“Dan.... aku rasa sikap pada Carl nggak terlalu berlebihan. Kamu dengan aku masih belum jadian. Tertarik iya tapi kita belum jadi sepasang kekasih. Aku lajang dan dia pun lajang. Yang penting kami tahu patas.”
“Ya aku ngerti.”
“Aku nggak berbuat terlalu jauh, Pa.”
“I know.”
“Papa tau? Dari mana?”
Verdi menyeringai. “Aku yang ngambil keperawanan kamu di malam pertama kita sebagai suami isteri.”
Dari mulanya marah dan kecewa, Rania mendadak jadi merasa lucu sendiri mendapat jawaban tadi. Dan rasa lucu dengan cepat berubah menjadi rasa cinta ketika keduanya kembali berpelukan. Sebuah langkah awal yang kemudian berekskalasi dengan mereguk cinta ketika keduanya di ranjang bersama-sama.
Terlambat ke kantor? Siapa yang peduli?
*
Gosip para tetangga yang biasa berkumpul di lo
Pintu ruang kerja diketuk. Sanjay dan Renty menoleh. Pintu terbuka dan seorang gadis maha cantik memasuki ruang kerja sembari membawa map-map yang didekap di dadanya.“Marketing team dari perusaaan perkapalan JJKK sudah datang. Mau mereka ketemu di sini atau di Vanilla meeting room?” Sama seperti Renty, ia bertanya dan bercakap-cakap dalam bahasa Inggris yang fasih.“Vanilla Room. Aku akan menyusul tak lama lagi.”Gadis itu tersenyum, mengangguk dan berlalu meninggalkan ruang dengan langkah melenggok.“Your secretary?” tanya Renty setelah tubuhnya hilang di balik pintu.Sanjay melirik Renty sekilas sebelum mengangguk dan kembali ke meja kerja. Terlihat bahwa ia tak mau Renty membicarakan keberadaannya. Renty sendiri tahu diri. Tugasnya sudah selesai saat itu dan ini saatnya untuk meninggalkan Sanjay sendiri.*
Verdi makin merasa bahwa Rania menyembunyikan sebuah rahasia dan rahasia itu adalah adanya hubungan khusus antara isterinya dengan Ditya, atau Aditya. Kemarin ia kembali mengulang apa yang pernah dilakukan sebelumnya. Ia pernah secara diam-diam mengecek ponsel Rania dan pagi ini ia kembali mendapat kesempatan yang sama. Ia kaget karena membaca komunikasi chat antara isterinya dengan Ditya.Jantung Verdi terasa berdegup lebih kencang. Kecurigaannya semakin mendekati kenyataan. Pria itu mengajak bertemu di sebuah restoran untuk menemani makan siangnya hari itu. Kemarin Verdi nekad sudah. Ia menghubungi Pradhana dan menyampaikan kasusnya. Pria itu itu tentu saja siap saja untuk melakukan penyelidikan.Selain menyelidiki sendiri, ia juga suka berbagi informasi atas apa yang ia ketahui. Sudah hampir seminggu Pradhana di sana untuk melakukan tugas pengintaian. Mudah-mudahan, sebagaimana kesepakatan ia bisa mendapatkan kejelasan dalam dua minggu ia
Renty mulai melaksanakan dendamnya.Dengan pengaruh yang dimiliki dan tentu dengan disertai sedikit rayuan terhadap Sanjay memang tidak sulit bagi Renty untuk memancing Rania balik ke Jakarta untuk urusan satu atau dua hari. Rania sudah menerima emal undangan dari Sanjay walau ia sendiri tak mengerti secara jelas meeting apa lagi yang harus ia hadapi. Sebetulnya ia sudah menyarankan agar pertemuan dilakukan secara daring namun usulan itu ditolak.Agak sulit mengharapkan dukungan dari para manajer lain yang diundang. Mereka sepertinya mencari selamat dengan hanya mengiyakan undangan itu tanpa mempertanyakan maksud dan tujuan secara jelas.Ya sudah. Mau bagaimana lagi, pikirnya. Undangan untuk rapat logistik telah disebar dan mau tak mau ia harus kembali ke Jakarta.*“Jadi itulah masalah kakakmu ini, James. Aku butuh kamu untuk jelasin. Ini gak mungkin aku laku
James mengangguk. “Tolong jangan salahpahmi aku. Tapi setahu aku kesalahpahaman perlu dibereskan sebelum bergerak liar dan tak terkendali.”“Apa salahnya dengan aku lihat lingerie di sana?”“Salahnya ialah kenapa kamu begitu kepo sampai harus buka-buka laci segala? Dan laci itu ada di dalam kamar. Sebuah tempat yang jelas-jelas amat privacy. Kamu nggak kepikir itu bukan tindakan yang sopan karena tidak meminta izin lebih dulu?”“OK, mungkin aku kurang tata krama. Sori.”“Ini bukan soal tata krama.”“Lantas apa kalo bukan soal tata krama?”“Masalah tata krama itu hanya soal lebih kecil. Ada yang lebih serius dari soal tata krama...” James berhenti sesaat. Ia merasa perlu mengumpulkan energi sebelum masuk ke topik paling berat.“Yes?”“Menurut kakakku, sejak saat itu hubungan kamu dengan kakakku jadi..
Kekuatan takdir memang tak bisa dilawan manusia. Ia terjadi begitu saja tanpa bisa diprediksi atau diduga. Desa dimana Mama Lidya tinggal dan berada, gempar. Ada sebuah rumah yang dihuni sepasang lansia yang di pagi hari sebelum matahari muncul saja sudah ramai dikerubungi banyak sekali orang.Saat masih sedikit gelap, Mama Rania melintas di tempat itu. Sebuah rute yang bertahun-tahun telah ia lewati di pagi hari untuk kepentingan berbelanja di sebuah pasar yang jaraknya tak sampai satu kilometer di sana. Mama Lidya sudah sangat mengenal jalan di sana. Lubang-lubangnya pun ia tahu dimana lokasinya, kedalamannya, lebar menganga-nya seperti apa, dan lain-lain. Ia juga tahu setiap rumah yang ia lewati, para penghuninya, hewan peliharaan di tiap rumah, siapa yang suka berolahraga pagi, dan sebagainya.Tak terkecuali ia juga familiar dengan rumah keluarga pak Karto yang tinggal di sana bersama isterinya. Sama-sama uzur namun cukup sehat, mereka b
Pak Karto dan isterinya menjadi orang-orang berikut yang menyadari peristiwa luar biasa itu. Tangisan bayi di depan rumah membuat mereka datang menemui Lidya. Dalam ketakjuban yang besar mereka mengkonfirmasikan bahwa bayi itu bukan milik mereka. Pun bukan milik kerabatnya. Dengan demikian, bayi malang itu memang dibuang oleh seseorang.“Kalo itu kamu yang temukan, berarti itu takdirmu,” kata isteri pak Karto. “Kamu ditakdirkan untuk menghidupi bayi ini.”*Sudah dua bulan ini Roweena merasa galau luar biasa. Ia dimutasi kerja dari Jakarta ke bagian inventory di Cibinong, di pinggiran Jakarta. Tak heran ketika wanita itu diminta untuk menjemput Rania di bandara, tugas itu ditanggapi dengan penuh semangat. Sejak bertemu di pintu keluar sampai perjalanan mereka sudah bicara banyak hal. Tak hanya mengobrol soal pekerjaan namun juga ia berakrab-akrab serta melepas rindu ber
“Gue kenal Rania sebagai orang hebat, James. Gue itu begundal. Bajingan dan kakak lu nanamkan nilai-nilai yang bikin gue berarti. Hubungan dengan Papa juga membaik. Sebuah peristiwa yang gak akan terjadi kalo Rania gak ada di antara kami berdua.”James benar-benar plong. Terry benar-benar butuh seorang sahabat. Sebuah sentuhan kecil bernuansa kasih sayang tanpa kesan menggurui rupanya sudah cukup membuatnya terbuka.*“Kita singgah dulu buat makan ya.”Tanpa perlu untuk buru-buru ke tujuan, Roweena mengajak Rania untuk singgah dulu di sebuah restoran kecil di pinggir jalan. “Nggak apa-apa telat nih ke lokasi rapat?”“Nggak apa-apa. Kan gue jadi panitia yang ngurusin akomodasi.”Ya sudah. Usulan itu disetujui oleh Rania karena perutnya memang tadi pagi tidak terisi penuh. Mereka lantas
Obrolan dengan Terry dianggap perlu dilanjutkan. Atas dasar pemikiran itu James lantas mengajak Terry ke sebuah resto cepat saja di sekitar tempat mereka tadi bersepeda. Dan James kebetulan memiliki semacam gift atau karunia atau bakat atau talenta yang membuat Terry menyampaikan seluruh ungkapan isi hati."Waktu sidang skripsi dan Papa nggak hadir, rupanya Mama marah besar sama dia. Aku nggak nyangka kalo marahnya Mama berdampak sangat besar. Untuk pertama kalinya dalam hidup gue, gue ngalamin peristiwa yang nggak terduga. Papa memeluk aku dan minta maaf untuk sikapnya yang cuwek.”Terry memeluk tangan di dada. Matanya menerawang. “Kayak mimpi gue ngeliat Papa yang super dingin ternyata mau dampingin aku saat wisuda.”“Amazing ya. Kita sering sotoy dalam menilai seseorang. Sok tau. Sok mengerti dalam menilai negatifnya seseorang. Sampai kemudian orang itu timbul dengan nilai positifnya yang membu