Share

Pulang

Penulis: El Baarish
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-07 12:22:55

Namira 5

.

Nami akhirnya bisa bernapas lega saat Bu Kinanti menerimanya sebagai baby sitter dari Hanna. Ia tak lagi harus pusing memikirkan tentang pekerjaan dan cari uang.

Bahkan Bu Kinanti sudah terang-terangan memberitahukan berapa gaji yang akan diterima Namira nantinya.

Kini ia pulang diantar oleh Rangga dan ibunya. Samar Namira tersenyum membayangkan bisa secepatnya bekerja, tapi senyumnya memudar karena kembali teringat bahwa keadaannya masih sakit.

"Kata dokter, wajah kamu gak boleh kena air dulu," tutur Bu Kinanti menghalau senyap yang ada diantara ketiganya.

Rangga yang menyetir, di sampingnya ada Bu Kinanti. Sementara Namira, duduk di belakang, jadi kalau diam-diam mau senyum pun bisa bersembunyi dari mereka.

Apa tadi, gak boleh kena air?

Batin Namira bertanya, tadi subuh ia malah setengah sadar dan langsung wudhu seperti biasa. 

"Rutin minum obat yang tadi saya kasih, olesin juga salepnya ya. Ingat jangan kena air dulu, bisa bernanah nantinya," lanjut Bu Kinanti.

Ia sedikit tahu tentang kesehatan, karena dulu teman-temannya banyak yang kerja sebagai perawat di rumah sakit. Pun dokter sudah mengatakan itu pada Rangga, sebab itulah dokter tak menutup luka Namira dengan perban, karena kalau panas bisa lebih beresiko bernanah. Biar saja terbuka seperti itu, kalau lukanya dirawat dengan baik, dua minggu atau lebih sedikit sudah sembuh.

"Iya, Bu." Hanya itu yang Namira ucapkan.

"Ingat itu! Kasian wajah kamu yang cantik itu kalau dipenuhi bekas luka." Bu Kinanti memperingatkan dengan nada memuji.

Nami hanya tersenyum, lalu melempar pandangan ke luar jendela, di mana kini sudah masuk jalan menuju rumahnya.

Benar apa yang dikatakan ART tadi, Bu Kinanti memang orang baik. Bahkan sebelum pulang, ia menyuruh seseorang untuk membelikannya pakaian baru. Agar setidaknya Nami tidak pulang dengan pakaian yang terkena darah sana sini. Ya, meskipun tidak banyak.

Hanya saja, ia terlihat benar-benar bertanggungjawab atas apa yang menimpanya.

.

"Berhenti di sini, sudah sampai, Bu," kata Namira pada Bu Kinanti. Padahal yang nyetir adalah Rangga, tapi rasanya Namira malas sekali ngomong sama lelaki itu. Dinginnya kebangetan.

"Mana rumahnya?" tanya Bu Kinanti.

"Harus jalan kaki masuk gang depan, Bu." Namira berkata lagi dengan agak berat. Maunya Bu Kinanti hanya mengantar sampai sini, kasian kalau jalan menyusuri gang menuju rumahnya.

Namira sudah bilang seperti itu, tapi Bu Kinanti tetap kekeuh ingin bertemu orangtua Namira. 

"Em … Ibu gak apa-apa jalan kaki?" tanya Namira agak ragu.

Bu Kinanti menautkan sebelah alisnya sambil menatap Namira dengan senyuman.

"Kamu pikir saya gak pernah jalan kaki?" sarkasnya.

"Em … bukan begitu, Bu. Tapi, saya hanya kasian kalau ibu kelelahan."

"Saya itu dulunya juga bukan orang kaya, Nami. Nikahnya aja ketemu sama orang kaya, gak kaya juga sebenarnya, tapi kami berkecukupan, lalu perlahan merintis hingga jadi seperti sekarang." Bu Kinanti cerita sedikit tentang dirinya tanpa Namira minta.

"Dulu pas saya masih gadis, jangankan jalan, naik gunung pun saya jabanin, Nami. Yah … sekarang aja udah tua, rasanya mengurus Hanna saja sudah terasa lelahnya," lanjut perempuan itu.

Rangga turun dari mobil, diikuti Bu Kinanti dan Namira yang tadinya duduk di belakang.

"Ayo, Bu," ajak Nami pada dua orang tamunya.

Nami sudah berjalan di depan, ibarat pemandu jalan. Sementara Rangga dan Ibunya jalan di belakang.

"Ma …," panggil Rangga menyentuh lengan ibunya.

"Apa sih kamu?" tanya sang ibu agak jutek. Bu Kinanti pikir Rangga mau mengeluh tentang jalan sempit dengan bau kurang sedap itu.

"Itu, Ma," kata Rangga pelan.

"Apa?" tanya ibunya lagi.

Rangga menunjuk bagian belakang celana Namira, hingga terlihatlah warna merah oleh Bu Kinanti. Seketika mata perempuan itu membelalak, dan kini ia menatap Rangga.

"Itu, Ma ... itu, Ma. Bilang kek kalau Namira tembus," bisik Bu Kinanti pada putranya.

"Namira …," panggil Bu Kinanti. Lalu, dengan cepat ia melangkah mendekat pada Namira. Ia menarik selendang yang tersangkut di bahu dan melingkarkan pada tubuh bagian bawah Namira, semata agar gadis itu tak menjadi pusat pandangan.

"Sepertinya kamu tembus, Nami," bisik Bu Kinanti pada Namira agar ia sedikit bisa meredam rasa malunya pada Rangga.

Mendengar itu membuat mata Namira membulat sempurna. Ia memegang bagian belakangnya dan berdecak kesal. Kesal bercampur malu.

Kemudian ia teringat sesuatu, jika dari tadi ia sudah tembus, maka ….

Namira dengan selendang melilit tubuhnya itu berlari untuk kembali ke mobil. Karena pintunya terkunci, jadilah ia melihat lewat jendela. Melihat bekas duduknya yang mungkin saja terkena noda darah.

"Maafkan saya. Izinkan saya membersihkannya, Tuan," kata Namira pada Rangga sambil sedikit menunduk.

Rangga malah menatap ibunya.

"Tidak perlu, Nami. Biar saja nanti dicuci sama tukang cuci mobil." Bu Kinanti berkata.

"Tapi … ini memalukan, Bu. Ini kotor, dan itu karena saya." Namira merasa tak enak, karena mobil itu pasti harganya sangat mahal.

"Tidak perlu, Namira."

"Tapi …,"

"Kamu paham kata gak perlu gak sih?" tanya Rangga dengan nada dingin yang membuat Namira terdiam.

Bu Kinanti menatap Rangga yang mulai bertingkah seperti itu, lalu mengajak Namira untuk lanjut jalan.

"Itu Kak Nami, Bu!" teriak Ziyad di teras sambil menunjuk Namira yang berjalan menuju rumah.

Langsung saja wanita yang telah melahirkan Namira itu bangun untuk menyambut anak gadisnya, disusul tangis lega karena akhirnya Namira pulang.

Semalam, Ziyad disuruh mencari kakaknya di cafe tempatnya bekerja. Namun, informasi yang didapatkan di sana adalah bahwa Namira dipecat hari ini dan entah pergi ke mana.

Ziyad mencari ke mana-mana, sama seperti pikirannya yang ke mana-mana. Ia khawatir, jika Namira stress dan nekat mengakhiri hidupnya.

Pulang dengan tak membawa Namira bersama membuat ibunya semakin gundah. Ponsel Namira pun mati, Ziyad coba untuk menghubungi teman-temannya, tapi tak ada yang tau keberadaan Nami.

"Alhamdulillah … Ya Allah … anakku pulang," tangis Ibu Namira pecah di pelukannya.

Bu Kinanti yang melihat itu pun tak tega, sebagai seorang ibu, ia paham bagaimana perasaan Ibu Namira.

"Nami gak apa-apa, Bu. Cuma ada sedikit musibah semalam." Namira mencium kening ibunya berulang kali.

"Nami ke dalam dulu ya, mau ganti," kata Namira sambil terus masuk ke dalam. Sekalian nanti dibuatkan minuman untuk dua tamunya.

Tinggallah Ibu Nami, Ziyad, Bu Kinanti dan Rangga. 

Rangga minta maaf karena telah membuat Nami seperti itu. Ia bilang tak sengaja, dan keluarga Nami memaklumi.

Bu Kinanti juga bilang bahwa saat Namira sembuh, ia akan bekerja di rumahnya sebagai baby sitter. Tak ada masalah bagi ibu Namira, yang penting anak gadisnya sehat dan diperlakukan dengan baik.

"Ziyad, ngapain lagi belum pake baju sekolah?" kata Namira pada adiknya seraya membawa nampan berisi beberapa cangkir teh hangat.

Ziyad langsung bangun dari kursi di ruang keluarga, ia mendekat pada kakaknya saat Nami kembali masuk ke dalam.

"Kakak baik-baik saja, kan?" tanya Ziyad sambil mengamati wajah kakaknya yang masih luka.

"Aman. Kakak gak sesakit itu, cuma perih."

Terdengar helaan napas lega Ziyad, lalu ia memeluk kakaknya.

"Aku sempat berpikir kakak putus asa dan mengakhiri hidup. Pikiran itu bikin aku takut sampai gak bisa tidur, Kak." Remaja kelas tiga SMA itu tak bisa menahan, ia kini menangis.

"Na'uzubillah, semoga Allah melindungi kakak dari hal buruk itu,"

.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 36

    Namira 36.Seminggu sudah Rangga terbaring di ranjang. Lelaki itu jatuh sakit setelah kejadian yang menimpanya dengan Namira.Hanna dirawat oleh asisten rumah tangga, tidurnya sama Keira karena tak tega dibiarkan Hanna tidur sendiri. Kegiatan Keira dan mama pun jadi lebih padat dan sibuk di kantor karena tak ada Rangga.Rangga sedang sakit.Bu Kinanti tetap memberitahu pada Namira bahwa suaminya sedang sakit.Semoga Mas Rangga lekas sembuh, Hanya itu balasan dari Namira, yang tentu membuat mertuanya semakin risau akan keadaan rumah tangga mereka. Namira bahkan tak mengeluh dia menginginkan apa, ia tak lagi banyak bercerita tentang apa yang dia rasakan dan inginkan.Baginya, semua yang terjadi cukup menjelaskan terkoyaknya hati sebagai seorang perempuan.Bukan hal mudah melalui rumah tangga yang dipimpin oleh lelaki yang belum selesai dengan masa lalunya. Belum lagi rasa tak berharga dirinya saat Rangga menyentuhnya, tapi menyebut nama perempuan lain.Namira bahkan tak menjenguk suam

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 35

    Namira 35.“Kamu apain Namira?” tanya Bu Kinanti pada putranya yang baru pulang dengan keadaan basah kuyup. Tatapan sang mama seolah siap menerkam. Namun, suaranya tetap ditahan.Langkah Rangga begitu gontai dan lesu. Begitu ia masuk, ia disambut oleh pertanyaan mamanya.Beberapa waktu lalu, Bu Kinanti terjaga karena mendengar tangis Hanna yang cukup keras. Bayi itu seolah paham apa yang sedang terjadi antara mama dan papanya.Wanita paruh baya itu bangun, dan merasa aneh, karena tak biasanya Hanna menangis seperti itu. Apalagi kalau ada Namira di dalam kamar, pasti sudah diam sejak tadi.Tak enak hati, wanita itu keluar dari kamarnya dna mengecek ke kamar Rangga di tempat sekarang bayi itu tidur. Pintu kamar terbuka setengah, seperti tak ada penghuni. Tak biasanya pintu kamar mereka dibuka seperti itu. Lalu, Bu Kinanti masuk setelah beberapa kali mengetuk dan memanggil tapi tak ada sahutan.Betapa terkejutnya wanita itu saat melihat kamar yang kosong, hanya ada Hanna di ranjang keci

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 34

    Namira 34.Namira mengikuti Rangga setelah ia minta tolong pada sopir yang sudah terjaga, karena memang waktunya sudah hampir subuh.“Ikutin, Tuan Rangga ya, Pak!” kata Namira saat ia naik mobil.Sopir keluarga itu hanya diam dan sejenak menatap Namira bingung. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada majikannya, tapi tetap merasa ada hal yang tidak beres. Namun, sebagai pekerja, ia tetap harus menuruti permintaan majikannya.Mobil melaju membelah jalanan yang nyatanya tak sesepi itu juga, meskipun tak padat seperti siang hari.Namira mulai menangis dan memalingkan wajahnya ke jendela. Hatinya sakit melihat Rangga yang terbangun langsung pergi setelah apa yang terjadi semalam. Seolah memang tak ada kesenangan sama sekali. Seolah memang ia tak ada harganya sama sekali.Pak sopir masih fokus mengendarai. Ia juga tak bertanya atau berbicara, karena keadaan yang terbaca sungguh tak memungkinkan.Sempat terlintas di benaknya ingin menghubungi Bu Kinanti untuk memberitahu bahwa Namira dan Rangg

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 33

    Namira 33.Tujuh bulan sudah usia pernikahan Rangga dan Namira, tapi lelaki itu masih belum menunjukkan sikap yang seharusnya pada sang istri.Rangga masih abai dan kerap tak acuh pada Namira, bahkan saat Hanna sedang bersama Namira, yang diajak bicara hanya Hanna. Namira seolah dianggap tak ada di dekatnya.Lain lagi saat mereka bersama sang mama, Rangga bersikap layak pada Namira.Pun Namira sangat sering ditanyai Bu Kinanti tentang hubungan mereka, tapi gadis itu kerap kali berbohong dan mengatakan mereka baik-baik saja. Namira hanya ingin ia sendiri yang nantinya bisa mengetuk pintu hati Rangga untuk dibuka untuknya.Namira hanya terhibur dengan Hanna, atau saat ia bertanya pada adiknya.“Kuliahnya gimana?” tanya Namira.“Lancar, Kak. Bu Kinanti baru aja ngirim uang saku. Uang semester juga udah dilunasin,” kata Ziyad.Lega sudah pikiran Namira.Ia sendiri belum bisa bilang cinta, meski jujur setiap kali melihat Rangga ada debar yang berbeda dalam hatinya. Setiap kali Rangga meng

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 32

    Namira 32.“Dan … pada akhirnya Cinderella pun hidup bahagia bersama sang pangeran.”Namira mengakhiri cerita dongeng legendaris itu pada Hanna. Bayi itu pun mulai tertidur setelah Namira manjakan sambil puk puk dan cerita.Sejak Namira menjadi ibu sambungnya, Hanna diminta untuk tidur bersamanya, tak lagi tidur sendirian di kamar bawah. Hal itu diminta Namira agar ia lebih mudah mengurusi anak itu.Ia juga takut karena Hanna sudah lancar berjalan dan mulai memanjat apa yang ada. Namira takut jika Hanna memanjat tempat tidur dan malah jatuh kalau dibiarkan dia tidur sendirian.Pun, di ranjang yang luas itu, Namira hanya tidur sendirian. Tanpa pelukan hangat dari Rangga, tanpa perlakuan manja sebagai suami istri semestinya.Rangga masuk ke kamar, sekilas ia melirik Hanna yang sudah tertidur. Ia mendekat padanya perlahan, dan mencium pipinya yang menggemaskan itu. Sempat tatapan Rangga dan Namira bertabrakan karena jarak mereka yang dekat. Namun, Rangga segera mengalihkan pandangan ta

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 31

    Namira 31.Keesokan harinya, usai makan siang di hotel, Rangga mengantar keluarga Namira untuk kembali ke rumahnya.Rangga masih ingat jalannya yang sempit dan masuk gang. Ia juga masih ingat bau sampah yang sedikit mengganggu indera penciumannya. Namira memang tinggal di daerah yang bukan tempat tumpukan sampah sebenarnya, tapi tempat di mana orang-orang di sekitar mengumpulkan barang rongsokan untuk dijual kembali.Mereka tiba di rumah Namira. Anak-anak yang sedang mengumpulkan botol minuman bekas sejenak menghentikan aktivitasnya saat melihat mobil Rangga berhenti di depan gang.Terlihat jelas raut wajah mereka yang senang melihat kedatangan orang kaya di perkampungan mereka.Wajah dekil bercampur keringat yang membuat Rangga iba. Ia juga melihat sebagian dari mereka masih mengenakan pakaian sekolah yang sudah kusam dan mungkin bau.Rangga mengeluarkan dompetnya, lalu ia ambil beberapa lembar uang untuk diberikan pada mereka. Sebelumnya, Rangga menatap Namira untuk meminta pendapa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status