Share

Di mana Ini?

Author: El Baarish
last update Huling Na-update: 2025-06-07 12:22:13

Namira 4

.

Pintu diketuk dari luar, terdengar suara seorang wanita paruh baya di luar sana. 

"Kamu sudah bangun?" tanya wanita itu.

Namira yang sedang duduk di depan cermin itu menoleh, dan melangkah menuju pintu.

Tadi ia sedang melihat wajahnya yang terluka. Subuh tadi, saat alarm alami tubuhnya memberi sinyal, ia terbangun. Awalnya ia bingung karena terbangun di kamar mewah, dengan kasur yang empuk. Lalu, ia merutuki dirinya mengingat semalam ia tertidur di dalam mobil lelaki itu. 

Seketika ia memeriksa bagian berharga dari tubuhnya, sepertinya memang tak ada yang berbeda. Tak ada yang berubah dalam dirinya. Sebagai seorang gadis, ia merasa sangat khawatir jika yang membawanya ke sini bukanlah orang baik seperti yang terjadi di film-film.

Dalam kondisi setengah sadar itu, ia bangun dari tidurnya, dan melangkah ke kamar mandi. Lalu, ia berwudhu seperti biasa, hingga saat ia merasakan perih, ia baru ingat bahwa wajahnya masih terluka.

Dari semalam, yang ia rasakan hanya perih, hingga pagi ini ia baru bercermin melihat wajahnya. Wajah cantik yang bagian sebelah kanan dari dahi hingga pipi memerah karena tergores aspal jalanan.

Ia perhatikan baik-baik wajahnya, kulitnya terkelupas hingga menyisakan merah dan berair. Darah sudah tak lagi mengalir dari sana, tapi matanya masih sedikit lebam.

"Sudah," jawabnya sambil berjalan ke pintu.

Namira membuka pintu, dan terlihatlah wajah wanita paruh baya itu dengan jilbab kurung menutupi dada. Wanita itu berdiri menatapnya sambil tersenyum.

"Ibu suruh makan, Nak. Sudah ditunggu di ruang makan," katanya lagi.

Sejak tadi Namira mengamati isi kamar yang ia tidur semalam. Ia hanya menyimpulkan sepertinya ia sedang berada di rumah orang kaya. Syukurlah ia tak hanya berdua dengan lelaki itu bermalam di sini, setidaknya ada ibunya dan asisten rumah tangga di sini.

"Saya malu, Mbok, saya mau pulang saja." Namira berkata. Ia memang sudah mengumpulkan kekuatan untuk pulang.

Tadi ia sudah memeriksa ponselnya, dan sayangnya benda itu dalam keadaan mati. Ponselnya memang sudah buluk, cepat seklai habis daya. Ponsel yang baru sudah diberikan untuk Ziyad, karena ia lebih membutuhkannya untuk belajar dan mencari informasi tentang beasiswa.

"Gak apa-apa, Nak. Ibu sudah menunggu di meja makan. Tenang saja, Bu Kinanti orang baik, Nak. Mari saya antar," kata wanita itu lagi.

Dengan rasa sungkan, akhirnya Nami mengikuti wanita itu. Hingga akhirnya ia berdiri seperti patung di hadapan lelaki yang menabraknya semalam dan ibunya yang tengah makan.

Sementara wanita yang berstatus sebagai ART itu langsung pergi entah ke mana.

"Kenapa hanya berdiri di situ, Nak? Ayo makan sini!" ajak ibu dari lelaki itu.

Sekilas Namira tersenyum ramah pada perempuan itu, lalu ia menatap lelaki yang tidak ia tahu namanya itu. Lelaki yang bahkan tak terusik akan kehadirannya, ia tetap melanjutkan makan seperti tak ada orang lain di situ.

Selain sakit, Namira juga merasa sangat lapar sebenarnya. Namun, kondisinya, suasananya sama sekali tak seperti yang ia bayangkan.

Akhirnya Namira duduk di samping ibu dari lelaki itu, karena perempuan itu menyuruhnya untuk mendekat dan duduk di sampingnya. Bahkan ia menyendok nasi untuk Namira, entah karena apa. Mungkin merasa bersalah atas kesalahan anaknya. Namun, Namira sama sekali tak nyaman dilayani seperti itu.

"Makanlah yang banyak, kamu butuh tenaga untuk sembuh," kata ibunya.

Namira akhirnya makan, karena saking laparnya. Namun, ia tetap menjaga etika sedang di rumah orang.

"Siapa namamu?" tanya perempuan itu.

"Namira, Bu," jawabnya.

"Nama panjang?"

"Iya, hanya Namira, Bu. Biasanya dipanggil Nami."

Perempuan itu hanya mengangguk tersenyum.

"Maafkan anak saya ya, katanya dia juga gak sengaja nabrak kamu." Perempuan itu menyampaikan permintaan maaf anaknya.

Namun, pelakunya malah diam membisu.

Semalam, Rangga keliru tentang alamat yang sudah disebutkan Namira, lalu saat ia bertanya lagi, gadis itu malah tertidur. Ia sudah coba membangunkannya, tapi Namira tertidur pulas. Rangga pun tak tega untuk benar-benar membangunkannya.

Hingga akhirnya Rangga memutar arah dan pulang ke rumahnya. 

Mau diantar dan bertanya pada orang lain pun, Rangga takut akan menjadi fitnah. Seorang gadis tertidur di dalam mobilnya, apa kata orang nantinya?

Yang ada mereka malah nuduh duluan, tanpa mau melihat Namira yang terluka.

Bahkan saat Rangga menggendong Namira masuk ke rumahnya, ia sudah diserbu kekhawatiran dan pertanyaan dari ibunya.

"Siapa dia?"

"Kamu apakan dia?"

"Kalian gak macam-macam kan?"

Begitulah ibunya khawatir. Setelah Rangga menjelaskan, barulah sang ibu paham.

Namira mengangguk saja, namanya juga musibah. Masih syukur hanya lecet-lecet di kaki, tangan, dan paling parah adalah bagian wajah.

"Gak apa-apa, Bu."

.

"Kita antar Namira pulang ya," kata Bu Kinanti pada anaknya.

Namira bilang, ia mau pulang setidaknya untuk memberi kabar pada ibunya bahwa ia baik-baik saja.

Rangga yang sedang memasukkan beberapa peralatan olahraga itu malah menoleh ke samping, lalu ke belakang.

Tidak ada siapa-siapa di sana selain ART dan seorang bayi kecil yang didorong dengan troli bayi. Mereka sedang jalan-jalan menghirup udara segar di taman rumah ini.

"Kamu Rangga … jangan noleh sana sini," kata perempuan itu dengan tegas.

Ah, Namira bahkan baru tahu kalau namanya adalah Rangga.

"Kenapa aku, Ma? Sopir kan ada!" katanya keberatan.

Jleb. Penolakan itu benar-benar membuat Namira makin sungkan. Memangnya Namira meminta untuk ditabrak olehnya? Kok kesannya sepert sengajai merepotkannya?

"Rangga …," panggil ibunya.

Lelaki itu menatap ibunya saat ia berbicara. Sementara Namira yang berada di samping ibunya hanya menunduk. Sudahlah, semoga cukup hari ini saja Namira bertemu dengan lelaki itu.

"Yang nabrak itu, kamu, Nak. Kalau sampai Nami kenapa-napa gimana? Coba kamu bayangin perasaan keluarganya," kata Bu Kinanti.

Rangga hanya diam.

"Ingat … Rangga, kamu bahkan memecat sopir kita karena takdir Zhara!" katanya lagi.

Makin ke sini Namira makin tak mengerti. Ia hanya ingin pulang.

Rangga akhirnya mengalah, dan bersiap untuk mengantar Namira diikuti ibunya.

Tiba-tiba wanita paruh baya yang tadi mendorong troli bayi itu datang menghampiri kami. Raut wajahnya bahkan terlihat tak enak saat akan berbicara.

"Maaf, Bu. Yang kemarin saya bilang mau kerja jaga Hanna di sini, rupanya dia batalin, katanya udah menemukan tempat kerja yang lebih dekat di kampung. Mohon maaf sekali lagi, Bu, Tuan," katanya.

Bu Kinanti diam dan menarik napas panjang. Sementara Rangga juga terlihat gusar.

Namira yang mendengar itu, mencoba mencocokkan informasi. Lalu, ia beranikan diri untuk bertanya.

"Maaf, Bu. Apa ibu lagi nyari baby sitter?" Namira bertanya. Sungguh, ia sudah mengumpulkan nyalinya untuk itu.

"Iya, Nami. Sulit sekali menemukan yang cocok dengan Hanna," keluhnya.

Langsung saja mata Nami berbinar. Rasanya sakitnya perlahan hilang, lalu ia coba untuk menawarkan diri. Sudah lelah ia mencari pekerjaan dari kemarin.

Mungkin ini yang namanya musibah mendatangkan hikmah.

"Bagaimana kalau saya saja yang menjaga Hanna, Bu? Saya baru memang lagi cari pekerjaan," tawar Namira.

Sejenak Bu Kinanti menatap Rangga, dan lelaki itu hanya diam. Ia menyerahkan semua keputusan pada ibunya.

"Baiklah, asalkan kami bisa dan siap bekerja," kata Bu Kinanti.

Cepat Nami mengangguk sambil tersenyum lega.

"Sekarang pun saya siap, Bu," katanya dengan semangat.

Bu Kinanti menggeleng, dan tertawa kecil.

"Setidaknya sampai kamu sembuh dulu, Nami. Saya terima kamu jadi baby sitter Hanna. Tapi, sekarang kamu saya antar pulang dulu, takutnya ibu kamu nyariin."

.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 12

    Namira 12."Kamu pasti bosan ya di rumah terus?" tanya Namira pada Hanna yang kini ia ajak jalan-jalan mengitari sekitaran kompleks perumahan elit itu.Hanna sudah dimandikan, sudah wangi, ia mengenakan baju warna pink dipadu dengan penutup kepala berbahan wol, juga kaus kaki untuk menutup kakinya. Namira takut jika udara di luar membahayakan kesehatan Hanna, tapi ia juga mengerti bahwa Hanna sepertinya bosan di rumah terus.Sejak tadi bayi mungil itu rewel, padahal semua sudah Namira lakukan. Namira terus mendorong troli bayi sambil bercerita dan mengenalkan banyak hal pada Hanna."Nanti kamu kalau udah gede, sekolah juga seperti kakak kakak itu."Namira berhenti sejenak dan menunjuk beberapa remaja yang tampaknya baru pulang sekolah atau pulang les. Mereka mengenakan seragam sekolah elit yang tentu biayanya sangat mahal untuk Namira.Gadis itu kembali berjalan bersama Hanna, lalu ia menunjuk ke sebuah halaman rumah orang, di mana beberapa anak kecil sedang main bola bersama.Seper

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 11

    Namira 11."Rangga … Serangga! Di mana lo?"Sudah menjadi kebiasaan Ervan, kalau manggil Rangga malah teriak-teriak. Bu Kinanti pun sudah terbiasa, dan tak masalah dengan itu, karena Ervan memang seperti itu, ada waktu untuk serius ada waktu bercanda."Apaan sih lo? Teriak-teriak kek di hutan!" tegur Rangga.Ervan hanya nyengir.Pagi-pagi sekali Ervan sudah berada di rumah Rangga."Nih," Ervan menyodorkan sekotak sandwich dan nasi goreng untuk Rangga."Siapa yang masak? Pacar lo?" tanya Rangga."Bukan," jawab Ervan."So?" tanya Rangga lagi"Pacar lo!" kata Ervan terkekeh."Van …," ucap Rangga dengan nada serius. Ia tak suka dibecandai tentang pacar, tentang status hatinya. Karena Zhara masih bertahta di sana, dan tak akan ada yang bisa menggantikan posisi itu."Becanda. Raline. Dia tadi ke rumah gue, niatnya mau sarapan bareng. Tapi keburu ditelpon job," jelas Ervan."Owh," kata Rangga sambil mengendikkan bahu. Ia kembali membuka kotak makanan itu, dan tercium lagi aroma enak dari s

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 10

    Namira 10."Hanna … ternyata kita sama nasib ya, tapi beda takdir, haha." Namira sedang duduk di bangku taman, menikmati pemandangan hijau warna warni sambil menghirup udara segar di sekitarnya. Hanna baru saja dimandikan setelah makan pagi dan minum susu, kini ia diajak Namira jalan-jalan di taman samping rumah.Namira merasa hidupnya sedikit lebih berwarna sejak bertemu dengan Hanna. Entahlah, meskipun Hanna belum bisa mengerti, tapi Namira sering bercerita banyak hal pada bayi itu.Hanna dijadikan seperti temannya. Teman tidur, teman cerita, teman jalan-jalan. Namira terlalu sibuk dengan keadaan hidupnya, hingga hampir tak punya kesempatan untuk menghabiskan masa muda. Ia bahkan jarang sekali nongkrong atau reuni dengan teman-teman sekolahnya.Namira sibuk bekerja agar saat gajian tak ada potongan gaji."Kita sama karena tidak memiliki orangtua yang lengkap. Aku gak punya ayah, Hanna. Sedangkan kamu gak punya mama. Tapi kamu terlahir dari keluarga yang kaya, jadi tak perlu pusing

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 9

    Namira 9.Setelah kejadian itu, hidup Rangga terus berlanjut, tapi dengan kehidupan yang berbeda. Ia jadi lebih pendiam dan dingin dalam banyak suasana. Tak lagi hangat seperti dulu. Hanya dengan orang-orang tertentu dia bisa akrab.Setelah tahlilan Zhara selesai, Rangga semingguan mengalami demam parah yang membuatnya terasa sekarat, seperti akan mati. Jiwanya yang mati, dibawa pergi bersama Zhara. Semangat hidupnya yang layu, karena yang membuatnya bersemangat telah pergi.Ia sering mengigau tentang istrinya, bahkan tengah malam datang ke makam istrinya dan menangis di sana."Aku sangat mencintai Zhara Abi, Ummi," kata Rangga pada kedua orangtua Zhara.Mertuanya hanya mengangguk. Tanpa dijelaskan pun, mereka tau bagaimana cinta Rangga untuk almarhum putrinya.Saat itu Ummi dan Abi Zhara mengunjungi cucunya, dan begitu terluka saat melihat keadaan Rangga yang lemah terkapar di ranjang king size di kamarnya."Ini takdir kita, Nak. Allah lebih sayangkan Zhara. Allah sedang mengajarkan

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 8

    Namira 8."Gapapa ya, Sayang?" tanya Rangga dengan ragu pada istrinya. Sebenarnya ia tak tega menolak ajakan Zhara, sang istri untuk periksa kehamilan sebelum tiba waktu lahir yang hanya tinggal menghitung hari."Gapapa kok, Mas. Lagian ada sopir, kan. Aku pergi sama Pak Ihsan saja," kata Zhara pada suaminya.Zhara tak masalah, ia mengerti kesibukan sang suami. Meskipun ia tadi sudah berjanji akan mengantarkannya ke rumah sakit, tapi mau bagaimana lagi, Rangga sedang sibuk-sibuknya di perusahan karena ia akan diangkat menjadi CEO di perusahaan yang dulu dibimbing oleh orangtuanya.Bu Kinanti sendiri masih menjadi Direktur Utama yang bekerja sama dengan para direksi lainnya, juga pemegang saham di perusahaan.Zhara mengeluh perutnya sudah semakin sering kram, ia hanya ingin tau apakah bayi dalam kandungannya secepatnya ingin lahir atau bagaimana. Namun, ia juga mengerti posisi Rangga, sudah terlalu lama ia menunggu untuk jabatan itu.Orangtua Rangga tidak dengan mudah memberikan jabat

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 7

    Namira 7."Halo Hanna, Sayang. Kangen sama papa ya?" Rangga yang baru pulang kerja, datang menghampiri Hanna yang sedang main bersama Namira di ruang khusus main. Ada banyak boneka, mobil-mobilan, dan mainan lain di sana.Namira duduk di atas karpet berbulu yang terhampar, sengaja didesain khusus untuk Hanna yang masih merangkak agar lututnya tidak lecet.Di kamar Hanna juga banyak sekali boneka, mainan-mainan yang digantung di dinding, juga buku-buku dongeng tertata rapi di rak buku.Namira masih ingat, saat dulu ia diajak ke pasar oleh ibunya. Saat tiba di toko mainan, kakinya terhenti dan matanya sontak menatap boneka beruang berwarna pink yang memeluk bantal love. Namira benar-benar tak bisa memindahkan pandangannya dari sana.Namun, akhirnya ia kembali berjalan saat menyadari ibu menatapnya sendu.Ibunya hanya diam. Bahkan tidak berani untuk bertanya dia suka atau enggak boneka itu, dia mau atau enggak, karena tahu akan lebih menyakitkan kalau sudah ditanya tapi tak mampu dipen

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status