Share

Kembali ke Hotel

Di luar hujan turun begitu deras. Disertai angin yang berhembus kencang. Di dalam mobil. Ryana duduk termangu, sambil memangku dagunya. Dia menangis sambil melihat keluar kaca. Melihat orang-orang yang tengah berteduh di emperan toko pinggir jalan.

Dadanya terasa sesak. Saat kembali membayangkan hal yang baru saja terjadi. Masih tak menyangka jika semua itu terjadi padanya. Ryana di khianati. Bahkan lebih parahnya oleh sahabatnya sendiri. Orang yang sudah selama lima tahun ini bersamanya. Dan sekarang malah mengkhinatinya!

“Nona tidak apa-apa?” sang supir bertanya saat dengan tak sengaja tadi melihat Ryana menangis dari spionnya. Dia khawatir. Takut, sesuatu yang buruk terjadi pada nonanya. Mungkin sakit?

“…Nggak, Pak. Saya nggak kenapa-napa,” sahut Ryana sambil mengusap air mata.

“Tapi, Nona, anda menangis,” kata supir itu lagi sambil menatap kembali wajah Ryana melalui spion depannya.

“Cuma kelilipan debu, Pak. Jadi ngeluarin air mata. Sebentar lagi juga baikan sendiri,” bohong Ryana.

Namun, supir yang bernama Pak Asep itu tak lantas percaya. Matanya terus menyelidik ke wajah Ryana, yang sangat jelas mengguratkan kekecewaan.

‘Apa ini ada hubungannya dengan, Daniel?’ pikir Pak Asep.

Pasalnya sebelumnya Ryana baik-baik saja sebelum tadi masuk ke apartemen Daniel. Namun, sekeluarnya dari sana Pak Asep melihat mata Ryana berkaca-kaca. Memancarkan kesedihan.

Ingin rasanya bertanya lebih lanjut. Namun, niat itu diurungkan karena tak ingin membuat Ryana tidak nyaman. Pak Asep sadar posisinya. Dia hanyalah sopir pribadi. Jadi, dia tidak berani melanjutkan pertanyaannya. Takut dikira lancang.

Mungkin, nanti di rumah. Pak Asep bisa meminta putrinya untuk bertanya pada Ryana. Tentang apa yang terjadi sebenarnya. Mengingat, betapa akrabnya mereka berdua.

Tapi … kemana putrinya sekarang? Bukankah hari ini adalah ulang tahun Ryana. Mengapa dia tidak ada?

‘Kemana perginya, Eva? Di tempat acara tadi pun dia tidak ada. Apa jangan-jangan, Eva, lupa jika hari ini adalah hari ulang tahun Nona Ryana?’ batin Pak Asep.

Eva adalah putri tunggal Asep dan juga istrinya yang bernama Marni. Keduanya bekerja kepada keluarga Adelard hampir sepuluh tahun lamanya. Marni sendiri menjabat sebagai asisten rumah tangga. Sementara Asep bekerja sebagai supir pribadi keluarga Adelard.

Keduanya merasa sangat beruntung karena bisa mendapatkan majikan seperti Martin Adelard. Tak pernah memandang rendah siapapun yang bekerja padanya. Meskipun itu tukang kebun, supir, asisten rumah tangga, penjaga, bahkan pengawal pribadi. Semuanya mendapatkan apresiasi yang sama dari Martin Adelard.

Bahkan baru-baru ini Martin kini membangun sebuah perumahan khusus tepat di belakang rumahnya untuk menampung keluarga pekerjanya!

Diingg!

Ponsel berbunyi. Milik Ryana yang menampilkan sebuah pesan. Itu dari Ibunya. Wanita paru baya yang bernama lengkap Mariana itu sedang mencari keberadaan putrinya.

Pasalnya tadi di tengah-tengah perayaan pesta ulang tahun putrinya. Mariana melihat Ryana tergesa-gesa meninggalkan ruangan. Pergi entah kemana.

[Nak, kamu sekarang ada di mana? Orang-orang di sini mencarimu. Mereka ingin mengucapkan selamat kepadamu.] Itu pesan dari Mariana yang lantas di balas.

[Ryana sedang di jalan, Mom. Sebentar lagi balik.]

[Kamu keluar? Kemana? Ada urusan apa?]

[Ada urusan penting. Nanti Ryana ceritakan.]

Setelah menerima balasan tersebut. Mariana pun tidak lagi menanyakan apa-apa. Dia menyimpan ponselnya. Lantas kembali bergabung dengan Ibu-Ibu perkumpulan sosialitanya.

Ini memang ulang tahun Ryana. Namun, keluarga Adelard juga mengundang seluruh koleganya. Mereka membuat perayaan yang begitu meriah. Dengan menghadiri beberapa orang penyanyi ternama Ibukota.

Mobil melaju dengan cepat. Setelah tadi Pak Asep mendapat perintah dari Ryana. Lelaki paru baya yang berusia sekitar 47 tahun itu. Dengan gesit melajukan kendaraan hingga sampai di sebuah hotel tempat perayaan ulang tahun Ryana diselenggarakan.

Ryana pun lantas bergegas masuk ke dalam hotel. Menuju ke tempat berlangsungnya acara perayaan ulang tahunnya.

“Akhirnya kamu kembali juga, Nak!” Gurat kebahagian terpancar begitu jelas saat Mariana melihat wajah putrinya.

Ryana tersenyum kecut sambil menyembunyikan wajah sembabnya.

“Kamu nangis?” Menyadari perubahan wajah putrinya itu pun membuat Mariana khawatir.

“… eng-enggak, Mom. Tadi itu cuma kelilipan debu,” bohong Ryana. Kalimat sama yang tadi juga dipakainya saat Pak Asep bertanya padanya.

“Jangan bohong. Kamu itu bukan lagi kelilipan debu. Tapi kamu itu nangis seperti seorang …” Mariana menjeda kalimatnya. Sebelum akhirnya menarik putrinya ke keluar dari tempat tersebut.

Mariana membawanya pergi ke tempat yang sunyi. Untuk membicarakan apa yang sebenarnya terjadi.

“Ceritakan. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Mariana. Suaranya terdengar tegas. Dengan tatapan menyelidik. Tau betul jika apa yang disampaikan putrinya tadi itu bohong.

“Nggak ada, Mom. Ryana cum—“

“Ryana. Tatap mata, Mommy. Bicaralah yang jujur kepada, Mommy. Apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuatmu kacau seperti ini?”

Mendengar perkataan itu. Membuat Ryana lantas menjatuhkan tubuh kepada Ibunya. Tangisnya pecah, yang siambut usapan lembut di punggungnya.

“Tenanglah, Ryana, sabar. Ceritakan pada, Mommy. Maka, Mommy, jamin semuanya akan baik-baik saja.” Mariana terus mencoba menenangkan putrinya.

Hingga akhirnya Ryana pun menceritakan segalanya.

Ada perasaan sesak saat tadi Mariana mendengarkan segala keluh-kesah putrinya. Hatinya begitu sakit. Sangat sakit. Apalagi saat Mariana tau jika Eva lah yang menjadi sumber retaknya hubungan Ryana dan Daniel.

Mariana sendiri sangat menyayangkan kejadian ini. Ia sama sekali tak menyangka jika ternyata gadis yang selama ini dikenalnya begitu polos, lembut, sopan, patuh, dan juga terlihat tulus itu. Ternyata bisa menjadi seliar itu.

Tidak pernah terbayang sebelumnya tentang terjadinya kejadian seperti ini. Mariana sendiri pun sudah menganggap Eva seperti putrinya sendiri. Kepolosan, serta ketulusan Eva membuat hati Marina luluh. Hingga memberikan apapun yang diberikan kepada putrinya.

Namun, Mariana juga merasa bersyukur tentang adanya kejadian hari ini. Setidaknya sekarang Ryana sudah bisa terlepas dari Daniel. Matanya telah terbuka. Meskipun sebagai gantinya hati Ryana merasakan sakit.

Bukan karena status Daniel yang berasal dari kalangan biasa. Membuat Mariana lantas tak suka padanya. Sebenarnya dengan predikat yang disandangnya sebagai mahasiswa terbaik di kampus. Sudah cukup bagi Mariana untuk menerima Daniel sebagai menantunya.

Toh Daniel pintar. Jika diberi jabatan di perusahaan. Pasti Daniel bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, belakangan Daniel kerap meminta ini dan itu pada Ryana. Dari yang awalnya hanya meminjam uang. Lantas lama kelamaan semakin menuntut sampai berani meminta dibelikan mobil dan apartemen!

Bukan tidak menasehati putrinya untuk tidak memberikan apa yang Daniel minta. Mariana telah mencobanya. Namun, Ryana keras hati tak menerima. Hatinya telah tertutup begitu pun pikirannya. Rasa kasih sayang terhadap Daniel yang begitu besar. Mampu membutakan pikirannya.

Ryana tanpa sungkan memberikan segalanya. Bahkan mobil dan apartemen pun dibelikan Ryana atas nama Daniel kekasihnya.

“Mommy … maafin, Ryana.” Ryana terisak. Air matanya terus membanjiri pipinya.

Andai saat itu Ryana mendengar perkataan Ibunya. Pasti dia tidak akan sesakit ini. Paling tidak Ryana tidak akan merasa sangat menyesal karena telah menghamburkan tabungannya untuk membelikan Daniel mobil dan apartemen.

“Sudahlah, sayang. Toh, semua ini juga sudah terjadi. Anggap ini sebagai pembelajaran untuk kamu kedepannya. Jangan mudah percaya sama orang, apalagi sampai memberikan segalanya.” Dengan sabar Mariana membimbing putrinya. Supaya tak sedih lagi. Memberikannya kekuatan. Untuk bisa bangkit kembali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status