lulus juga lulus kok. Kenapa ? Kamu keberatan dengan biaya kuliahnya ?"" Kamu itu yang kenapa mas ? Setiap aku bahas keluarga mu selalu saja sensitif. Bukanya bersyukur istrinya masih memikirkan keluarga suami. Aneh kamu mas,"" Banyak yang bisa dibahas daripada sekedar membahas keluargaku kan Nis," kata Ridwan tidak mau kalah." Aku tidak mau membahas yang lain. Apalagi membicarakan orang lain. Aku hanya ngin mengurus apa yang memang menjadi urusan kita,"" Ya sudahlah, kalau begitu kamu mau tanya apa lagi ?" tanya Ridwan dengan k
" Kenapa kamu disini Nis ?" tanya Mas Ridwan. Yang bisa aku tangkap adalah wajahnya menyimpat gurat kemarahan mendalam.Tapi justru aku tersenyum manis untuknya. " Perbaiki dulu pertanyaanmu Mas,"Mas Ridwan salah tingkah. Ia menunduk penuh gusar." Sudahlah Nis maksud kamu itu sebenarnya apa ?"" Aku ingun mengelola kembali perusahaan ayahku. Ada yang salah ?"" Tapi kan Nis. Ayahmu sudah memasrahkan ini ke aku. Dan kamu tetap fokus pada program hamil."Aku nenyilangkan tangan ke dada. Menatap Mas Ridwan seperti kucing yang tengah menatap tikus yang lemah." Memasrahkan bukan berarti memberi kan ? Lagipula aku sudah pasrah untuk hamil. Kalau Allah menakdirkan aku hamil, pasti juga hamil kok,"Dia menjambak rambutnya sendiri. Dan Brakkkk....Mas Ridwan memukul meja." Lalu kamu anggap suamimu ini apa ?"" Tenang mas. Kamu tetap disini membantuku. Kamu berada di posisi wakil dirut. Sudah lama semenjak ayah tiada, posisi itu kosong karena kamu telah meniadakanya,"" Kenapa harus begini
" Lihat ada yang tidak setuju kan kalau kamu menjadi pucuk pimpinan perusahaan ?". Ternyata Mas Ridwan mengikuti ku dari belakang.Aku berbalik badan dengan tatapan tenang dan penuh senyum. Menghabiskan tenaga, pikirku jika terus melayani emosi Mas Ridwan." Biarlah. Nanti akan ku buktikan bahwa aku memang pantas menduduki pucuk pimpinan perusahaan ini. Lagipula enam puluh persen saham perusahaan ini adalah punya ayahku kok,"" Lalu bagaimana kalau dalam satu semester kamu tidak dapat menaikan statistika perusahaan. Kamu rela akan melelang jabatan pada pemegang saham. Lalu kamu anggap suamimu ini apa ?"Sebenarya aku benar-benar muak dengan pertanyaan Mas Ridwan. Seolah-olah memang ia hanya mengincar harta semata." Pak Ridwan, ayah saya menyekolahkan saya sampai luar negeri itu dengan harapan saya dapat berkembang dengan baik. Saya sudah membawahi cabang perusahaan di Bali. Hingga dapat membuka cabang-cabang di pulau lain seperti di Maluku dan Makasar. Jadi tolong hormati keputusan s
Mata Ratih membulat sempurna. Para karyawan juga menatap penuh tanya. Untuk apa Ratih saya panggil ?Ratih maju ke depan dengan pias wajah yang kesal. Sementara Mas Ridwan ? Ia seolah-olah melotot kepadaku atas apa yang aku lakukan." Kalian pasti bertanya-tanya mengapa saya memanggil rekan kerja kalian. Si Ratih. Jadi begini kalian disini saya gaji atas kerja kalian. Jadi ibaratkan kalian itu menjual jasa, bukan ?". Para karyawan mengangguk setuju." Jadi tolong perbaiki penampilan kalian. Jangan terlalu terbuka dan terlalu ketat seperti Ratih. Ingat kalian disini menjual jasa kan bukan menjual diri ?" lanjutku dengan sindiran tajam.Ekspresi Ratih bukan main. Tatapanya bengis. Seperti harimau yang siap menerkam mangsanya. Sedikit pun aku tidak takut ataupun gentar dengan apa yang menjadi tujuanku.*" Bu Anisa," panggil Ratih saat aku berjalan di lobby. Aku hanya menoleh dengan malas." Iya ada apa ?". Aku paksakan senyum semanis mungkin walau dalam hati tidak ikhlas rasanya." Ibu
" Anisa, jangan cari aku malam ini. Aku tidak pulang ke rumah,"Begitulah yang dikatakan Mas Ridwan. Sebegitu marahnya dia pada diriku ? Sebenarnya aku lumayan senang dengan ketiadaanya. Dengan tidak menatap wajah pengkhianatan itu.Tetapi tidak untuk saat ini. Dia masih suamiku.Belum sempat aku menjawab apa yang ia sampaikan, ia pergi begitu saja meninggalkanku. Kemana dia akan tidur. Apa dia tidur di kediaman Ratih. Ataukah dia tidur di hotel ?Aku tidak kehabisan ide. Aku blokir akses kartu kredit nya. Entahlah ada berapa uang di atm dia. Aku berharap itu tidak banyak.Saat aku mulai keluar dari ruangan, ku lihat Mas Ridwan sudah tidak ada. Aku pejamkan mata. Apakah memang dia menikah denganku hanya karena harta semata ? Setelah ayah meninggal, dimana bisa ku temukan sosok lelaki baik itu ?Aku mulai menaiki mobil. Tapi ada suara yang mengejutkanku." Bagaimana Bu Anisa tawaran saya tadi ?". Suara serak itu jelas aku hafal suara Pak Albert." Maafkan saya Tuan Albert. Tanpa mengura
" Terimakasih ya mbak," kata Anggun menghampiriku." Untuk apa ?"" Sudahlah mbak. Jangan berpura-pura, aku tau mbak yang diam-diam membiayai kuliahku hingga selesai. Dan mbak yang mengirim paket sembako tiap minggu ke rumah,"" Jadi kamu percaya bahwa aku yang melakukanya ?"Anggun duduk di kursi panjang di area parkir. Mengundangku untuk duduk disampingnya juga." Siapa sih mbak orang baik pada keluarga ku selain Mbak Anisa,"" Bukankah wanita yang dibawa Mas Ridwan ke rumahmu juga baik, Nggun ?"" Ah aku tau mana perempuan yang benar-benar baik dan mana yang sok baik, mbak,"" Tetapi bahkan ibu marah kepadaku, Nggun. Begitu juga dengan Mbak Mira. Jujur uang jatah bulanan untuk keluargamu semua telah aku serahkan pada Mas Ridwan. Bahkan aku tidak tau kalau uang itu tidak sampai pada keluargamu,"" Aku mengerti mbak. Aku juga tidak percaya kalau Mbak Anisa akan melarang Mas Ridwan mengirim uang untuk kami. Rasanya itu tidak mungkin. Yang jadi pertanyaanku sekarang, kenapa Mbak Anisa
" Nisa, kamu apa-apan sih menggaji suami hanya segini ? Ini tidak ada seperempat gajiku dulu Nis,"Aku dengan tenang menanggapinya." Memangnya mau berapa sih mas ?" tanyaku sembari merapikan buku di meja kerja." Hargai aku dong Nis. Aku ini suamimu,"" Iya, kalau di rumah. Kalau dikantor seperti ini kita tetap atasan dan bawahan bukan ? Lagipula kebijakan perusahaaan juga sebesar itu kan. Kamu saja yang dulu mengubah itu. Kamu paham atau tidak sih mas tentang strategi bisnis ?"" Jadi kamu anggap aku ini bodoh begitu ?"Aku hanya tertawa kecil. " Sama sekali tidak. Aku hanya mengingatkan."Mas Ridwan pergi dari ruanganku dengan raut kesal. Aku tidak perduli itu. Sekarang jadwal ku meneliti semua laporan keuangan yang masuk.Dan aku merasa aneh, laporan keuangan ini sangat rajin dan rapi. Tetapi saat aku melihat riwayat mutasi rekening, kenapa yang masuk dengan yang dilaporkan itu berbeda Bertanya pada Mas Ridwan ? Ahh rasanya percuma. Pasti dia berkilah sedemikian hebatnya.Aku pe