***"Kalian akan menikah? Perjuangan kamu tidak sia-sia, Jaya ...," ucap Bu RT sambil menepuk pundak Kenan membuat banyak tanya di benak Hana."Perjuangan apa, Bu?" tanya Hana antusias.Bu RT tergelak dan berbisik, "Dari kecil dia sudah menyukaimu, Hana. Dulu Nenek Asri sering bercerita kalau Jaya suka sekali ngomongin kamu. Saya bahkan nggak menyangka kalau kalian akhirnya bisa bersatu juga," seloroh Bu RT.Emak dan Bapak tersenyum, setidaknya satu per satu masalah sudah menemukan titik terang. Bu RT pamit setelah berbasa-basi cukup lama dengan keluarga Hana."Saya langsung pamit, Pak, Mak. Takut ada salah paham tetangga lagi. Minggu depan keluarga saya kesini, semoga Emak dan Bapak tidak merasa terbebani dengan kedatangan kami," ucap Kenan sambil mencium punggung tangan kedua calon mertuanya.Bapak menepuk pundak Kenan dengan tegas, "Hati-hati di jalan, terima kasih sudah menjaga Hana selama ini. Bapak yakin kamu orang baik, Nak."Kenan memeluk Bapak sebelum meninggalkan rumah Hana.
***PoV KevinTidak ada yang salah dalam mencintai, namun sejak aku menaruh hati pada dirimu, sejak saat itu pula aku mulai meragukan kalimat di atas.Hana ....Jika saja dari awal aku tau wanita yang Kenan maksut adalah dirimu, mungkin aku akan bertindak lebih cepat agar kamu bisa jatuh ke dalam pelukanku lebih dulu.Bagaimanapun aku adalah lelaki. Sisi egois menguasai hatiku jika berbicara tentang cinta. Tapi ternyata rasa percaya diri yang tinggi membuatku harus kehilanganmu lagi kali ini. Kupikir jika mendekatimu dengan perlahan, lambat laun hatimu akan bertaut padaku, nyatanya ... Kenan bergerak lebih cepat dan membuatmu jatuh ke dalam pelukannya.Apakah aku harus menghancurkan perasaan saudaraku sendiri demi menggapai rasa yang terpendam sejak dulu?Sejak Kenan mengatakan dia mencintaimu, sejak saat itu pula gambar di layar depan ponselku terganti. Tidak, bukan terganti ... aku sengaja menggantinya karena takut semua orang mengendus rasaku padamu.Lagi-lagi semua berawal dari "t
***Kevin mengendarai motor dengan kecepatan penuh. Bayangan wajah Hana yang tengah panik membuatnya berulang kali menerobos lampu merah. Di pertigaan jalan, Kevin sengaja memilih arah yang bukan menuju ke kampung halaman Hana. Dari yang ia tangkap dari ucapan Kenan tadi bahwa Ari mengabarkan akan datang ke kampung dan membuat keributan di sana dan itu artinya pria gila itu pun masih berada di perjalanan.Motor berwarna merah itu berhenti tepat di depan rumah bercat putih. Halaman yang luas membuat sang empunya rumah leluasa menanam banyak sekali macam-macam bunga disana. Bak gayung bersambut, sosok yang Kevin hendaki terlihat keluar dari dalam rumah dengan pakaian yang sudah rapi."P-- Pak Kevin?" gagap Anita. "A-- ada perlu apa, Pak? Mari masuk!"Kevin menggeleng samar. "Aku buru-buru, cepat ikut aku sebelum terlambat.""Tapi ... kalau boleh tau kita mau kemana ...?""Ini urgent sekali, Anita! Kamu sedang hamil anak Ari bukan? Sekarang ... calon suami gila kamu itu sedang menuju k
***Dua tamparan yang cukup keras mendarat sempurna di pipi Ari. Pria itu melotot, kemudian membuang muka lantaran melihat Anita yang sudah berdiri di depannya."Apa yang kau lakukan, Anita!" "Kenapa? Kamu kaget melihatku ada disini, iya?" jawab Anita dengan napas memburu. "Justru aku yang seharusnya bertanya kenapa kamu ada disini padahal kamu janji akan menemui kedua orang tuaku, Mas!""Ck! Jangan ikut campur urusanku!""Dan urusanmu sekarang sudah menjadi urusanku. Ingat, aku sedang ....""Diam!"Anita tersentak kaget mendengar bentakan yang jauh lebih lantang dari bentakan Ari sebelumnya. Urat leher pria itu menegang. Matanya memindai seluruh tetangga yang ada di sekitar rumah Hana."Kamu sudah melewati batasanmu!" desis Ari sembari mencekal pergelangan tangan Anita.Anita ingin menangis, tapi lagi-lagi ia tidak ingin orang lain menganggapnya lemah hanya karena disia-siakan oleh pria brengsek seperti Ari meskipun pada kenyataannya hatinya terluka lantaran dikoyak hingga hancur me
***"Katakan jika apa yang sudah Mbak Hana ucapkan adalah sebuah kebohongan, Mas. Katakan!"Ari menepis cekalan tangan Anita dengan kasar. Dia melenggang pergi tanpa menghiraukan panggilan Anita yang meneriaki namanya."Mas! Mas Ari!""Mas Ari, berhenti!" teriak Anita tanpa henti. "Jika tidak, kupastikan kamu akan dipecat saat ini juga!" Segaris senyum sinis terbit di bibir Anita tatkala melihat Ari mengentikan langkahnya. Pria itu menoleh, ia menatap tubuh Anita yang saat ini tengah berdiri pongah di pelataran rumah Hana."Kau pikir aku peduli?" sahut Ari dengan tenang. "Aku yang akan mengundurkan diri sebelum Bos brengsek itu memecatku!" dustanya. Tanpa orang lain tau, surat pemecatan sudah sampai di atas meja Ari. Rencananya, setelah dari kampung halaman Hana dan berhasil memaksa mantan istrinya itu kembali rujuk, ia akan datang ke kantor dan mempermalukan Kenan di depan semua staf.Namun sayang ... rencana hanyalah tinggal rencana belaka karena semuanya gagal sejak kedatangan Ani
***Setelah memastikan keadaan Anita jauh lebih tenang. Hana memilih untuk keluar dari kamar agar tamunya bisa beristirahat dengan nyenyak."Bisa kita ngobrol berdua, Kev?" tanya Hana ragu. Kevin yang sedang berada di ruang tamu bersama Bapak pun menoleh, hingga sepersekian detik, kepala pria tampan itu mengangguk, ia berjalan di belakang Hana setelah meminta ijin pada Bapak untuk berbicara empat mata bersama putrinya.Sengaja ...Hana memilih belakang rumah untuk berbincang-bincang membahas banyak hal dengan Kevin. Termasuk, bagaimana dia bisa membawa Anita datang ke kampung dan bagaimana ia tahu kalau Ari sedang membuat keributan di rumahnya."Kita mau berkebun?" tanya Kevin cengo ketika melihat langkah kaki Hana yang berjalan menuju kebun belakang rumah."Hei, kau mau bawa aku kemana?" cecar Kevin. "Ck! Jangan sok misterius, Hana!"Hana menghentikan langkah, sontak Kevin pun turut berhenti dan keduanya saling bertatapan. "Tadinya aku mau bawa kamu ke pinggiran sawah, tapi ...."Jan
***"Sepi sekali, Bu, Mas Ari kemana?" tanya Risa saat sudah sampai di rumah.Ari sengaja meminta bantuan Heni untuk menjemput Risa di Rumah Sakit karena sudah diperbolehkan pulang hari ini sementara dirinya sibuk menyusun rencana di kampung halaman Hana."Kerja! Kamu pikir kemana?" sahut Heni ketus. "Sudah jangan banyak tanya, Ibu pusing mau istirahat," sambungnya seraya melengang pergi meninggalkan Risa berdiri di ambang pintu."Tunggu, Bu!" Suara Adrian membuat langkah Heni terhenti, begitupun dengan Risa. Mata wanita hamil itu memicing melihat Adrian yang berkacak pinggang di depan pintu kamar. Risa berdecih kala melihat penampilan Adrian yang semakin tidak terurus."Hari ini juga kita pergi ke rumah orang tua kamu. Kau sudah kutalak, Ris, jadi mau tidak mau harus pergi dari rumah ini."Kedua mata Risa membulat lebar. Refleks kepalanya menggeleng cepat dan menatap mata Heni mencoba mencari pembelaan disana."Tapi, Dri ....""Nggak ada tapi-tapian, Bu. Dia bisa menikah dengan Ari,
***"Ibumu adalah dalang di balik kehancuran rumah tangga kita!" teriak Risa menggebu-gebu.Plak ....Adrian melayangkan tamparan untuk yang kesekian kalinya. Dulu, dia adalah sosok pria yang lembut pada istri dan Ibunya, tapi sejak kebusukan mereka terendus, hilang sudah kasih sayang yang sempat Adrian berikan."Jaga mulutmu! Semua ini terjadi karena kamu dan Ari yang tidak bisa menahan nafsu! Berhenti mengkambinghitamkan Ibu, Risa!"Adrian yang kepalang marah mencekal erat lengan istrinya itu sampai Risa meringis kesakitan. Sungguh, kemarahan yang Adrian perlihatkan saat ini membuat rasa takut tersendiri di hati Risa. "Apa Ibu masih ingin diam saja? Ibu tidak berniat menjelaskan semuanya pada Mas Adrian, hah?"Air muka Heni kembali memucat. Keringat dingin mulai menjalari tubuhnya saat kesalahan dia di masa lalu kembali Risa ungkit di depan Adrian.Heni gelagapan. Kedua manik Adrian menatapnya dengan nyalang. Seketika tubuh wanita paruh baya itu luruh di depan pintu kamar tamu yang