“Arya, apa yang akan kamu lakukan, nak?” kudengar suara ibu cemas. Tentunya bukan mencemaskan keadaanku. Dia mencemaskan nasib putra kesayangannya jika membunuhku. Jeruji besi sudah siap menantinya untuk menghabiskan sisa usia.
“Kalau sampai dia mati di sini gimana kak?” Ku dengar suara Nia juga cemas.
“Entahlah, aku juga bingung,” jawab Arya.
“Kita buang saja tubuhnya ke jurang,“ sahut baron. Pria berandalan itu hanya punya ide sesuai dengan otaknya sebagai kriminal.
“Tidak mungkin! Kita semua bisa masuk penjara!” jawab Arya.
“Serahkan saja padaku, Mas. Pasti beres,” Sahut baron.
Aku tak terima. Mereka tak bisa membuangku. Aku masih hidup dan akan terus hidup sebelum membalaskan dendamku. Aku mencoba menggerakkan tanganku. Walau harapan tipis, aku akan terus berusaha sampai titik darah penghabisan. Aku harus segera mendapat p
PERTOLONGAN DATANGAku merasa bodoh, sudah berani masuk ke kandang macan sendirian. Ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. Tak pernah memperhitungkan kekuatan mereka sebelumnya. Aku yang seorang diri, tak mungkin menang melawan lima orang yang tidak waras. Ya, mereka sehat secara fisik, tapi jiwanya sakit.Kini ragaku tak berdaya. Hanya lantunan do’a yang tak terucap. Walau dalam hati, kuyakin Tuhan akan menolongku. Tak mungkin Alloh akan membiarkan kemungkaran merajarela di muka bumi. Siapa menanam angin, dia akan menuai badai. Siapa yang menyalakan api, dia akan merasakan panas yang membara.Nyawaku benar-benar sudah berada di ujung tanduk. Aku kembali merasakan tubuhku di seret dengan kasar. Mereka begitu kejam dan tak punya perasaan. Aku merasa tubuhku terangkat. Suara mesin mobil juga ku dengar walau samar. Mungkinkah hati mereka yang membatu telah mencair dan akan membawaku ke rumah sakit. Mudah-mudahan saja.
MENCARI MIRANTI“Ada-ada saja. Cepat sekarang masuk dan cek apa mamahmu ada di dalam!” perintahku kepadanya dengan keras.“Iya Om. Kenapa Om seperti cemas sekali?” tanya Umar.“Jangan banyak tanya! Pastikan kau melihat mamahmu di dalam atau tidak!”“Siap Om. Nanti umar kabarin.”Kumatikan ponsel dan mengecek lagi keberadaan Miranti. Masih terhenti di tempat yang tadi. Mungkin saja mengalami kemacetan atau mungkin anak buahku berhasil menghentikannya. Baguslah, setidaknya aku tak terlambat untuk memotong jalan. Jalan kantil hanya ada satu jalur. Tak mungkin melewati jalur lain.Tunggu, bukankah jalan ini menuju pemakaman yang jarang di datangi orang. Konon pemakaman di sana sering terlihat hantu yang bergentayangan. Hanya mayat yang tanpa identitas yang dimakamkan di sana. Jarang ada penduduk yang mau memakamkan di sana. Apakah mereka akan membawa Miranti ke sana. A
PUTRA YANG KUATPOV UMAR“Amir, kita ke pemakaman kantil!” ajakku kepada Amir.“Untuk apa, kak? Kita harus temuin Mamah dulu!” jawab adikku.“Jangan membantah kakak. Tadi Om fajar nyuruh kita kesana. Mamah dalam bahaya!” sahutku dengan nada tinggi. Kekhawatiran jelas tergambar pada wajahku.“Baik, kak.”Kami segera keluar tanpa menutup pintu. Namun jalan kami di hadang oleh kakek yang baru saja tiba.“Kalian mau kemana? Mana mamahmu? Apa terjadi sesuatu?” tanya kakek beruntun. Beliau memegang pundakku. Mungkin saja kakek melihat raut wajah penuh kekhawatiran tergambar jelas di sana..“Mamah tidak ada di dalam, kek. Om fajar menyuruh kami untuk ke pemakaman kantil. Mamah dalam bahaya!” Jawabku dengan panik.Wajah kakek menengang. Rahangnya mengeras. Kemarahan tergambar jelas pada wajahnya. Beliau menggeser tubuhku dan masuk ke
MENYANDERA KELUARGA ARYA.“Lestari, mana putriku?!” tanya kakek dengan kesal. Wajahnya tak bersahabat.“Mana aku tahu. Aku-aku juga baru datang.” Jawab nenek terlihat gugup. Kulihat stefani dan tante Nia duduk di pojok. Mereka menundukkan kepala seperti ketakutan.‘Jawab pertanyaanku atau ku bunuh kau?!” kakek menodongkan senjata api kepada nenek. Kulihat nenek sangat ketakutan. Begitu juga tante Nia dan juga stefani.“Kakek, sabar. Mereka pasti tidak tahu. Mereka saja di sandera di gudang ini, bagaimana mereka tahu para perampok membawa mamah kemana?” Amir mencoba menahan kemarahan kakek. Dia tidak ingin tindakan kakek membahayakn diri dan orang lain.“Perampok terus yang kalian bicarakan! Jangan bodoh. Mereka pelaku yang berniat menyingkirkan mamahmu!”“Tapi kek,”“Cepat katakan lestari! Atau aku terpaksa membunuhmu!”k
29 PENGORBANAN FAJARPOV FAJARMobil yang membawa Miranti telah tiba. Beberapa orang yang membantunya telah mempersiapkan liang lahat. Penggalian makam telah selesai. Apa mungkin Mawar jelekku benar-benar telah pergi. Tidak, ini tak boleh terjadi.Kulayangkan pandangan ke area sekitar makam. Tak terlihat ada mobil yang datang, baik itu mobil anak buahku, mobil umar ataupun pihak kepolisian. Kenapa bisa selambat ini. Nyawa Miranti sedang dalam bahaya. Aku tak bisa berdiam diri.“Pak, saya akan mendatangi mereka. Bapak di sini saja dan ini ponsel saya. Cepat minta bantuan kalau saya sudah terdesak!” Aku memberikan ponsel pada sopir pribadiku.“Jangan, pak. Jumlah mereka banyak, sekitar delapan orang. Sedangkan bapak seorang diri. Sangat berbahaya. Kita tunggu bantuan datang.” Jawab sopirku. Ucapannya membuat tensi darahku naik.“Jadi saya harus berdiam diri, melihat sahabat sedang bertaruh nyawa? Bagaimana k
3O. FAJAR BABAK BELUR“Kau sudah membuat habis kesabaranku!”“Menyerahlah! Sebentar lagi, polisi akan datang dan menangkapmu. Serahkan Miranti kepadaku, kau akan kuampuni!” aku mencoba bernegosiasi dengan Arya. Siapa tahu dia berubah pikiran dan mau menyerahkan Miranti tanpa perlu kekerasan.“Tidak semuah itu bodoh! Kau harus pastikan bisa selamat dari sini. Baru kau bisa membawa Miranti!”“Baiklah, ayo hadapi aku, Arya!”“Bukan aku. Tapi mereka. Ha ...ha ...ha ...” Arya menunjuk kepada anak buahnya yang berbadan besar.“Apa benar polisi mau datang ke sini, bang?” tanya salah seorang anak buah Arya kepada ipar Arya.“Tenang saja. Dia hanya menggertak kita.” Jawabnya.Rupanya mereka gentar. Baguslah, artinya nyali mereka mulai berkurang. Kuharap seperti itu.Aku pandangi wajah bengis mereka satu persatu. Wajah yang tak punya perasaan. Mere
ANAK DAN AYAH BERHADAPAN SEBAGAI MUSUHPOV FAJAR“Jangan kurangajar kamu sama orangtua, Amir! Hormati papah!” jawab Arya tegas. Dia masih berusaha menampilkan sosoknya sebagai orang tua yang ingin dihormati.“Kau tidak pantas untuk dihormati sebagai orang tua, Arya!” ucapku dengan senyum penuh penghinaan.“Jangan mencampuri urusanku, Fajar!” teriak Arya dengan lantang kepadaku. Enak aja, dia pikir kupingku budek apa, ngomong keras banget.“Apa pantas, Amir memanggil papah setelah apa yang papah lakukan kepada mamah?”Kulihat bibir Amir gemetar. Anak itu memang lebih melow daripada kakaknya. Dia tak tahan melihat mamahnya yang sering disakiti oleh papahnya. Bahkan orang yang telah mengandung dan melahirkannya selama sembilan bulan telah dianiaya dan terbujur lemas.Umar melangkah menuju mamahnya. Namun dihalangi oleh Arya.“Jangan menghalangi, atau aku a
KEGILAAN ARYA“Amir! Lagi-lagi kau menghancurkan rencana papah!” teriakan Arya membuatku kesal.“Gak waras kamu Arya! Anakmu bisa mati kalau cangkul tadi mengenainya! Kau ingin membunuh Umar? Dia itu darah dagingmu! Lo yang bikin!” aku berteriak kencang. Rasanya tak percaya ada seorang ayah yang tega menyuruh orang lain untuk membunuh putranya.“Aku tak peduli! Siapapun yang menghalangi rencanaku, harus bersiap untuk mati!” Arya berteriak seperti kesetanan.“Benar-benar gila kamu! apa sebenarnya yang membuatmu jadi buta seperti ini? Kau tak bisa membedakan mana musuh. mana istri dan juga anak-anakmu!” teriakku dengan kesal. Aku kembali menunjuknya dengan kasar.“Itu karena Miranti sudah menantangku! Dia juga sudah mempermalukanku di depan karyawanku. Kalau aku menghabisinya, dia tak akan menggangguku lagi. Semua harta kekayaannya akan jatub ke tanganku!” jawab Arya