Share

Bab 7

Author: Noona_SV
last update Last Updated: 2025-11-05 09:28:39

Alea melangkah menjauh dari kerumunan reporter, membiarkan para tamu kembali pada percakapan gala dan kilatan kamera yang terus menyala.

Lorong remang di sisi aula menjadi tempat paling tenang setelah lelang berakhir. Alea hendak mengambil napas tenang saat melihat seseorang berdiri di ujung lorong.

Serena.

Senyumnya tidak lagi manis dan anggun seperti di depan kamera. Senyum itu dingin, tipis, membuat udara di lorong terasa lebih sempit.

“Seharusnya malam ini menjadi milikku, Alea,” ucap Serena pelan. “Tapi kau justru menarik perhatian semua orang. Seolah aku tidak ada.”

Alea menahan napas. “Apa maumu?"

“Aku hanya ingin menempatkanmu kembali di tempat yang semestinya.”

Tanpa peringatan, Serena menangkap pergelangan tangan Alea dan menariknya mendekat. Gerakannya begitu cepat hingga Alea kehilangan keseimbangan. Namun sebelum Alea sempat menolak... Serena menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai.

Suara tubuhnya membentur marmer memecah keheningan.

Alea terbelalak.

“Apa yang kau—”

Belum sempat ia menyelesaikan kalimat, Serena menampar pipinya sendiri dengan keras. Tamparan kedua menyusul, lebih kuat, hingga sudut bibirnya pecah dan mengeluarkan darah.

Alea terpaku, ngeri dan bingung sekaligus dengan apa yang dilakukan Serena.

“Serena, hentikan—apa yang kau lakukan?!”

Namun Serena justru merintih pelan, lalu menatap Alea dengan mata berkaca-kaca yang dibuat-buat. Tubuhnya sedikit bergetar, seolah menahan sakit.

Langkah tergesa terdengar mendekat.

“Serena?!”

Ethan dan David muncul hampir bersamaan. Begitu melihat Serena di lantai dengan bibir berdarah, keduanya langsung menajamkan pandangan ke arah Alea.

“Apa yang kau lakukan?!” seru Ethan, suaranya meninggi.

Alea terperanjat. “Tidak! Aku tidak menyentuhnya! Dia—”

“Cukup, Alea.” David memotong dingin. “Jangan bertingkah setelah apa yang terjadi malam ini. kenapa kau suka sekali membuat masalah dengan Kakakmu.”

Alea tersentak, tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

Namun sebelum salah satu dari mereka sempat melangkah lebih dekat, Serena buru-buru menggeleng, seolah memaksa dirinya tetap sadar.

“Jangan salahkan Alea…,” suaranya parau dan goyah. “Ini… ini semua salahku.”

Ethan menunduk ke arahnya, wajahnya tegang. “Apa maksudmu?”

“Alea tidak melakukan apa-apa,” lanjut Serena sambil memegang pipinya yang memerah. “Aku yang memaksanya datang ke sini. Aku hanya… aku takut dia menjauh darimu karena aku. Aku yang membuatnya kehilangan posisinya sebagai asistenmu. Aku terlalu egois karena sudah mengambil itu. wajar kalau dia marah.”

Alea terdiam. Kata-kata itu menusuk—bukan karena kebenarannya, tetapi karena betapa licinnya kebohongan itu dirangkai.

"Jangan asal bicara, Serena. kau yang menjatuhkan dirimu sendiri, aku tidak..."

David menatap Alea tajam, tanpa membiarkan putri kandungnya itu selesai bicara, David langsung menyela. “Jadi, Kau melakukan ini hanya karena dia mengambil posisimu sebagai asisten Ethan? apa kau sudah kehilangan akal, Alea? kenapa kau suka sekali membuat masalah, bahkan hanya untuk hal sepele seperti ini.”

Alea menggeleng cepat. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Serena akan melakukan hal seperti ini. “Aku tidak melakukan apa pun! Serena menjatuhkan dirinya sendiri. bahkan aku—”

Serena buru-buru menarik lengan jaket Ethan, suara gemetar.

“Jangan salahkan dia, Ethan. tolong. Aku tidak ingin hubungan kalian rusak karena aku.”

Ethan menghela napas berat, sorot matanya masih penuh kecurigaan, tapi ekspresinya melunak sedikit karena Serena tampak terluka.

“Aku akan memanggil tim medis,” ucap Ethan, nada suaranya menahan emosi. “Dan Alea… kita akan bicara nanti.”

Alea merasakan tenggorokan mengering. Entah bagaimana, dalam hitungan detik ia kembali menjadi pihak yang disalahkan. Serena berbaring di lantai, tampak rapuh, dengan senyum samar yang hanya Alea yang bisa melihat maknanya.

Senyum kemenangan.

Senyum orang yang tahu bahwa semua mata telah berpihak padanya.

Alea mengepalkan tangan di sisi tubuhnya, mencoba menahan gemuruh di dadanya saat Serena pura-pura meringis kesakitan di pelukan Ethan. Tatapan Ethan, tajam, seakan menusuknya tanpa belas kasihan.

Ia benci bagaimana pria itu kini berdiri melindungi Serena, seolah Alea adalah ancaman.

David berdeham pelan, ekspresinya dingin dan penuh penilaian. “Bawa Serena ke luar. Udara di lorong ini terlalu dingin untuknya. dan jangan biarkan Serena disakiti lagi”

Ethan mengangguk. “Kau, tetap di sini.”

Nada suaranya mengandung perintah yang tak memberi ruang penolakan pada Alea. sementara Alea, ia membeku, tak sanggup membalas apa pun ketika Ethan menggendong Serena perlahan. David mengikuti di belakang mereka.

Namun sebelum Ethan berbalik meninggalkan lorong, ia sempat menatap Alea.

Tatapan itu bukan hanya tajam, seolah berkata: 'Kau penyebabnya', dan itu membuat dada Alea sesak.

--

Saat mereka tiba di pintu depan aula, angin malam menyentuh wajah Serena yang masih bersandar lemah pada Ethan. Para tamu yang lewat sempat melirik, namun David memberi isyarat agar tak satu pun mendekat.

“Aku akan bawa dia ke mobil,” ucap Ethan pendek.

David mengangguk, kemudian berbalik ke arah dua pria berbadan besar yang berdiri tak jauh dari pintu masuk. Orang-orang kepercayaan keluarga Hamesworth.

"Dan Alea?"

Ethan tidak menjawab, hanya rahangnya terlihat mengeras.

Saat ia berbicara terdengar tajam.

“Bawa dia ke gudang luar area hotel.”

Alea yang baru tiba dua langkah di belakang mereka—dan jelas mendengar itu—langsung terpaku. Dunia seperti berhenti berputar.

“Apa…?” suaranya hampir tak terdengar.

Namun Ethan tidak menoleh.

“Biarkan dia di sana sampai aku mengizinkan dia keluar,” lanjut Ethan, bernada kejam. “Aku tidak ingin mendengar lagi bahwa dia membuat masalah di tempat umum. Apalagi malam ini.”

Darah Alea seakan membeku.

David tersenyum tipis, puas. “Pastikan tidak ada yang membebaskannya,” tambahnya kepada para penjaga. “Biarkan dia di sana semalaman. Biar dia belajar menghargai orang lain."

Dua pria itu mengangguk hormat.

Alea mengambil satu langkah maju. “Ethan, jangan lakukan ini. Aku tidak bersalah. Kau tahu aku tidak akan menyentuh Serena.”

Tak ada jawaban, ia justru melenggang begitu saja bersama dengan Serena yang tersenyum dalam gendongannya.

Serena menyeringai ke arah Alea, seakan ia bicara: 'Aku kembali menang, dan kau hanya jadi pecundang.'

-

“Bawa dia,” perintah David singkat.

Alea segera dicekal di kedua sisi lengannya, diseret tanpa diberi kesempatan menjelaskan atau membela diri.

“Biarkan aku bicara—Ethan!” serunya, setengah memohon.

Tapi Ethan hanya bersikap acuh, dan segera masuk kedalam mobil yang sudah terparkir didepan lobi.

ia sama sekali tidak perduli dengan teriakan Alea, seolah Alea hanyalah boneka yang bisa disimpan di mana saja sesuai keinginannya.

Dan di malam itu, tempatnya adalah—

Gudang kosong.

Dingin.

Gelap.

Dan sendirian.

Para penjaga mulai menyeretnya menjauh dari cahaya lampu gala, melewati lorong panjang menuju pintu belakang hotel.

Alea menggigit bibirnya hingga terasa darah. luka yang sudah coba ia sembuhkan perlahan, justru semakin terbuka.

"Apa penderitaan ku masih belum cukup untuk kalian," lirih Alea, sesaat sebelum tubuhnya di hempas dengan kuat kedalam gudang, dan pintu di tutup dengan rapat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 7

    Alea melangkah menjauh dari kerumunan reporter, membiarkan para tamu kembali pada percakapan gala dan kilatan kamera yang terus menyala.Lorong remang di sisi aula menjadi tempat paling tenang setelah lelang berakhir. Alea hendak mengambil napas tenang saat melihat seseorang berdiri di ujung lorong.Serena.Senyumnya tidak lagi manis dan anggun seperti di depan kamera. Senyum itu dingin, tipis, membuat udara di lorong terasa lebih sempit.“Seharusnya malam ini menjadi milikku, Alea,” ucap Serena pelan. “Tapi kau justru menarik perhatian semua orang. Seolah aku tidak ada.”Alea menahan napas. “Apa maumu?"“Aku hanya ingin menempatkanmu kembali di tempat yang semestinya.”Tanpa peringatan, Serena menangkap pergelangan tangan Alea dan menariknya mendekat. Gerakannya begitu cepat hingga Alea kehilangan keseimbangan. Namun sebelum Alea sempat menolak... Serena menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai.Suara tubuhnya membentur marmer memecah keheningan.Alea terbelalak.“Apa yang kau—”Belum s

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 6

    Aula utama Gala Amal VaC Corporation & Hamesworth Group berpendar dalam cahaya kristal keemasan. Langit-langitnya menjulang tinggi, dihiasi lampu gantung raksasa yang memantulkan bias lembut ke seluruh ruangan. Malam itu, acara penggalangan dana untuk anak-anak korban perang di Marawi digelar—malam eksklusif yang hanya dihadiri kalangan elite Geneva dan para pemilik nama besar. Alea datang lebih awal, mengenakan gaun hitam sederhana. Ia membawa baki kristal berisi barang lelang milik keluarga Morgan, berjalan dengan tenang melewati lorong kaca yang berembus udara dingin dari pendingin ruangan. Namun langkahnya terhenti ketika telinganya menangkap suara samar dari balik pintu kaca buram bertuliskan Restricted – Board Access Only. Suara itu... milik Ethan Vale. Dan bersamanya—tawa orang-orang yang dulu menyebut Alea bagian dari keluarga mereka. “Akhirnya Serena kembali,” ujar seseorang dengan nada lega. “Antara Serena dan Alea? Yang satu pewaris Morgan, yang satu mantan asisten yan

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 5

    Keesokan harinya, begitu Alea tiba di kantor pusat Hamesworth Group, suasana terasa berbeda.Ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, seolah udara di tempat itu memberi peringatan bahwa segalanya sudah berubah.Beberapa karyawan yang biasanya menyapa kini hanya menunduk, pura-pura sibuk dengan layar komputer.Lobi yang biasanya riuh kini terasa seperti ruang tunggu tanpa jiwa.Dan kemudian, suara seseorang terdengar memanggilnya dari ruangan direktur.“Alea.”Nada datar tanpa kehangatan sedikit pun.Alea menoleh, mendapati Ethan Vale berdiri di depan pintu ruangannya.Sikapnya kaku, dingin—seolah mereka hanyalah atasan dan bawahan yang tidak pernah saling mengenal.Tangannya menegang di sisi tubuh, namun ia tetap melangkah mendekat, mengikuti perintah yang tak diucapkan.Saat Alea masuk, Ethan bahkan tidak menoleh.Matanya terpaku pada layar ponsel, jarinya bergerak cepat, sementara Alea berdiri di ambang pintu seperti pesakitan yang menunggu vonis.“Tutup pintunya,” katanya akhirny

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 4

    Mobil yang dikemudikan Alea terus membelah jalanan malam, dengan air mata yang mulai menetes meski sebelumnya ia sudah yakin kalau hatinya itu sudah mulai kebas."Nggak, kamu nggak boleh lemah, Alea."Getir! itu yang dirasakan Alea, setelah tahu kenyataan bahwa suaminya dan keluarganya sendiri tidak menginginkannya. dan itu karena Serena.Ya, Serena.Kakak yang tertukar dengannya sejak lahir.Gadis yang selalu mendapatkan semua yang seharusnya menjadi milik Alea—kasih sayang, kemewahan, bahkan pria yang ia cintai.Masih jelas dalam ingatan Alea, dua bulan setelah kebenaran pertukaran bayi terungkap, Alea “dikembalikan” ke keluarga Morgan seperti barang hilang.Namun sambutan yang datang hanyalah dingin dan perhitungan.“Kami tak bisa menyingkirkan Serena,” ujar sang ayah waktu itu. “Dia sudah menjadi bagian keluarga ini selama dua puluh lima tahun. Kau? Kau hanya kebetulan berdarah sama, dan kembali di saat yang tidak tepat.”Alea menunduk waktu itu, menahan perih yang menyesakkan da

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 3

    Bau obat dan disinfektan memenuhi udara. Ruangan itu putih, sunyi, hanya suara mesin monitor yang berdetak pelan di sisi tempat tidur.Alea membuka mata perlahan. Cahaya dari jendela menyilaukan pandangannya yang masih kabur. Tubuhnya terasa berat, setiap tarikan napas seperti menarik jarum di dada.Selang infus tertancap di tangannya. Luka di bibirnya belum kering, dan pipinya masih membengkak akibat tamparan hari itu.Suara langkah kaki terdengar dari arah pintu. Pelan, tapi pasti mendekat.Ketika pintu terbuka, napas Alea tercekat.Sosok itu berdiri di ambang pintu, mengenakan jas hitam dan kemeja putih rapi.Ethan.Tatapan Alea membeku. Ia ingin marah, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk sekadar mengangkat tangan.Ethan mendekat, wajahnya datar tapi suaranya dibuat lembut—terlalu lembut untuk jadi tulus. “Alea…” suaranya rendah. “Aku baru tahu kau benar-benar diculik.”Alea menatapnya lama, suaranya nyaris tak keluar. “Baru tahu?”Ethan menarik kursi dan duduk di samping ranjang.

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 2

    Alea melangkah keluar dari rumah keluarga Morgan tanpa menoleh ke belakang. Malam sudah larut, udara di kota Volka menusuk dingin. Di bawah sinar lampu jalan yang redup, bayangan tubuhnya tampak rapuh namun tegar. Ia masuk ke dalam mobilnya, menutup pintu perlahan, lalu duduk diam cukup lama. Tangannya memegang setir, tapi matanya menatap kosong ke depan. Tidak ada air mata, tidak ada amarah. Hanya kehampaan yang begitu kental hingga membuat napas terasa berat. Ia menyalakan mesin. Suara mobil memecah kesunyian malam, membawa dirinya menjauh dari rumah yang tidak lagi pantas disebut rumah. Selama perjalanan, lampu-lampu kota memantul di kaca depan. Setiap kilau seperti bayangan masa lalu yang datang silih berganti—menyisakan luka yang belum kering tapi juga sudah terlalu lama untuk disembuhkan. Tidak ada lagi air mata. Sudah habis. Yang tersisa hanyalah rasa sesak di dada yang tak bisa dijelaskan. Alea menatap sekilas pantulan wajahnya di spion. Wajah itu tampak asing.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status