Share

Ipar Maut

last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-04 14:15:27

FLASHBACK ON ....

 

Prang ...!!!

 

"Tempe terus ... tempe terus ....!" Mas Ari melepar wajan berisi tempe yang baru saja aku tiriskan.

 

Aku berjingkat, air mata mengalir begitu saja melihat wajan kecil yang sudah menghitam itu tergeletak di lantai dengan minyak goreng yang tentu saja sudah bertumpah ruah.

 

Hatiku berdenyut nyeri, tapi aku bisa apa? Aku masih membutuhkan Mas Ari sekalipun uang yang dia berikan tidak seberapa. Aku tidak memiliki penghasilan lain.

 

"Sekali-kali beli ayam, Han. Aku ini kerja ... capek ... masa tiap hari kamu suguhi tempe?"

 

Aku menghela napas kasar, "Ayam mahal, Mas. Uang lima ratus ribu benar-benar aku hemat agar cukup sampai gajian bulan depan," sahutku berterus terang.

 

"Persetan!" Mas Ari menginjak-injak beberapa potong tempe yang berhamburan di lantai, dan ....

 

Brugh!

 

Suamiku terpeleset minyak goreng yang belum sempat aku bersihkan. Dia meringis kesakitan bahkan aku pun ikut meringis karena jatuhnya sangat keras. Saat tanganku terulur hendak membantunya, Mas Ari menepis dengan kasar.

 

"Sialan! Istri pembawa sial! Dulu aku kira menikahi gadis kampung itu enak ... bisa hidup hemat ... cantiknya alami, tapi ternyata ... aku malah menikahi wanita jelek dan boros sepertimu!" umpat Mas Ari.

 

Tanganku terkepal kuat. Jika saja aku punya penghasilan sendiri ... tentu aku tidak sudi bersama dengannya lagi.

 

"Kalau kamu mau makan ayam, beri aku tambahan uang." Kuberanikan diri berbicara. Kulihat kilatan amarah di mata Mas Ari, tapi seketika dia tersenyum saat Mbak Risa memanggil namanya dan masuk ke dalam rumah menyaksikan kerusuhan di dapur.

 

"Astaga, Hana! Istri macam apa kamu? Masak aja sampai berantakan begini, nggak becus!" cibir Mbak Risa, "Gimana suamimu bisa betah di rumah kalau kamu nggak bisa buat seger matanya. Udah masak cuma tempe goreng, baju juga daster udah pada bolong ... itu rambut minimal smothing lah, biar rapi," cerocos Mbak Risa seraya mengibaskan rambut indahnya di depanku.

 

"Kamu masih betah aja sama dia, Ar?" 

 

Mas Ari mengedikkan bahu, "Biarin aja, kalau dia udah nggak kuat pasti pergi dari sini. Sayang dong, Mbak, kalau uangku dipakai buat beli surat cerai. Mending kita ...." 

 

Hatiku rasanya diremas begitu kuat. Kulihat dengan jelas Mas Ari mengedipkan satu matanya pada Mbak Risa. Kakak iparku itu tersenyum sembari menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga.

 

"Mas!" teriakku lantang. "Apa-apaan kamu, hah? Mbak Risa itu istri kakakmu, bisa-bisanya kamu pakai segala main kedip-kedip mata di depanku pula!" sambungku dengan nafas memburu.

 

Mas Ari melengos. Dia berlalu meninggalkanku di dapur berdua dengan Mbak Risa. Wanita itu tertawa lantang dengan berkacak pinggang.

 

"Sadar diri dong, Han! Kamu itu jelek, kusam ... nggak ada seujung kukunya sama aku. Jadi ... jangan salahkan aku ya kalau Ari ...." Mbak Risa memainkan ujung lidahnya di bibir.

 

Tanganku terkepal kuat. Kulayangkan tangan di udara dan mendarat tepat di pipi Mbak Risa yang mulus.

 

Plak ...!!!

 

Mbak Risa tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya dan menangis keras. Tidak lama setelah itu Mas Ari datang. Dia membantu Mbak Risa untuk duduk di ruang tamu. Aku tidak peduli ... kubereskan kerusuhan yang sudah Mas Ari perbuat di dapurku.

 

"Hana!"

 

"Ada apa?"

 

"Kamu apakan Mbak Risa, hah?!" Dia mencengkeram daguku dengan kuat. Kulirik Mbak Risa tersenyum tipis dan memainkan satu alisnya ke hadapanku.

 

"Aku tampar. Memang kenapa?" 

 

Dihempaskannya daguku dengan kasar, bahkan aku hampir saja limbung jika tidak segera menguasai diri.

 

"Istri nggak tau diri! Dia itu kakak iparku, Han. Berani-beraninya kamu menamparnya?"

 

"Tanya dia, Mas! Berani-beraninya dia berbicara tidak senonoh di depanku. Harusnya Mbak Risa tau, kamu itu adik iparnya ... tidak pantas dia berpikiran ingin menggodamu!" ujarku dengan napas memburu.

 

Mas Ari membuang muka. Dia meremas rambutnya frustasi dan mengamit tangan Mbak Risa untuk membawanya keluar.

 

"Ar! Marahin Hana dulu dong! Dia udah nampar aku nih!" rengek Mbak Risa dengan manja.

 

Mas Ari berbisik, entah mengatakan apa aku tidak mendengarnya. Keduanya pergi menuju rumah Ibu Mertua. Aku menggigit bibir bawah, sebentar lagi sudah pasti suasana semakin panas jika Ibu tau aku sudah menampar pipi menantu kesayangannya.

 

FLASHBACK OFF ....

 

"Lihat deh, Mbak Juli ... kalungku baru loh ini," tutur Mbak Risa di depan gerobak sayur daganganku. Dia memamerkan kalung barunya di depan Mbak Juli, tetangga depan rumahku dulu.

 

"Wah, pasti mahal ya, Ris?"

 

Mbak Risa mengangguk mantap, mata kami bersiborok saat aku melirik ke arahnya, begitupun Mbak Risa, dia diam-diam menatapku dengan senyuman tipis.

 

"Mahal dong. Suamiku kan kerja di luar pulau ... belum lagi jatah dari adik ipar ... ya ... Mbak Juli tau kan, semenjak menjadi duda, Ari kebingungan ngasih jatah bulanan ke siapa. Jadinya aku bantu dia buat mengatur keuangan," sahut Mbak Risa pongah.

 

"Emang kamu dikasih berapa sama Ari, Ris?" Kali ini Yu Atikah yang berbicara. 

 

"Banyak lah, Yu. Dilarang kepo!" seloroh Mbak Risa.

 

"Bukannya kepo sih. Tapi dulu kan dia suka ngasih uang belanja yang nggak seberapa ke mantan istrinya, masa ke kamu berubah jadi royal. Kan kita jadi curigen ... eh curiga gitu," tutur Yu Atikah, si biang gosip di komplek ini.

 

Bukan rahasia umum lagi di komplek ini tentang seberapa banyak uang bulananku dulu yang diberikan oleh Mas Ari. Karena hampir setiap menjelang gajian, kami akan bertengkar dan tentu saja mengundang kasak-kusuk para tetangga. Hingga entah bagaimana awalnya, mereka menaruh kasihan padaku setelah tau jika Mas Ari begitu pelit namun royal pada ibu dan iparnya.

 

"He ... Yu Tikah! Kalau ngomong hati-hati ya. Aku ini iparnya Ari, jadi wajar dong dia mau ngasih aku uang berapapun. Mantan istrinya aja yang lebay. Udah jelek, boros, suka sakit hati lagi sama aku. Maklum sih, penyakit orang jelek ya gitu ... suka insecure sama orang lain, apalagi orang lainnya itu aku. Auto kabur dia."

 

Aku berpura-pura tidak mendengar. Semakin diladeni, justru semakin gencar Mbak Risa membuatku terlihat sangat buruk di depan semua orang.

 

"Ya kan, Han? Kamu pasti insecure kan punya ipar secantik aku?"

 

 

 

Bersambung

Hai, cerita ini mengandung alur maju dan mundur. Semoga kalian tidak bingung membacanya ya. Terima kasih

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Mustika Dyah S
Jg ART Maut [ Pembantu Toping Istri Simpanan ]
goodnovel comment avatar
Dyah Piktawaty
Lanjut Thor masih bisa ngikutin kok.hanya jgn kelamaan menyiksa istri sah yg diceraikan Kapan ajab buat Risa N Ari si bajingan tengik itu.
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Curiga ari dan risa ada hubungan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   TAMAT

    ***"Assalamualaikum, Ma?""Waalaikumsalam, Sayang. Apa kabar?" tanya Bu Wira ramah. "Emak sama Bapak sehat, Hana?""Alhamdulillah. Kami semua sehat, Ma, kabar Mama sendiri bagaimana?""Sehat, Nak. Selalu sehat. Tumben telepon Mama, mau kasih kejutan ya?"Hana menggigit bibirnya gusar. "Ma ....""Ya, katakan, Nak!""Dua minggu lagi aku menikah ... dengan Pak Bima," ucap Hana hati-hati. "Mohon doa restunya.""Alhamdulillah ... serius secepat ini, Hana? Masya Allah, Mama bahagia, Nak! Semoga acara kalian berjalan lancar, kabari Mama dimana acara kalian berlangsung nanti.""Mama okey?""Tentu, Hana. Mama okey, apa yang kamu pikirkan, hah?"Hana menghela napas panjang. Beban yang berada di pundaknya hilang sudah. Rasa bersalah dan tidak tau diri yang dia rasakan selama ini menguap begitu saja saat semua keluarga Kenan memberikan restunya."Terima kasih, Ma. Terima kasih banyak." Hana menangis. Terbayang bagaimana wajah sedih Bu Wira di seberang sana. "Jangan pernah lagi merasa bersalah y

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Menikah?

    ***"Pa ....""Sudah kubilang jangan panggil aku, Pa! Menjijikkan!" hardik Pak Agung. "Mang, bawa mereka berdua keluar, dan jangan pernah biarkan dua wanita mengerikan ini masuk ke dalam rumahku!"Mamang menyeret tangan Melinda dan Nasya secara kasar dan mendorongnya keduanya agar keluar dari dalam rumah dengan sedikit menghempas."Bikin kerjaan aja! Sana pulang!" hardik Mamang. "Gak tau diri banget!"Nasya berkacak pinggang, dadanya membusung dan berteriak lantang. "Kurang aja sekali kamu, hah? Dasar satpam miskin!"Mamang tertawa sumbang. Semakin bersyukur karena Bima tidak jadi menikah dengan wanita seperti Nasya. "Benar kata Pak Agung. Menjijikkan!"Nasya dan Melinda di usir secara tidak hormat. Mang Dadang segera menutup pintu pagar dan meludah tepat di depan Mel dan Nasya untuk melampiaskan rasa kesalnya."Sana pergi! Gak punya malu!"Mel menghentak-hentakkan kakinya sementara Nasya menatap rumah Bima dengan bergumam. "Semua gara-gara Satria, Brengsek! Harusnya aku jadi Nyonya B

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Siapa Nasya?

    ***"Ternyata benar kata Melinda kalau sekretaris baru kamu itu memang gatel!"Bima berdiri. Napasnya memburu melihat Nasya tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi. "Satpam!" teriak Bima lantang. Mang Dadang berlari tergesa-gesa dan memasuki ruang tamu dengan tatapan bingung. "Loh, Mbak Nasya kok bisa masuk?" "Mamang bagaimana sih, daritadi kemana saja?""Ada Mbak Melinda di depan, dia ngajakin ngobrol, Mas. Saya gak tau kalau ada penyusup ....""Bim, tenang! Duduk!" Pak Agung bangkit. Dia berjalan mendekati Bima dan Nasya yang nampak bersitegang."Silahkan duduk, Nasya," kata Pak Agung formal. Hana dan kedua orang tuanya canggung. Wanita cantik itu merasa jika Nasya adalah orang penting di hidup Bima sebelumnya. Suasana sedang tidak baik-baik saja apalagi wanita di depannya itu sempat menyebut nama Melinda. Tentu saja sekretaris gatal yang dimaksud adalah dirinya. Hana."Kenapa datang-datang marah-marah di rumah kami, Nasya? Ada keperluan apa?""Pa ....""Maaf, saya bukan P

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Kedatangan Masa Lalu

    ***"Sudah siap?"Hana dan Emak mengangguk berbarengan. "Sudah, Bapak masih di dalam, ganti baju sebentar," sahut Hana malu-malu. Pasalnya Bima sejak tadi tidak membuang pandangan darinya. Bahkan sesekali pria itu tersenyum sambil menatap Hana yang tersipu."Make up-nya terlalu menor ya?"Bima menggeleng. "Sudah pas. Malah makin cantik," puji Bima tulus. "Meskipun tanpa make up juga cantik, tapi kalau begini semakin cantik," imbuhnya.Emak tersenyum simpul. Dia mengusap lengan Hana dan berkata. "Jangan gugup! Kalau mau makan malam sama keluarga pacar memang begini.""Emak apa-apaan sih, pacar ... pacar ... udah tua ini kita," gerutu Hana malu. "Emak lupa kalau aku ini janda, sudah pernah gagal menikah pula.""Itu tidak penting, Hana," sahut Bima menimpali. "Janda, perawan, singel, itu tidak penting. Yang semua orang cari dalam sebuah hubungan adalah kenyamanan dan keterbukaan pada pasangan.""Jangan merasa rendah karena status janda, tidak semua status itu menyandang hal buruk." Emak

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Salting

    ***"Kenapa buru-buru ngajakin balik, Han?" tanya Emak ketika mobil mereka mulai keluar dari pelataran rumah sakit. "Emak sama Bapak sudah bersiap bawa baju ganti. Eh, gak jadi menginap. Kenapa?""Canggung, Mak," jawab Hana lirih. "Lagian gak enak sama Pak Bima. Sudah diantarkan gratis, masa dia balik sendiri. Kasihan.""Perhatian sekali," puji Bima sambil tersenyum manis. "Terima kasih sudah memikirkan aku."Hana melengos. Bima selalu saja bisa membuat jantungnya berdebar hebat. "Saya hanya merasa tidak tau diri kalau membiarkan Pak Bima pulang sendirian. Setidaknya kalau pulang sama-sama kan saya jadi gak sungkan-sungkan amat."Emak dan Bapak manggut-manggut paham. "Ya sudah, setidaknya tadi sudah menjenguk. Bagaimana baiknya menurut kamu saja, Emak dan Bapak ngikut."Suasana di dalam mobil mulai hening. Emak dan Bapak tertidur sementara Hana bermain-main dengan ponselnya. "Besok makan malam bersama Papa, kamu siap, Han?"Hana meletakkan ponsel ke dalam tas. Dia menoleh sejenak la

  • MEMBALAS HINAAN MANTAN SUAMI   Titik terang

    ***"Mama habis nangis?" Hana duduk di samping Bu Wira dan bergelayut manja di lengan wanita yang dulu adalah pemilik pemasok sayuran terbesar. Siapa sangka, pertolongan Bu Wira kala itu adalah jalan bertemunya Hana dan Kenan. "Kenapa?"Bu Wira menggeleng. Dia membalas pelukan Hana dari samping dan berbisik. "Dia suka sama kamu ya?"Pipi Hana bersemu. Air muka wanita itu sudah menjelaskan bagaimana perasaannya di depan Bu Wira. Ada sedikit nyeri, namun Bu Wira lagi-lagi berusaha menguasai diri. Kenan dan Hana memang bukan jodoh. Hana berhak melanjutkan hidupnya sementara Kenan berhak melihat kebahagiaan Hana di alam sana. "Kalau Mama lihat, sepertinya lebih dari suka. Sikapnya seperti Kenan."Hana menoleh dengan cepat. "Mama juga merasakan itu?"Bu Wira mengangguk membenarkan. "Caranya mencuri hati kamu persis seperti cara Kenan waktu itu. Iya kan?"Hana bergeming. Lagi-lagi kesedihan merajai hatinya. "Tapi perasaan ini belum tumbuh, Ma. Aku ....""Tidak perlu terburu-buru, Hana. Mam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status