Home / Pendekar / MENANTU SETENGAH DEWA / Kembalinya Kekuatan Hakya

Share

MENANTU SETENGAH DEWA
MENANTU SETENGAH DEWA
Author: Hare Ra

Kembalinya Kekuatan Hakya

Author: Hare Ra
last update Last Updated: 2022-12-01 16:56:32

“Dasar sampah tidak berguna! Bantulah istrimu itu!”

Teriakan dari nyonya Farah mengagetkan Hakya yang saat itu sedang duduk termenung.

“Apa yang harus saya lakukan, Ibu?” tanya Hakya takut-takut.

Plak! Plak!

Dua tamparan mendarat di wajah Hakya. Saking kesalnya nyonya Farah kepada Hakya yang sudah dua tahun menjadi menantunya itu namun tetap tidak bisa melakukan apapun.

“Angkat semua barang-barang dari gudang itu, lihatlah banyak sekali pelanggan!” teriak nyonya Farah kembali.

Memang keluarga Kafka Handria, mertuanya Hakya, memiliki usaha toko kelontong yang begitu besar. Masih pagi seperti ini saja para pelanggan sudah begitu banyak. Kanaya, istrinya Hakya bertugas sebagai kasir di toko tersebut.

Pagi ini, suasana toko begitu ramai. Bahkan semua karyawan tampak kewalahan dengan datangnya pengunjung yang membludak, hal itulah yang membuat nyonya Farah marah kepada Hakya.

“Tolong, ambilkan 5 karung beras!” teriak Kanaya dibalik meja kasir yang membuat nyonya Farah mendorong Hakya dengan sangat keras agar segera menuju gudang.

Pernikahan antara Hakya dan Kanaya terjadi karena memenuhi wasiat dari sang kakek, Askara, yang katanya memiliki hutang budi kepada Hakya yang telah menyelamatkan nyawanya saat Askara sakit keras lima tahun lalu.

Tiga bulan lalu kakek Askara meninggal. Namun, wasiatnya yang beliau tinggalkan adalah Hakya dan Kanaya tidak boleh bercerai dalam kurun waktu dua tahun. Itu artinya, masih ada sekitar enam bulan lagi Hakya menjadi suami Kanaya.

Dan selama menjadi suami istri, keduanya belum pernah melakukan hubungan suami istri, hingga saat ini Kanaya masih perawan.

Kalau bukan karena sebuah wasiat yang menyatakan jika Kanaya dan Hakya bercerai sebelum dua tahun, maka semua warisan Aksara jatuh ke Hakya, mungkin sudah lama Hakya di usir dari rumah itu. Tapi, demi warisan dan juga Kanaya yang memang sangat patuh kepada kakeknya itu, makanya pernikahan mereka masih bertahan hingga saat ini.

Dan juga keluarga Kanaya ingin membuktikan apa yang dikatakan oleh kakek Askara kalau Hakya adalah orang yang hebat, dan dia mampu melakukan semuanya. Bahkan bisa meyembuhkan orang yang sakit.

“Aduuuh!”

Hakya berteriak kesakitan saat dia mencoba mengangkat satu karung beras, dan dia terjatuh berkali-kali karena rasanya dia tidak memiliki tenaga. Hal itu kembali membuat nyonya Farah marah.

“Kau ini benar-benar tidak berguna! Mengangkat itu saja tidak bisa!”

Berbagai hinaan dan cacian keluar dari mulut ibu mertuanya, membuat Hakya tampak terdiam beberapa saat. Dalam hatinya mengutuk dirinya yang saat ini begitu lemah, dia kesal karena kekuatannya belum kembali.

Memang saat ini Hakya sedang menjalani sebuah ritual, dimana dia akan memperdalam ilmu penakluk api, dengan syarat dia tidak boleh berhubungan badan dengan wanita selama dua tahun, juga selama itu juga tubuhnya menjadi lemah dan tidak berdaya. Hakya mulai menjalani ritual itu adalah enam bulan sebelum dia bertemu kembali dengan Askara dan diminta untuk menikahi Kanaya.

Seharusnya ini adalah hari terakhir Hakya menjalani ritual itu, apalagi kalau melihat wajah cantik Kanaya, rasanya ingin sekali dia melanggar aturan dari ritual tersebut.

“Ini sangat berat, Ibu,” jawab Hakya dengan wajah memelas.

Rasanya tulang-tulang Hakya mau lepas karena berusaha untuk mengangkat barang-barang yang sangat berat itu. Dia sudah tidak sanggup lagi.

“Dasar tidak begrguna!” teriak nyonya Farah sambil mengibaskan kipas yang berada di tangannya sembari kakinya menendang Hakya yang terduduk di lantai.

“Katanya punya kekuatan, nyatanya nol besar. Entah mimpi apa kakek Askara menjodohkan lelaki tidak berguna ini kepada Kanaya,” gerutu nyonya Farah sembari berjalan menuju ke belakang gudang. Sementara itu pembeli sudah mulai sepi, sehingga terlihat Kanaya sedang menghela nafas lega.

Saat Hakya menatap ke arah sang istri, pandangan keduanya bertemu. Kebetulan di saat yang sama Kanaya juga menatap Hakya, dan dengan segera Kanaya memalingkan wajahnya. Seperti biasa Kanaya tidak pernah akan menatap Hakya.

“Pergilah beristirahat.”

Tiba-tiba suara Kanaya sudah berada tepat di belakang Hakya, membuat Hakya menatap Kanaya dengan pandangan yang sulit di artikan. Kanaya selalu memperhatikannya, walaupun sijapnya sangat dingin.

“Kamu selalu membuat aku semakin mencintai kamu, Kanaya,” jawab Hakya pelan sambil menunduk.

“Masuklah sebelum Ibu kembali memarahimu!” ujar Kanaya yang kemudian kembali meninggalkan Hakya menuju meja kasir.

Hakya hanya mengangguk, namun dia tidak mengindahkan Kanaya. Karena dia tahu kalau dia beristirahat lebih cepat, maka ibu mertuanya pasti akan sangat berang.

Hakya kembali mencoba meregangkan otot-ototnya.

“Arrghht! Kemana kekuatan itu. Katanya dua tahun, dan seharusnya hari ini semua sudah kembali normal!” teriak Hakya, namun hanya sebatas dalam hatinya.

Hakya merasa dia telah di tipu oleh Dewa Api, dia merasa sangat kecewa.

Braaak!

“Cepat bersihkan gudang sekarang!”

Nyonya Farah membanting sapu dan peralatan kebersihan lainnya ke hadapan Hakya. Seperti biasa, setelah pelanggan sepi Hakya yang bertugas membersihkan gudang, dan itu harus sampai bersih. Tidak boleh ada debu yang tersisa.

Dengan langkah gontai, Hakya mengambil semua itu dan berjalan menuju gudang.

"Biarkan Hakya beristirahat sebentar, Ibu. Kasihan dia kelelahan," ujar Kanaya di balik meja kasir.

"Diam kau, Kanaya!" teriak Nyonya Farah marah dan melotot ke arah Kanaya.

Hakya mulai membersihkan sampah dan ceceran beras dan tepung terigu yang berceceran di lantai, dan bahkan ada bekas tumpahan minyak juga di lantai. Hal itu membuat Hakya hanya bisa menggelengkan kepalanya, karena dia tahu membersihkan bekas minyak itu adalah hal yang paling dibencinya.

“Ah siapa sih yang buat ceroboh seperti ini, masak minyak sampai tumpah seperti ini?!” kesal Hakya.

Namun, tiba-tiba….

Brrrukkkk!

“Aaarrrrghht!”

Hakya terpeleset saat kakinya menginjak genangan minyak tersebut. Namun, ada hal yang berbeda dari respon tubuhnya, dia terjatuh kepalanya terbentur dan seluruh tubuh Hakya tampak menggigil.

Kepala Hakya rasanya berputar, pandangannya berkunang-kunang seperti banyak sekali bintang-bintang menari diatas kepalanya, hingga akhirnya semua menggelap.

Hakya jatuh pingsan.

Saat malam hari Hakya baru terbangun dari pingsannya, dia tidak tahu berapa lama dia pingsan, dan saat membuka matanya dia sudah berada di dalam kamarnya bersama Kanaya.

Hakya tidak melihat siapapun di dalam kamar itu, hanya ada satu gelas besar air putih yang terletak di atas meja, dan juga ada semacam ramuan berwarna hijau di dalam mangkuk.

Hakya duduk dan merentangkan tangannya, dan dia merasakan hal yang berbeda. Tubuhnya seperti memiliki kekuatan, dan Hakya tidak percaya dengan semua itu. Dia mendekatkan mangkuk yang berisi ramuan itu ke hidungnya dan dari baunya dia sudah paham ramuan apa itu.

“Ini obat untuk keseleo,” gumam Hakya.

Hakya membelalakkan matanya karena ternyata dia sudah mampu mengenali tumbuhan obat seperti sedia kala.

Hakya memejamkan matanya sejenak dengan kedua tangan di depan dada untuk membuktikaan kalau kekuatannya sudah kembali, dan ternyata dia bisa melihat dimana keberadaan sang istri. Ternyata Kanaya masih berada di toko.

Hakya sangat gembira, senyuman tersungging di bibirnya.

“Kekuatanku telah kembali!” teriak Hakya.

Kriet!

Pintu kamar tiba-tiba di buka, dan nyonya Farah tampak menyipitkan matanya saat dia melihat Hakya. Dia heran kenapa saat ini Hakya begitu bersinar.

“Dasar pembohong! Pura-pura pingsan agar tidak disuruh bekerja! Sekarang cepat ke toko!” teriak nyonya Farah kepada Hakya.

****

Hare Ra

Hai...haiii.. selamat datang di karya pertama saya. Terima kasih sudah mampir, semoga suka. Jangan lupa tambahkan ke rak yok..❤️

| 12
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (11)
goodnovel comment avatar
juan effendi
jangan baca di sini ntar ga habis habis....bertqhun tahun
goodnovel comment avatar
Kamarul Zaini
Dukungan dari saya semoga Author terus sukses dengan karya2nya....... lanjutttttt......
goodnovel comment avatar
Handika Pratama
semangat berkarya sehat selalu ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Akhir yang Bahagia

    "Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Prasangka Buruk

    "Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Delapan Jam Kesakitan

    “Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Keadaan Ayah Mertua yang Sekarat Akibat Ilmu Hitam

    Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Tiba Di Tujuan

    “Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Hanaya, Anak yang Luar Biasa

    “Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status