Share

bab 6

Laila menelan ludah. Lalu menatap Bintang dengan takut-takut.

"Kak, berhenti! Aku mau pulang saja. Aku bisa mengembalikan uang yang telah dibayar oleh mereka yang menyewaku menemani karaokean malam ini," ujar Laila lirih.

Bintang menatap nya dengan tajam.

"Kenapa mau pulang? Apa kamu keberatan menemaniku tidur? Jangan khawatir aku akan membayarmu dengan mahal. Berapa hargamu permalam? Sepuluh juta? Dua puluh juta?"

"Kak, hentikan!" pekik Laila. Dia merasa terhina karena ditawar oleh lelaki yang dicintainya.

Bintang yang sedang marah terdiam. Dadanya tampak naik turun, berusaha mengendalikan emosi.

"Sejak kapan kamu menjadi pemandu karaoke? Apa kamu juga melayani tamu di hotel? Jangan-jangan kamu bahkan pernah tidur dengan kakakku?!"

Laila terdiam dan hanya menangis.

"JAWAB, LAILA!"

Bintang memukul setir dengan frustasi.

"Aku mulai bekerja dengan mami Rosa sudah hampir setahun. Dan seperti yang kamu tahu, baru tiga bulan ini aku menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengan kak Bintang."

Bintang menghembuskan nafas kasar.

"Apa kamu pernah tidur dengan kakakku?"

Laila terdiam. Teringat ancaman Satria padanya saat mereka bertemu di tempat rumah sakit kemarin.

"Tidak. Aku hanya pernah melihatnya berjalan dengan temanku seprofesi di lorong hotel."

Bintang menghela nafas. Dia tampak lega. Mereka terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing sampai tampak hamparan laut di hadapan mereka. Bintang melajukan mobilnya melalui pasir pantai dan melewati pohon kelapa yang tinggi dan semak-semak bakau yang rimbun.

Setelah mobilnya berjarak sekitar dua meter dari laut, Bintang menghentikan mobilnya.

Lelaki itu turun dari mobil dan berjalan menuju ke pinggir laut. Berdiri di antara jilatan air laut yang berlomba berlari menuju pasir pantai. Sementara itu Laila mengikutinya dari belakang. Keduanya berdiri berdampingan, menimbulkan siluet sepasang manusia di bawah sinar rembulan yang indah.

Bintang melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya dengan seksama. Arloji itu memendarkan warna hijau karena mengandung zat fosfor. Ternyata sudah jam sebelas lebih. Malam semakin matang dan tidak ada seorang pun di laut ini. Hanya desau angin yang terasa dingin dan membuat daun kelapa di dataran berpasirnya berayun-ayun dalam kegelapan. Seperti tangan se tan yang panjang dan melambai pada dua insan itu.

"La, aku mau kamu keluar dari pekerjaan kamu!" seru Bintang seraya mengubah posisi menghadap ke arah Laila.

Gadis itu menunduk dan membiarkan kakinya bermain dengan air laut. Dia mencari kalimat yang tepat untuk menjawab permintaan Bintang.

"Tapi tidak semudah itu. Aku akan dimarahi oleh Mami Rosa."

"Siapa dia?! Akan kutebus kamu darinya! Berapa pun harganya, akan ku bayar. Yang penting kamu lepas dari pekerjaan kamu."

Laila memandang Bintang dengan antusias. "Sungguh? Apa kak Bintang benar-benar serius denganku?" tanya Laila tak percaya. "Aku perempuan yang penuh noda dan dosa, Kak. Apa keluarga Kak Bintang nanti bisa menerimaku?" sambung Laila lagi.

Bintang meraih tangan Laila dan menggenggamnya erat.

"Aku serius. Aku juga punya banyak salah dan dosa. Hanya Allah saja yang menutupi aibku. Lagipula siapa sih di dunia ini yang tidak pernah berbuat dosa? Siapa sih di dunia ini yang gak punya aib?"

Mata Laila berkaca-kaca.

"Jadi apa yang harus kita lakukan pertama kali?" tanya Laila dengan suara serak.

"Besok, pertemukan aku dengan Mami Rosa. Akan kutebus berapa pun harga mu."

"Baiklah, Kak."

"Apa ibu kamu tahu tentang pekerjaan mu ini?" tanya Bintang.

Laila menggeleng. "Ibu jangan sampai tahu. Aku takut beliau marah dan terkena serangan jantung."

Bintang terdiam. Dia menghela nafas panjang. Paru-paru nya seakan mengerut sedari tadi semenjak dia mengetahui pekerjaan Laila yang sebenarnya. Dan karena itu, Bintang merasa membutuhkan oksigen yang lebih banyak lagi.

"Apa kamu tidak tersiksa melakukan pekerjaan ini?"

Laila menunduk. "Aku tersiksa, Kak. Tapi aku butuh uang yang tidak sedikit untuk keluargaku."

"Kalau begitu, kamu kerja sama dengan kakak lelakiku. Kak Satria."

Mata Laila membulat. "Tapi aku belum lulus kuliah."

Laila sebenarnya takut kalau Satria berbuat macam-macam padanya mengingat apa yang pernah Satria lakukan padanya.

"Jangan khawatir, aku akan mengatakannya pada Kak Satria agar menerimamu bekerja di kantornya walaupun kamu belum wisuda."

"Apa nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa. Apa kamu bisa keahlian khusus?"

"Kakakmu bekerja di perusahaan apa?"

"Properti."

"Aku bisa mempromosikannya. Aku punya skill yang bagus untuk membujuk orang supaya membeli produk yang aku jual."

"Bagus. Kita bisa bicarakan itu besok. Sekarang aku antar kamu pulang dulu," sahut Bintang seraya membalikkan badannya hendak kembali ke dalam mobil. Laila bernafas lega, karena Bintang tidak jadi mengajak nya ke hotel.

"Tunggu, Kak!" seru Laila tanpa sadar meraih tangan Bintang. Bintang membalikan tubuhnya dan menatap ke arah Laila dengan pandangan yang sukar dilukiskan.

"Kenapa? Jangan bilang kamu pengen ke hotel dengan ku?" tanya Bintang tergelak.

Laila tersipu malu. Untung saja saat itu malam, kalau siang, mungkin wajahnya sudah tampak seperti kepiting rebus.

"Enggak, Kak. Aku cuma ingin menegaskan apa keluarga Kak Bintang, khusus nya orang tua, akan menyetujui tentang hubungan kita?" tanya Laila ragu.

Bintang tersenyum, tangan kanan nya terangkat mengelus rambut Laila.

"Papa dan mama ku sudah meninggal sejak tiga tahun lalu. Karena itu sekarang kak Satria menjadi pemilik perusahaan warisan dari papa dan mama. Dan aku rasa, kak Satria akan menyetujui apapun pilihanku, La. Kamu tenang saja."

Laila mengangguk dan tersenyum lega. Bintang menatap nya lekat dan Laila membalas nya. Bintang dan Laila semakin mendekat kan wajah mereka.

Laila memejamkan mata saat Bintang mencium kening Laila perlahan. "Ayo kita pulang, sebelum aku bertindak lebih jauh lagi karena tidak dapat menahan diri, La," ujar Bintang, berlalu dari hadapan Laila yang terpaku.

Dia tersenyum malu karena mengira Bintang akan mencium bib*rnya. Tapi ternyata Bintang mencium dahinya.

***

Laila baru saja bangun tidur saat didengarnya suara bel di pintu depan berbunyi.

Dengan mencuci muka dan gosok gigi sekilat mungkin, Laila bergegas membuka pintu.

"Pak Satria?" tanya Laila kaget saat melihat Satria yang tersenyum menyeringai padanya begitu dia membuka pintu rumah.

Next?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status