Share

Seorang Ervan

Author: El Baarish
last update Huling Na-update: 2025-06-07 12:21:29

Namira 3

.

Rangga akhirnya bisa pulang setelah lembur menyelesaikan pekerjaannya. Ia keluar dari ruangnya dan mendapati temannya sedang melamun sambil tersenyum di sebuah sofa yang diletakkan di suatu sudut lantai 17 itu.

Rangga mengamatinya, lalu ia mendekat dan sepertinya Ervan tak menyadari kehadirannya. Hingga Rangga mengeluarkan sesuatu dari saku jas yang ia pegang di tangannya.

"Woi lagi jatuh cinta sama Ayang ya? A … yang ke berapa?" kekeh Rangga menggodanya. Pasalnya Ervan memang terkenal playboy. Hari ini dia sama cewek ini, besok bisa jadi udah sama yang lain.

Usianya sama seperti Rangga, tapi ia belum menikah sama sekali. Padahal uangnya banyak, karirnya bagus, wajahnya banyak dipuja oleh kaum hawa.

"Sialan lo, Serangga!" umpat lelaki itu karena terkejut. Ia berjongkok dan mengambil pulpen yang terjatuh di lantai, yang tadi sempat membuatnya terkejut dan menghentikan slide hayalan dalam memorinya.

Ervan melemparkan kembali pulpen pada Rangga, dan berjalan lebih dekat padanya.

Keduanya memang sudah berteman cukup lama, bahkan sejak masih kecil, karena mereka tetanggaan. Kini malah hubungan itu semakin dekat karena pelebaran bisnis dan kerja sama di dua perusahaan.

Milik orangtua Rangga dan orangtua temannya itu. Sayangnya, papa Rangga sudah meninggal yang membuat perusahaan itu kini dipimpin olehnya.

Serangga adalah panggilan untuk Rangga dari Ervan, karena mereka memang sudah terbiasa bergurau, tapi tak melampaui batas. 

"Siapa?" tanya Rangga pada temannya itu.

"Apa?" Ervan malah tanya balik.

"Siapa yang bikin lo senyum-senyum?" Rangga memperjelas pertanyaan.

Sejenak Ervan terdiam, perasaannya masih terlalu belum jelas.

"Jasmine," jawabnya. Ia menyebut nama pacarnya saat ini.

"Bau-bau mau nikah nih," kekeh Rangga.

"Ribut lo! Sana pulang, ganggu aja orang lagi halu!" usir Ervan dengan mengibaskan tangannya.

Rangga malah tertawa, bahkan sampai ia tiba di depan pintu lift pun masih menertawakan temannya itu, karena tak bisanya ia memikirkan gadis yang ia pacari, apalagi sampai senyum-senyum tak jelas seperti itu.

Biasanya mah, gadis-gadis itu yang datang menemui Rangga karena ingin ketemu sama Ervan, saat lelaki itu mengabaikan chat dan telepon mereka.

.

Rangga terus mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang lumayan. Satu tangan memegang stir, sementara satu lagi memijit kepala yang terasa berat. Berat oleh rindu.

Ia begitu merindukan istrinya, juga buah cinta dari mereka yang kini pasti sedang menunggunya di rumah. Hanna, bocah yang belum genap satu tahun itu pasti tak mau tidur jika Rangga tidak menemaninya tidur.

Seolah sudah menjadi kebiasaannya, Hanna selalu menunggunya pulang di pukul delapan malam, lalu Rangga akan memeluknya, menciumnya dan bermain sebentar dengannya, hingga akhirnya bayi itu tertidur pulas.

Ia ingat saat istrinya bilang tidak mau mengetahui jenis kelamin bayi dalam kandungannya. Biar surprise katanya.

"Kalau nanti dia laki-laki, maka anak ini akan mewarisi ketampanan dan kegagahanmu," kata Zhara waktu itu.

"Kalau dia perempuan, ia akan mewarisi kelambutan dan kecantikan kamu, Sayang," balas Rangga, lalu ia memeluk istrinya, mengelus perut buncit itu yang karenanya setiap malam Zhara susah tidur.

Rangga tersenyum, tapi seolah ada tangis yang menggantung di ujung matanya. Ia masih setia dengan bayang-bayang dan kenangan indah bersama sang istri.

Ia begitu rindu dan rasanya ingin cepat bertemu.

Rangga tenggelam dalam kenangan dengan lamunan, hingga ia memekik dan kakinya menginjak rem tiba-tiba saat melihat seorang gadis menyeberang di depan mobilnya. Entahlah, padahal ia tak terlalu ke tengah jalannya.

Rangga masih berusaha mengendalikan laju mobilnya dengan rem, tapi ia tak bisa banyak mengelak, hingga gadis itu terjatuh ditabrak mobilnya.

Seketika jantung Rangga berdebar cukup kuat, tangannya dingin dan gemetar, juga dipenuhi keringat di dahinya. Ia begitu ketakutan. Sialnya kaki juga ikut bergetar, setelah ia sadari rupanya ia masih trauma dengan kejadian yang lalu.

Rangga memejamkan mata, ia tak boleh menjadi peng*cut yang lari dari tanggungjawab. Ia memegang dadanya untuk menetralkan degup jantung. Lalu, tanpa menunggu lagi, ia segera keluar dari mobil dan memeriksa korbannya.

Langkah Rangga sejenak terhenti di hadapan tubuh yang tergeletak itu, masih gemetar tangannya. Kemudian ia kembali menggunakan kewarasannya, tangan yang bergetar itu bergerak membalikkan tubuh gadis itu.

Rangga bernapas dengan lega, karena saat wajah itu ia balikkan, tak ada darah yang banyak di sana. Namun, kondisi gadis itu pingsan.

Dengan sisa ketakutan dan kewarasan, Rangga mengangkat tubuh gadis itu ke mobil. Ia harus segera membawanya ke rumah sakit. Apa pun nantinya, yang penting korban itu harus segera mendapat pertolongan.

Rangga berbalik arah mengendarai mobilnya menuju rumah sakit terdekat.

.

"Itu hanya luka biasa, Pak, hanya tergores aspal. Tidak ada luka parah atau pembekuan darah di otaknya. Jadi, tidak perlu dirawat. Nanti kalau dia sadar, Bapak boleh bawa dia pulang." Dokter menuturkan kondisi pasien yang dibawa Rangga.

"Tapi, kenapa dia masih pingsan, Dok?"

"Itu karena dia syok aja, efek terkejut, dan biasanya itu tak akan lama."

Rangga hanya menganggukkan kepala. Ia lega, dan hanya menunggu gadis itu sadar nantinya.

Lelaki itu kembali ke ruang rawat setelah mengambil beberapa obat yang diresepkan dokter.

Rangga duduk di sofa, lalu berjalan mengamati keadaan gadis itu dan duduk lagi. Hingga akhirnya ia mendengar gadis itu merintih kesakitan.

"Kamu sudah sadar?" tanya Rangga.

Jelas saja tak mendapat jawaban, karena Namira masih menyesuaikan diri dengan keadaan.

Rangga memanggil perawat lewat bel yang disediakan di ruang itu. Beberapa saat kemudian, perawat hadir dan kembali memeriksa keadaan pasien.

Setelah memeriksa, dan bertanya tentang bagaimana keadaan yang dirasakan Namira, perawat itu mengarahkan untuk minum obat agar nyerinya sedikit terhenti.

Namira menurut saja, ia baru bisa mengingat dengan utuh apa yang terjadi padanya. Dan … ia juga bisa menebak bahwa lelaki dingin di ujung sofa sana adalah orang yang menabraknya.

Syukurlah, lelaki itu membawanya kemari, bukan meninggalkannya di jalan dan lari.

"Istirahat saja dulu beberapa jam, setelah dirasa baikan, kamu boleh pulang," kata perawat itu.

Namira hanya mengangguk. Sementara perawat itu keluar dari ruangan.

Tinggallah Namira dan Rangga di ruangan itu, hanya berdua, dan saling diam, sunyi, senyap.

Hanya pikiran mereka yang terlalu riuh. Namira dengan nasibnya, dan Rangga dengan kerinduannya.

Menit dan jam berlalu, mereka masih sunyi.

"Tolong antarkan saya pulang," kata Namira. Luka di wajahnya masih perih, ia masih sedikit lemas, tapi pusingnya sudah reda. Biarlah nanti ia istirahat di rumah, pun ibunya dan Ziyad pasti khawatir kenapa ia belum pulang.

Rangga hanya mengangguk. Ia kembali meminta bantuan perawat untuk memapah Namira sampai di mobil. Bukan memapah, tapi menemani, karena Namira masih sanggup jalan sendiri. Dan Rangga tentu enggan berdekatan dengannya.

Mereka sudah di mobil membelah jalan raya dalam kondisi yang sunyi, hanya suara dari luar mobil yang terdengar. Sementara mereka berdua tetap diam, seperti menjelaskan bahwa keduanya tak saling mengenal.

"Masih jauh?" Akhirnya Rangga bertanya, setelah tadi Namira bilang jalan ke rumahnya lumayan jauh dari sini.

Namira hanya mengangguk.

"Desa apa, gang yang mana tadi?" tanya Rangga lagi, padahal Nami sudah menyebutkan tadi, tapi Rangga lupa dan takut keliru.

Namun, tak ada jawaban yang ia dengar dari Namira. Saat ia melihat ke samping, rupanya gadis itu sudah tertidur. Mungkin ini efek obat yang diberikan oleh dokter, juga karena rasa lelah dan sakit membuat gadis itu cepat tidur.

Rangga menghentikan mobilnya di tepi jalan. Dengan terpaksa ia menggoyangkan lengan gadis itu perlahan.

"Hei, apa tadi alamatmu?" tanyanya.

Namun, Namira tetap tertidur pulas.

.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 36

    Namira 36.Seminggu sudah Rangga terbaring di ranjang. Lelaki itu jatuh sakit setelah kejadian yang menimpanya dengan Namira.Hanna dirawat oleh asisten rumah tangga, tidurnya sama Keira karena tak tega dibiarkan Hanna tidur sendiri. Kegiatan Keira dan mama pun jadi lebih padat dan sibuk di kantor karena tak ada Rangga.Rangga sedang sakit.Bu Kinanti tetap memberitahu pada Namira bahwa suaminya sedang sakit.Semoga Mas Rangga lekas sembuh, Hanya itu balasan dari Namira, yang tentu membuat mertuanya semakin risau akan keadaan rumah tangga mereka. Namira bahkan tak mengeluh dia menginginkan apa, ia tak lagi banyak bercerita tentang apa yang dia rasakan dan inginkan.Baginya, semua yang terjadi cukup menjelaskan terkoyaknya hati sebagai seorang perempuan.Bukan hal mudah melalui rumah tangga yang dipimpin oleh lelaki yang belum selesai dengan masa lalunya. Belum lagi rasa tak berharga dirinya saat Rangga menyentuhnya, tapi menyebut nama perempuan lain.Namira bahkan tak menjenguk suam

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 35

    Namira 35.“Kamu apain Namira?” tanya Bu Kinanti pada putranya yang baru pulang dengan keadaan basah kuyup. Tatapan sang mama seolah siap menerkam. Namun, suaranya tetap ditahan.Langkah Rangga begitu gontai dan lesu. Begitu ia masuk, ia disambut oleh pertanyaan mamanya.Beberapa waktu lalu, Bu Kinanti terjaga karena mendengar tangis Hanna yang cukup keras. Bayi itu seolah paham apa yang sedang terjadi antara mama dan papanya.Wanita paruh baya itu bangun, dan merasa aneh, karena tak biasanya Hanna menangis seperti itu. Apalagi kalau ada Namira di dalam kamar, pasti sudah diam sejak tadi.Tak enak hati, wanita itu keluar dari kamarnya dna mengecek ke kamar Rangga di tempat sekarang bayi itu tidur. Pintu kamar terbuka setengah, seperti tak ada penghuni. Tak biasanya pintu kamar mereka dibuka seperti itu. Lalu, Bu Kinanti masuk setelah beberapa kali mengetuk dan memanggil tapi tak ada sahutan.Betapa terkejutnya wanita itu saat melihat kamar yang kosong, hanya ada Hanna di ranjang keci

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 34

    Namira 34.Namira mengikuti Rangga setelah ia minta tolong pada sopir yang sudah terjaga, karena memang waktunya sudah hampir subuh.“Ikutin, Tuan Rangga ya, Pak!” kata Namira saat ia naik mobil.Sopir keluarga itu hanya diam dan sejenak menatap Namira bingung. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada majikannya, tapi tetap merasa ada hal yang tidak beres. Namun, sebagai pekerja, ia tetap harus menuruti permintaan majikannya.Mobil melaju membelah jalanan yang nyatanya tak sesepi itu juga, meskipun tak padat seperti siang hari.Namira mulai menangis dan memalingkan wajahnya ke jendela. Hatinya sakit melihat Rangga yang terbangun langsung pergi setelah apa yang terjadi semalam. Seolah memang tak ada kesenangan sama sekali. Seolah memang ia tak ada harganya sama sekali.Pak sopir masih fokus mengendarai. Ia juga tak bertanya atau berbicara, karena keadaan yang terbaca sungguh tak memungkinkan.Sempat terlintas di benaknya ingin menghubungi Bu Kinanti untuk memberitahu bahwa Namira dan Rangg

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 33

    Namira 33.Tujuh bulan sudah usia pernikahan Rangga dan Namira, tapi lelaki itu masih belum menunjukkan sikap yang seharusnya pada sang istri.Rangga masih abai dan kerap tak acuh pada Namira, bahkan saat Hanna sedang bersama Namira, yang diajak bicara hanya Hanna. Namira seolah dianggap tak ada di dekatnya.Lain lagi saat mereka bersama sang mama, Rangga bersikap layak pada Namira.Pun Namira sangat sering ditanyai Bu Kinanti tentang hubungan mereka, tapi gadis itu kerap kali berbohong dan mengatakan mereka baik-baik saja. Namira hanya ingin ia sendiri yang nantinya bisa mengetuk pintu hati Rangga untuk dibuka untuknya.Namira hanya terhibur dengan Hanna, atau saat ia bertanya pada adiknya.“Kuliahnya gimana?” tanya Namira.“Lancar, Kak. Bu Kinanti baru aja ngirim uang saku. Uang semester juga udah dilunasin,” kata Ziyad.Lega sudah pikiran Namira.Ia sendiri belum bisa bilang cinta, meski jujur setiap kali melihat Rangga ada debar yang berbeda dalam hatinya. Setiap kali Rangga meng

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 32

    Namira 32.“Dan … pada akhirnya Cinderella pun hidup bahagia bersama sang pangeran.”Namira mengakhiri cerita dongeng legendaris itu pada Hanna. Bayi itu pun mulai tertidur setelah Namira manjakan sambil puk puk dan cerita.Sejak Namira menjadi ibu sambungnya, Hanna diminta untuk tidur bersamanya, tak lagi tidur sendirian di kamar bawah. Hal itu diminta Namira agar ia lebih mudah mengurusi anak itu.Ia juga takut karena Hanna sudah lancar berjalan dan mulai memanjat apa yang ada. Namira takut jika Hanna memanjat tempat tidur dan malah jatuh kalau dibiarkan dia tidur sendirian.Pun, di ranjang yang luas itu, Namira hanya tidur sendirian. Tanpa pelukan hangat dari Rangga, tanpa perlakuan manja sebagai suami istri semestinya.Rangga masuk ke kamar, sekilas ia melirik Hanna yang sudah tertidur. Ia mendekat padanya perlahan, dan mencium pipinya yang menggemaskan itu. Sempat tatapan Rangga dan Namira bertabrakan karena jarak mereka yang dekat. Namun, Rangga segera mengalihkan pandangan ta

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 31

    Namira 31.Keesokan harinya, usai makan siang di hotel, Rangga mengantar keluarga Namira untuk kembali ke rumahnya.Rangga masih ingat jalannya yang sempit dan masuk gang. Ia juga masih ingat bau sampah yang sedikit mengganggu indera penciumannya. Namira memang tinggal di daerah yang bukan tempat tumpukan sampah sebenarnya, tapi tempat di mana orang-orang di sekitar mengumpulkan barang rongsokan untuk dijual kembali.Mereka tiba di rumah Namira. Anak-anak yang sedang mengumpulkan botol minuman bekas sejenak menghentikan aktivitasnya saat melihat mobil Rangga berhenti di depan gang.Terlihat jelas raut wajah mereka yang senang melihat kedatangan orang kaya di perkampungan mereka.Wajah dekil bercampur keringat yang membuat Rangga iba. Ia juga melihat sebagian dari mereka masih mengenakan pakaian sekolah yang sudah kusam dan mungkin bau.Rangga mengeluarkan dompetnya, lalu ia ambil beberapa lembar uang untuk diberikan pada mereka. Sebelumnya, Rangga menatap Namira untuk meminta pendapa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status