MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (4)
Tanpa terasa, aku telah tiba di halaman rumah keluarga Hartawan. Terlihat, kedua mertuaku tengah berdiri di samping Amira yang masih menggunakan kursi roda miliknya. Mereka seakan-akan tengah menunggu kedatanganku, tatapannya penuh dengan kebencian. Hatiku seakan tak tenang ketika dipandang seperti itu.
''Pa, Ma, Amira. Maaf aku--''
BUGH!
Pukulan keras mengenai dada hingga membuat tubuhku terjatuh ke tanah. Aku terkejut ketika mengetahui Papa mertuaku marah dan melakukan tindakan kekerasan. Padahal setahuku, Papa terkenal pendiam dan jarang marah. Tapi kenapa ia berani melakukan hal ini kepadaku? Apa jangan-jangan ....
''Papa kenapa memukulku secara tiba-tiba, apa salahku?'' tanyaku heran.
''Jangan berpura-pura, kami sudah mengetahui bahwa kamu sudah mengkhianati Amira, mulai detik ini kamu sudah bukan lagi suami anak saya,'' sentak Papa Hartawan.
''Aku bisa menjelaskannya, Pa. Aku sama sekali tidak berniat untuk mengkhianati Amira. Aku sangat mencintainya lebih dari apapun,'' ucapku dengan penuh keyakinan, hatiku tak rela jika harus berpisah dengan Amira, sebab tanpanya aku bukan siapa-siapa.
''Saya tidak mau mendengar ucapan yang keluar dari mulutmu, kamu laki-laki tidak tahu diri, bukannya berterima kasih kepada saya karena sudah mengangkat derajatmu dengan menikahi Amira. Tapi, nyatanya kamu malah tega berkhianat di bekalangnya.'' Wajah Papa Hartawan terlihat murka, nampaknya ia tidak memberiku kesempatan untuk melanjutkan kembali rumah tangga bersama anaknya.
Aku terdiam, lalu pandanganku menatap ke arah Amira. Hingga detik ini, wanita yang tengah duduk di kursi roda itu masih berstatus istriku. Dia hanya diam tanpa mengucap sepatah katapun suara.
''Amira, kamu masih mencintai Mas 'kan? Tolong katakan kepada Mama dan Papamu, bahwa kamu tidak ingin rumah tangga kita hancur, Mas sangat mencintaimu, Amira.'' Aku berucap lirih menatap Amira. Namun, tatapannya seakan biasa saja, ia sama sekali tidak mengucap sepatah kata pun.
Tak lama kemudian, muncul Bi Inah, pembantu keluarga Hartawan yang sudah renta, mungkin usianya sekitar lima puluh tahun. Dia membawa koper yang berisikan pakaianku, aku terkejut ketika dengan sengaja pembantu itu melemparkan koper ke tanah.
''Kenapa Bibi melempar koperku, aku masih tinggal di rumah ini?'' tanyaku bernada kesal menatap Bi Inah, pembantu rumah.
''Kamu sudah bukan bagian dari keluarga ini, Bagas. Sekarang kamu bukan siapa-siapa lagi dan tidak diperkenankan untuk kembali tinggal di rumah ini karena rumah ini sama sekali tidak pantas bagi seorang laki-laki pengkhianat seperti kamu,'' sentak Rinda. Aku yang mendengar menarik nafas gusar.
''Selama saya sendiri belum mengucap talak, Amira masih menjadi istri sah saya. Apakah kalian tidak paham agama?'' tanyaku menatap tajam ke dua mertuaku.
''Tahu apa kamu tentang agama, Bagas? Jika seorang suami yang sudah tega berkhianat, wajib hukumnya seorang istri menggugat cerai, apalagi kamu sama sekali tidak pantas dikatakan sebagai seorang suami. Sebab, dari awal menikah, kamu sama sekali tidak pernah memberikan nafkah secara lahir maupun bathin. Apalagi ketika mengetahui bahwa kamu mempunyai wanita idaman. Kamu sama sekali tidak pantas menjadi istri dari anak saya.'' Mama Rinda mengecam keras perkataanku.
Saat ini, aku sudah benar-benar bingung. Jika saja perselingkuhanku tidak diketahui oleh Amira dan keluarganya, mungkin hubungan gelapku dengan Dzakira akan tetap berjalan normal.
''Maafkan saya Pa, Ma, beri saya kesempatan lagi untuk bisa menjadi suami yang baik bagi Amira. Memang benar, selama saya menikah saya sama sekali belum bisa membahagiakannya, tapi saya berjanji, setelah ini kami akan hidup bahagia kembali,'' lirihku berucap, pandanganku tertunduk tak berani menatap mereka semua. Jujur saja aku merasa malu berdiri dihadapan mereka.
''Aku sudah tidak mau memberimu kesempatan untuk yang kedua kalinya, karena sepengetahuanku jika ada seorang laki-laki yang sudah pernah berkhianat maka kedua dan seterusnya pun akan tetap berkhianat,'' ucap Amira. Aku mengangkat kepala menatapnya lama. Kemudian, melangkah dan bersimpuh di kedua kakinya.
''Mas berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama Amira dan akan membuat kamu bahagia. Mas berjanji.'' Berkali-kali air mataku menetes seakan-akan menyesali dengan apa yang sudah aku perbuat terhadap dirinya.
Amira membantuku untuk berdiri, tatapannya tak beralih dan hanya menatapku.
''Lebih baik kamu segera angkat kaki dari rumah ini, saya sudah tidak mau lagi melihat kamu.'' Papa Hartawan mengusirku, rasa kecewa membekas di hatinya.
''Saya akan tetap berada di sini karena Amira masih istri saya. Jika saya pergi, Amira pun harus pergi ikut bersama saya.'' Aku berkata seakan-akan diriku mampu menghidupi anaknya. Padahal nyatanya ....
Tiba-tiba, kedua mataku membulat sempurna menatap Amira yang seakan-akan hendak berdiri dari kursi rodanya. Dia bangkit. Ternyata, kedua kakinya sudah sembuh dan tidak lumpuh.''Amira ... kamu?''
Aku sama sekali tak percaya dengan apa yang barusaja aku lihat. Amira memang benar sudah sembuh dan bisa berdiri. Dia melangkah mendekat ke arahku.
''Bagas ... rumah tangga kita sudah selesai dan pengacaraku sudah memberikan pernyataan ke pengadilan agama. Kita bukan lagi suami istri, walaupun kamu belum mentalak aku, tapi aku yakin, hakim pasti akan menyetujui sebab bukti yang aku berikan ke pengadilan agama sudah cukup kuat dan kamu hanya tinggal menunggu surat cerai dari pengadilan agama. Jadi, mulai detik ini, kita sudah bukan lagi suami istri dan kamu dilarang keras tinggal di rumah ini,'' jelas Amira. Aku tak menyangka ternyata Amira mampu berbicara seperti ini. Ucapannya begitu menusuk hingga ke ulu hati, Amira yang kukenal sebelum menikah berbeda dengan Amira saat ini. Padahal dahulu ia adalah wanita pendiam dan tak banyak bicara.
''Aku tak menyangka, ternyata ini sandiwaramu Amira. Setelah kamu sembuh dari kelumpuhan, kamu malah menggugat aku ke pengadilan. Tapi sesaat masih lumpuh, kamu sama sekali tidak bertindak sejauh ini. Kamu sangat picik sudah membohongiku selama ini.'' Aku berucap penuh ketidaksangkaan. Hatiku sakit melihatnya seperti ini.
''Picik katamu?'' ucapnya tersenyum kecut, ''Seharusnya aku yang berkata seperti itu. Kamu laki-laki brengsek yang tidak tahu balas budi. Jika saja kamu mampu bersabar, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi dan asal kamu tahu, selama ini aku sama sekali tidak pernah sekalipun membohongimu,'' lanjutnya.
''Aku nekad mengkhianati kamu itu juga salahmu sendiri Amira, jika saja kamu mampu melayaniku di ranjang mungkin aku tidak akan mencari kepuasan pada wanita lain,'' kelasku membeberkan kenyataan.
''Jangan mengalihkan alasan Bagas, kamu bukan laki-laki yang baik yang pantas dipertahankan. Kamu hanya nafsu dan kenafsuanmu itu membuat rumah tangga kita menjadi renggang. Lebih baik sekarang kamu pergi dari rumahku.'' Dadaku seketika naik turun, rasanya ingin sekali menampar mulutnya.
''Aku tidak akan pernah pergi dari rumah ini sebelum kamu memenuhi persyaratanku,'' ujarku menatap wanita yang ada di hadapanku dengan tajam.
''Syarat?''
Bersambung
Mohon komentarnya dongs, biar Authornya semangat❤️ Jangan lupa subscribe dan Follow akun Author biar tahu kelanjutan cerita ini ❤️
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (5) ''Aku tidak akan pernah pergi dari rumah ini sebelum kamu memenuhi persyaratanku,'' ujarku menatap wanita yang ada di hadapanku dengan tajam. ''Syarat?'' ''Aku minta uang talak sebesar satu milyar sebagai tanda bahwa aku sudah resmi bercerai denganmu Amira. Jika kamu memberiku uang talak sesuai permintaanku, maka aku akan pergi dan tidak akan pernah lagi datang menginjakkan kaki di rumah ini,'' ucapku meminta dengan paksa. Mereka terlihat terkejut mendengar nominal yang aku sebutkan. ''Apa? Satu milyar? Kamu mau memeras kami? Uang satu ribu pun tidak akan pernah saya berikan,'' ujar Amira kesal. ''Aku sama sekali tidak mau tahu, yang jelas uang talak harus dibayar sekarang juga, jika dibayar saat ini aku janji tidak akan pernah kembali ke rumah ini lagi dan aku rasa uang satu milyar tidak ada apa-apanya, bukankah kalian sangat kaya raya?'' ucapku memaksa. Entah kenapa, dengan sengaja aku mengucap syarat permintaan uang talak yang cukup fantastis
Degh. Dzakira meminta uang empat puluh juta yang aku janjikan. Bagaimana ini? Aku sama sekali tidak bisa membayarnya. Untuk makan saja pastinya aku sangat tak mampu karena sekarang aku bukan lagi suami Amira. Untuk membayar hutang kepadanya, rasanya aku tidak mampu. ''Nanti ya, Sayang, aku janji akan membayarnya, kamu tenang saja,'' ungkapku sembari tersenyum. ''Kapan mau membayarnya? Aku tidak mau sampai kamu berlama-lama menunggu tak membayarnya. Apa jangan-jangan kamu diusir lagi oleh Amira?'' sangka Dzakira membuat dadaku berdebar. ''Aku sama sekali tidak diusir oleh Amira, kebetulan tadi sesaat aku pulang ke rumah Amira meminta aku untuk menjaga rumah karena ia dan kedua orang tuanya akan berangkat ke luar negeri menjalankan bisnis. Daripada aku hanya berdiam diri di rumah lebih baik aku tinggal bersama kamu saja di apartemen, boleh 'kan? Dan untuk uang empat puluh juta, kamu tenang saja Dzakira aku pasti akan segera menggantinya. Kamu tidak usah khawatir, kapan juga a
POV AMIRA ''Sayang ... akhirnya sekarang kamu bisa berjalan kembali, Mama dan Papa sangat senang sekali. Bagas--suamimu pasti sangat senang jika tahu sekarang kamu bisa berjalan. Kami pun sebagai orang tua sangat senang melihat kamu bisa berjalan kembali dengan normal,'' lirih Mama tersenyum lebar melihat aku yang mampu berdiri dan berjalan, walaupun masih tertatih. Tapi aku sangat senang sekali, ternyata prediksi Dokter salah besar. Aku sudah diagnosa lumpuh seumur hidup dan tidak akan bisa berjalan kembali secara normal. Namun sekarang, aku sangat bahagia bisa merasakan lutut kerasku mampu digerakkan dan kedua kakiku bisa berjalan dengan normal. ''Iya Ma, Pa, aku juga sangat senang sekali. Terima kasih ya, berkat kalian berdua aku bisa berjalan kembali,'' kataku sembari tersenyum lebar mengucap terima kasih, lalu memeluk kedua orang tuaku dengan erat. ''Iya, Sayang, apa pun akan Mama dan Papa lakukan asalkan kamu bahagia. Melihat kamu bisa berjalan kembali kami sudah sangat senang
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (8) ''Kalian sedang membicarakan apa?'' tanya seseorang laki-laki yang seketika langsung mengagetkan kami. Kami pun lantas menatap siapa gerangan yang bersuara barusan. Ternyata Bang Irsyad, dia adalah kakak sepupuku. ''Lho, Amira, kamu sudah bisa berjalan?'' tanya Bang Irsyad kaget. Dia seakan tak percaya dengan apa yang barusaja ia lihat. ''Iya, Bang, alhamdulillah. Aku tak menyangka ternyata Allah begitu baik sudah menyembuhkan kembali kedua kakiku sehingga bisa berjalan normal seperti dulu. Aku merasa bahagia sekarang. Ini seperti mimpi.'' Aku melempar senyum bahagia menatap Bang Irsyad. Ini seakan mimpi yang menjadi kenyataan. Padahal sebelumnya dokter sudah memprediksi bahwa aku tak akan lagi bisa berjalan dengan normal. Tapi sekarang kenyataannya berbanding terbalik. ''Masya Allah, Amira. Abang sangat bahagia melihat kamu sekarang sudah bisa berjalan normal kembali menggunakan kedua kaki. Pastinya, Bagas pasti senang melihat kamu bisa berjala
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMIKU (9) Kami pun membuka pintu, terlihat seorang laki-laki tengah berdiri dengan wajah lesu. Tatapannya dingin, tetapi tak lama berselang ekspresi wajah itu berubah tersenyum. Dia menundukkan tubuhnya seraya memposisikan agar sepadan denganku. ''Sayang, kamu apa kabar?'' tanyanya sambil mencium kening. Terlihat sangat romantis, aku melempar senyum padanya. Walaupun hatiku merasa terluka. ''Kabar aku baik, Mas. Kamu sendiri bagaimana? Kok, tidak memberitahu dulu kalau hari ini kamu akan pulang?'' tanyaku padanya. ''Alhamdulillah kalau kabarmu baik, aku pun sendiri baik, Sayang. Aku pulang tanpa memberikan kabar ingin memberimu surprise. Ini aku bawakan hadiah untukmu.'' Mas Bagas memberikanku sebuah kotak hati berwarna merah. Kemudian, ia membuka kotak hati itu, terlihat sebuah kalung berlian yang sangat cantik. ''Itu untukku, Mas?'' Mas Bagas mengangguk, ''Iya, Sayang, ini untukmu. Aku pakaikan ya sekarang!'' Mas Bagas melingkarkan kalung berlian ke
"Sakit ...!'' Bagas meringis kesakitan setelah ular itu berhasil mematuk lengannya.Tiba-tiba terdengar suara segerombolan orang, mereka ternyata penjaga apartemen yang mendengar teriakan Bagas dari dalam kamarnya. Kemudian mereka mendobrak secara paksa pintu apartemen tersebut.Tidak lama kemudian, Bagas pun pingsan dan tersungkur ke lantai. Para penjaga apartemen segera mengusir ular dari dalam kamar dan berniat akan membawa ular tersebut kehabitatnya.Sementara Bagas langsung dilarikan ke Rumah sakit karena luka bekas patukan ular sangat berbisa dan dokter segera mengobati luka Bagas yang sudah cukup serius.______________''Bagaimana jika Bagas membuka kopernya dia pasti sangat kaget dan langsung lari ketakutan. Dia 'kan pobia ular Amira, jika aku melihatnya langsung pasti perutku ini tidak akan berhenti sakit karena tertawa menyaksikan keterkejutan Bagas,'' ucap Irsyad terseny
''Sayang, alhamdulillah, surat pengajuan gugatan sudah diterima oleh pengadilan agama. Apakah kamu senang Amira?'' tanya Hartawan pada putri tunggalnya. Mereka tengah bersantai di depan kolam berenang di samping rumah mewahnya.''Alhamdulillah, Amira senang Pah, akhirnya aku sudah terlepas dari Bagas. Terima kasih karena Papa sudah bantuin Amira sampai sejauh ini.'' ujar Amira tersenyum lebar pada papanya.''Sama-sama Sayang, Papa melakukan semua ini ingin sekali membuat kamu bahagia. Jadi mulai sekarang kamu santai saja, Bagas tidak akan bisa mengganggu kamu. Oh iya satu lagi, Papa sudah membicarakan masalah uang talak pada pengacara, beliau bilang itu semua tidak akan terjadi karena Bagas sewaktu menjadi suamimu sama sekali tidak pernah memberimu nafkah secara lahir dan juga batin. Jika mantan suamimu menuntut uang talak itu kita bisa melaporkankannya ke pihak berwajib dengan tuntutan pemerasan.'' jelas Papa memberitahu Amira.
Diharapkan membaca bab ini jangan tegang💖 selamat membaca😍POV DZAKIRANamaku Dzakira Hendriani, aku terakhir dari keluarga sederhana. Kedua orang tuaku berpisah dan sudah memiliki keluarga masing-masing. Aku memang terakhir dari anak broken home itu sebabnya aku melakukan pekerjaan bejad ini untuk membalas dendamkan rasa sakit hatiku pada kedua orang tuaku.Hatiku begitu kecewa, dari dulu aku diasuh oleh nenek dan setelah berumur 15 tahun, nenek yang aku sayangi malah meninggal dunia dan kini sekarang aku sudah berumur 27 tahun hidup sebatang kara.Perasaanku begitu sangat bahagia dan berbunga-bunga memiliki kekasih seorang pengusaha seperti Bagas, setiap bulannya dia selalu memberiku uang. Aku pun tidak segan-segan