"Namanya Liora Deana," suara getir dan lemah terdengar, air mata jatuh lalu tarikan dari isakan tangis terdengar. Cup'Secara lembut dia mengecup pucuk kepala putrinya, bersamaan dengan bulir kristal yang berjatuhan deras. "Tolong biarkan dia hidup dan menebus kesalahanku," cicit Amanda sedih, menyerahkan bayi yang baru ia lahirkan tersebut pada bodyguard yang berjaga. Sesuai dengan perjanjian, setelah Amanda melahirkan maka dia akan langsung diadili. Zaveir benar-benar makhluk tak punya hati, dia tak membiarkan Amanda untuk hidup sehari saja. Setidaknya Amanda bisa menyusui putrinya. Tetapi Zavier tetaplah Zavier! Makhluk kejam dan tak mengenal belas kasih pada targetnya. "Aku membenci bayi itu. Biarkan dia hidup agar dia bisa menebus kesalahanku dan pria yang melecehkanku. Apa yang kurasakan di sini, harus bayi itu rasakan setelah dewasa. Aku sangat membenci anak itu!" pekik Amanda, marah tetapi sedih secara bersamaan. Dia ingin bayi itu mati, tetapi dia juga ingin bayi itu hidup
"Bayi Amanda cantik sekali. Menggemaskan." Nara bermonolog sendiri, duduk di sebuah kursi teras samping. Dia sedang menunggu suaminya pulang, sembari membaca majalah bisnis dan minum susu. Perutnya sudah mulai besar dan aktivitas Nara terasa semakin terhambat. Maksud Nara, dia sulit melakukan apa-apa. Masih lima bulan kehamilan tetapi Nara sudah merasa ngos-ngosan, bagaimana jika setelah usia kandungannya sembilan bulan? Pasti sangat sulit.Namun, bukankah ini nikmat dari seorang ibu? Meskipun sulit, ada kesan manis tersendiri yang Nara rasakan. Oh yah, tadi dia melihat seorang perawat membawa bayi. Ternyata bayi itu milik Amanda. Artinya …-"Apa yang kau lakukan di sini?" Suara tersebut mengejutkan Nara, reflek membuatnya menoleh cepat ke arah belakang. Nara menampilkan air muka kaget, tetapi dengan cepat berubah bahagia setelah menatap sosok wajah tampan sang suami. Entahlah, setiap kali Nara menatap Zavier, dia tiba-tiba merasa bahagia. Dia jatuh cinta dan suka salah tingkah.
"Danzel Xavier Adam," ucap Zavier, tersenyum tipis sembari menatap lembut dan tulus ke arah bayi mungilnya yang baru saja lahir. Sejenak Zavier terdiam lalu tiba-tiba terkekeh pelan. Ketika bayi ini masih dalam perut istrinya, Zavier sering mengajaknya ribut sebab masih dalam perut tetapi dia sudah berani mengambil perhatian semua orang. Namun, setelan dia terlahir ke dunia ini, setelan dia digendong oleh Zavier, keduanya sama-sama hening, tak ada peperangan seperti yang Zavier bayangkan. Sempat terlintas dibenaknya jika kelahiran anaknya hanya sekedar rasa senang biasa. Namun, Zavier salah. Ini luar biasa, rasanya hangat dalam sana! Bahkan sampai sekarang Zavier tak berhenti tersenyum, matanya tetap terpaku pada sosok bayi mungil–miliknya dan istrinya. Hebat! Zavier telah menjadi seorang ayah. "Nama yang bagus," ucap Nara pelan, tersenyum tipis pada sang suami. Pria ini tadi menangis karena ikut menemani Nara melahirkan. Tetapi sekarang, suaminya tak hentinya tersenyum. Jika keba
***Lima tahun kemudian***"X benci pembohong, Mom," ucap seorang anak kecil, bersedekap dingin dengan raut muka kesal bercampur jutek. Dia sedang marah sebab Daddynya tak kunjung pulang, padahal sang Daddy sudah berjanji akan pulang lebih awal agar bisa makan malam bersama dan setelah itu bermain dengannya. Nara mengulas senyuman hangat. Lima tahun berlalu dan dia jauh lebih lembut dibandingkan yang sebelumnya. Menjadi seorang ibu membuat Nara berubah sebagai sosok yang penyabar dan hangat, pecicilan dalam dirinya mungkin masih ada. Akan tetapi sudah tidak separah saat dirinya masih satu-satunya untuk suaminya. Sekarang ada buah hatinya, Danzel Xavier Azam, sosok yang kapan saja bisa meniru tingkah lakunya. Oleh sebab itu Nara sangat berhati-hati dalam bersikap. Untungnya saat dia masih hamil, sang suami telah melatih dirinya agar tak mengumpat. Cara yang Zavier berikan dulu sangat berpengaruh, sekarang Nara sudah jauh dari hal mengumpat, dan sekalipun mengumpat hanya kata-kata lemb
"Mi Nara," sapa Zaveir pelan, langsung tersenyum ketika Nara mendongak ke arahnya. Nara balik tersenyum pada suaminya, langsung menghampiri Zavier untuk menyalam tangan sang suami. "Seperti yang sudah direncanakan, kita akan makan malam bersama kan?" ucap Nara, setelah mencium punggung tangan suaminya. Zavier menganggukkan kepala pelan, dia menangkup pipi Nara lalu mencium lembut bibir istrinya. Tak sampai di sana, dia jua mendaratkan kecupan hangat dan khidmat pada kening Nara. "Humm." Zavier berdehem, memeluk mesra pinggang istrinya, "ini sudah jam setengah dua belas malam, aku sangat terlambat. Maaf .…" "Tidak apa-apa, Mas. Yang terpenting kan kita makan malam bareng," jawab Nara, menggandeng tangan sang suami lalu menariknya ke meja makan. Setelah Zavier duduk, Nara dengan sigap dan cekatan menghidangkan makanan di depan sang suami. "X dan Mommy menyiapkan ini semua untuk Daddy," celetuk Danzel. Dia tak tinggal diam, ikut melayani Daddynya dengan menuang sup ke mangkuk yang
"Nar, Danzel ikut lomba melukis?" Nara menganggukkan kepala secara singkat. Lex mendatanginya dan mereka mengobrol, "yah, tetapi Daddynya belum datang.""Ah, sayang sekali." Lex menggaruk tengkuk. Dia di tempat ini sebab untuk menemani putranya–Naren. Sedangkan di sisi lain, Karamel (putra dari Sereya dan Kenan) hanya diam sebab tak ada yang datang untuk menemaninya. Kedua orang tuanya sama-sama sibuk. "Danzel, kamu mau tidak jika Paman yang menjadi Papamu untuk lomba nanti? Kebetulan Naren tidak ikut," tawar Lex, sejujurnya cukup kasihan pada Danzel yang sama sekali tak pernah terlihat bersama Daddy. Meskipun sekarang orang tua Karamel tidak hadir, tetapi Karamel masih sering terlihat bersama kedua orang tuanya. Karamel masih cukup sering bersama Daddynya, tak seperti Danzel yang bahkan sering dipertanyakan status Daddynya apakah masih hidup atau tidak. Saking tidak pernahnya Danzel terlihat bersama dengan Daddynya. Danzel mendongak ke arah pamannya. "Maaf, tapi Paman kurang tamp
"Mommy, lihat ini!" Danzel mengangkat sebuah trophy, menunjukkan benda berkilau tersebut pada sang mommy. Nyatanya, meskipun lukisannya dan sang Daddy tidak menghasilkan juara, akan tetapi kekompakannya dengan sang Daddy berhasil membuat Danzel mendapat trophy. "X dan Daddy berhasil sebagai juara favorit, kami team yang kuat," ucap Danzel antusias. Nara tersenyum pada putranya, meraih trophy tersebut lalu mengamatinya secara detail. Dari bentuknya saja, Nara sudah curiga jika trophy ini bukan dari pihak sekolah. Pertama, ini terlalu mewah untuk perlombaan biasa. Kedua, trophy ini didesain sangat unik, berbeda dengan trophy lain yang diterima oleh anak-anak lainnya. Trophy putranya lain dari yang lain. Terakhir, biasanya anak yang memenangkan kategori favorit atau lima besar, hanya akan memperoleh sertifikat penghargaan. Ini pasti …-Cup'Zavier tiba-tiba datang dan langsung mendaratkan kecupan singkat di kening Nara. "Aku akan kembali ke kantor," ucap pria itu secara lembut, menatap
Minggu pun tiba, tetapi Zavier sama sekali tidak bisa menepati janjinya pada sang putri. Pekerjaannya menumpuk, setelah sarapan pria itu sudah mengurung diri dalam ruang kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya. Zavier tahu dia salah dan mungkin putranya akan marah besar padanya. Namun, jika Zavier menunda untuk menyelesaikan pekerjaan ini, maka pekerjaannya akan menumpuk dan Zavier akan semakin lama terjebak di situasi ini. Sungguh! Zavier sudah menanam janji dalam dirinya, jika setelah proyek pembangunan hotel ini selesai maka dia akan membawa Nara dan Danzel berlibur. Selain proyek, Zavier juga telah menyiapkan hadiah ulang tahun pernikahan untuk istrinya."Ini Teh untuk Mas," ucap Nara, meletakkan secangkir teh tak jauh dari jangkauan sang suami–di atas meja Zaveir. Zaveir mengalihkan pandangan dari laptop, menatap tak enak pada istrinya. "Humm." Dia berdehem, segera mencekal tangan Nara saat perempuan itu berniat akan pergi dari ruangannya, "maafkan aku, Amore. Maaf karena aku t